"Thanks ya, Tar," ucap Ari dalam perjalan pulang malam itu. Setelah makan malam bersama, Ari berpamitan pada kedua orangtuanya untuk menghantar Tari pulang lebih dulu sebelum kembali ke sana keesokan paginya.
"Buat apa?" tanya Tari basa-basi.
Ari tidak menjawab, cowok itu cuma tersenyum sambil terus menatap jalan lurus di hadapannya, membuat Tari ikut tersenyum.
Sudahlah, Ari yakin kalau Tari pasti tahu maksudnya. Hanya saja, pemahaman cewek itu kelihatannya belum menyeluruh. Jadi, sekarang juga, akan dibantunya cewek itu untuk memahami rasa terima kasih yang seutuhnya dia rasakan.
"Kenapa kita berhenti di sini?" tanya Tari sambil memperhatikan Ari yang mulai menepikan mobilnya di tepi sebuah jalan berbatu.
Ari tetap bungkam. Ditatapnya cewek itu penuh arti sebelum akhirnya beranjak turun dari mobil.
"Mau ngapain sih?" tanya Tari bingung. Dengan kedua alis yang saling bertaut, akhirnya Tari mengikuti langkah cowok itu.
"Yuk," ajak Ari sambil mengulurkan tangannya.
"Ke mana?" tanya Tari yang walaupun kelihatan ragu, tetap menyambut uluran tangan itu.
"Ke sana," tunjuk Ari pada sebuah karang yang terlihat menjorok ke laut. "Itu tempat favorit gue di Anyer," jelasnya kemudian.
Tari memandangi karang itu sambil mulai mengikuti langkah Ari yang membawanya ke sana. Perlahan, dibantunya Tari memanjat. "Pelan-pelan aja. Gelap soalnya," ucap Ari sambil mempererat genggaman tangannya.
Hup! Walaupun agak tertatih karena malam yang semakin pekat, untungnya mereka berdua berhasil memanjat karang itu. Karang lebar, tempat Ari biasa menyaksikan matahari terbenamnya di pantai ini.
"Duduk sini, Tar," pinta Ari sambil menarik lembut tangan Tari, membuat cewek itu duduk tepat di sebelahnya.
Karang itu cukup luas, tapi jelas Ari tidak ingin ada jarak di antara mereka. Saat Tari menyisakan kurang lebih 10 sentimeter di antara mereka berdua, Ari lalu melumat habis jarak itu dengan menggeser tubuhnya sendiri.
Tari sendiri tidak terlalu memperhatikan tingkah laku Ari yang tidak seperti biasanya. Saat ini, cewek itu tengah menikmati setiap hembusan angin yang seolah membelai lembut wajahnya. Matanya sendiri sudah terpaku pada ribuan bintang yang terhampar di langit hitam. Bintang-bintang yang seolah menjadi hiasan di tengah gelapnya malam.
"Thanks ya, Tar," ulang Ari.
Tari mengerjap sebelum akhirnya mengalihkan tatapan matanya dari bintang-bintang di langit. Sambil tersenyum, ditatapnya wajah Ari. "Gue kan cuma nemenin elo. Semua itu usaha elo sendiri kok. Selamat ya!" ucapnya tulus.
"Lo salah," jawab Ari tenang.
"Salah?" tanya Tari tak mengerti.
Ari mengangkat kedua bahunya. "Elo yang buat semua ini terjadi."
"Hah?"
"Iya."
"Maksudnya?"
Ari menatap Tari selama beberapa saat sebelum akhirnya bersuara. "Oke. Gue jelasin satu-satu."
Ari pun lalu memulai penjelasannya. Mulai dari ancaman yang juga diterimanya dari Fio. Bagaimana dirinya merasakan gelagat yang aneh dibalik menjauhnya Tari dari sisinya, serta bagaimana cowok itu yakin kalau Fio lah yang ada di belakang semua ini.
"Gue jadi nggak sabar liat mukanya sekarang," ucap Ari dengan seringai jahil di wajahnya.
"Jahat lo, Ri. Dia kan ngarep banget sama elo," goda Tari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga Memang Untuk Matahari (Fanfiction Jingga dan Senja Series)
FanfictionFanfiction dari novel bestseller Jingga dan Senja Series by Esti Kinasih. Tentang seorang cewek yang penuh dengan nuansa matahari dan seorang cowok yang justru menyimpan luka di balik semarak jingga. Read the story and I bet you won't regret to know...