Setelah Tari mengatakan dengan gamblang kalau dia tidak lagi bisa berada di sisi Ari, keadaan kembali ke awal. Kembali ke normal. Kembali ke garis permulaan. Permulaan pahit saat keduanya bersikap seperti dua orang asing. Permulaan di mana tidak ada ucapan selamat pagi, apalagi ajakan untuk menyaksikan matahari terbenam dari atas dak gedung olah raga kala sore menjelang.
Sejak Tari beranjak pergi dari sisi Ari, Fio akhirnya kembali jadi benalu yang melilit cowok itu. Seperti yang sudah bisa Tari perkirakan, lagi-lagi Fio menggelayuti Ari ke mana pun cowok itu pergi. Pemandangan yang tidak hanya membuat Tari sakit mata tapi juga sakit hati.
Tapi... entahlah... di sisi lain, orang buta sekalipun pasti sadar kalau cowok itu nyatanya tidak lagi sama. Ari yang dulu selalu terlihat tenang dan tanpa emosi, sekarang kelihatan lebih emosional. Ari yang dulu tidak pernah peduli, beberapa hari yang lalu bahkan sempat lepas kontrol cuma karena celetukan iseng Rio, teman sekelas mereka.
"Asik ya jadi Ari, walaupun telat nggak pernah dihukum."
Saat itu juga, Ari segera menghampiri Rio di mejanya, ditengah pelajaran yang sedang berlangsung, membuat setiap pasang mata di kelas itu membulat tak percaya.
"Ada masalah?" tanya Ari dengan tatapan tajam dan nada suara sebeku salju.
Untung Bu Indar yang saat itu sedang mengajar segera melerai kedunya sebelum terjadi huru-hara. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya kalau beliau tidak berada di sana. Tari sendiri bahkan terlalu takut untuk sekadar membayangkan.
Sialnya, kejutan tidak berhenti di situ. Ari yang beberapa waktu lalu dimintai tolong oleh Bu Nina untuk membawakan buku gambar teman-teman sekelas ke kantor guru, terang-terangan berdecak kesal sebelum melakukannya, membuat seisi kelas kembali melongo parah melihat perubahan itu.
Oknum yang paling tahu alasan Ari berubah sudah pasti Tari dan Vero. Ari yang kesal karena sampai detik ini belum bisa menemukan alasan Tari menjauhinya, diyakini kedua cewek itu sebagai penyulut perubahannya. Membuat Tari dan Vero ikut berdecak lirih tiap kali melihat Ari mulai lepas kontrol. Juga membuat cewek itu benar-benar berada dalam dilema yang sayangnya tidak memiliki jalan tengah untuk bisa dipilih sama sekali.
Faktanya, Ari bukan satu-satunya yang berubah. Tanpa Tari sadari, dia sendiri juga berubah. Tari yang biasanya terlihat ceria dan penuh dengan nuansa orange kini terlihat begitu lesu. Satu yang paling mencolok, cewek itu tidak lagi serba orange. Tidak juga kuning ataupun putih seperti yang kerap dilakukan Tari dalam novel kala cewek itu merasa sedih. Belakangan ini, Tari benar-benar menanggalkan semua aksesorisnya. Rambutnya yang biasa digerai dengan indah atau diikat manis, kini hanya diikat alakadarnya cenderung berantakan. Begitu berbedanya, hingga perbedaan itu juga tertangkap oleh mata Ari.
***
"Ari, makan yuk," ajak Fio yang tahu-tahu saja sudah berada di depan kelas XII IPA 2. Dengan suara melengking yang cukup keras, Fio kembali memanggilnya sambil berjalan memasuki kelas tersebut. Saat tatapan matanya beradu dengan Tari, cewek itu tersenyum begitu manis. Senyum palsu yang membuat Tari ingin melemparkan sepatunya tepat ke wajah culas itu.
"Cabut yuk, Ver," bisik Tari cepat saat rasanya tangan itu tak mampu lagi dia tahan.
Vero yang tanggap langsung mengikuti Tari dan mulai melangkah pergi. "Mau kemana, Tar?" tanya Vero sambil mensejajari langkah Tari.
"Perpus," jawab Tari pendek. Ya, akhir-akhir ini perpustakaan memang selalu jadi tempat Tari untuk kabur saat dirinya sudah lelah dengan semua drama yang diciptakan oleh Fio.
Saat kedua orang itu sudah berlalu meninggalkan kelas, Fio tersenyum samar. Senyum yang cepat-cepat ia ganti menjadi senyum manis untuk Ari.
"Ngapain lo ke sini?" tanya Ari dingin, seperti biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga Memang Untuk Matahari (Fanfiction Jingga dan Senja Series)
FanficFanfiction dari novel bestseller Jingga dan Senja Series by Esti Kinasih. Tentang seorang cewek yang penuh dengan nuansa matahari dan seorang cowok yang justru menyimpan luka di balik semarak jingga. Read the story and I bet you won't regret to know...