Tari tidak menyangka kalau sore ini, ekskul basketnya bakalan sebegini melelahkan. Latihan fisik yang diberikan oleh pelatihnya memang nggak tanggung-tanggung. Jogging mengelilingi SMA Kencana 7 yang luar biasa besar, sebanyak 5 putaran. Sekarang, saat Tari sampai di putaran terakhir, cewek itu merasa kalau dirinya sudah sekarat.
"Hhhhhhhhhh...." Tari menghela napas dalam-dalam sambil memegangi pinggangnya, kepayahan.
"Masa dari tadi jadi yang terakhir terus?" ejek sebuah suara mengejutkan Tari.
Cepat, cewek itu langsung menatap berkeliling mencari sumber suara.
Kosong.
Seketika itu pula, napasnya memburu. Bagian belakang gedung olah raga yang rindang dan sepi memang paling terkenal dengan kisah mistisnya di kalangan anak-anak. Baru saja Tari memutuskan untuk segera berlari meninggalkan tempat itu, suara tersebut kembali terdengar. Suara yang kini jelas menggemakan tawa.
Tari mencengkaram erat kausnya di bagian dada erat-erat. Matanya sendiri kembali bergeriliya.
"Gue di atas," jelas suara itu terdengar santai.
"Ari!" pekik Tari sambil menatap seorang cowok yang sekarang bisa terlihat jelas karena sudah berdiri di atas dak. "Gila lo! Dari kapan lo di situ?" seru Tari kesal tapi juga lega. Paling tidak, sekarang dia yakin kalau suara tadi bukan suara yang berasal dari alam lain.
Alih-alih menjawab, cowok itu cuma tersenyum miring.
Tari sendiri sudah hampir kembali mengumpat saat sebuah kesadaran tiba-tiba menyapanya. "Kok seharian ini lo nggak masuk kelas sih?" tanya Tari heran. "Buat apa ni orang repot-repot ke sekolah kalo nggak mau masuk kelas?" pikirnya tak mengerti.
"Kenapa? Kangen sama gue?"
"Haaa?" Tari kontan melongo sejadi-jadinya mendengar pertanyaan itu. Terlebih karena pertanyaan tadi keluar dari mulut seorang Ari.
Ari mendengus geli melihat reaksi Tari. "Naik sini, Tar," ucapnya tiba-tiba.
"Hah?" tanya Tari semakin terperangah. "Ari? Ini beneran Ari?" pikirnya bingung sendiri.
"Naik ke sini," ulang Ari.
"Ngapain?"
"Udah naik aja, nggak usah banyak tanya!"
"Tapi... Ekskul basket gue...," jawab Tari bimbang.
"Kalo cuma berkurang satu orang sih gue yakin pelatih lo juga nggak bakal sadar," jawab Ari enteng.
Berbeda dengan Ari, Tari jelas tidak bisa berfikir sesimpel itu. Sambil meremas kesepuluh jarinya, Tari menatap Ari dan jogging track yang harus dilaluinya secara bergantian.
"Mikir apa lagi sih? Cepet naik!" Lagi-lagi, nada perintah dari Ari membuat Tari tunduk tanpa sadar.
"Gimana naiknya?" balas Tari menyerah.
"Ck!" Ari berdecak sambil menuruni pohon mahoni yang terdapat di sisi dak tempatnya duduk.
"Ayo," ucap Ari sambil mengulurkan tangannya.
Walaupun ragu, Tari menyambut uluran tangan itu. Kini, saat tangannya menyatu dengan tangan Ari, sebuah aliran yang aneh terasa merambati dirinya, membuat kedua pipi itu mulai dihiasi semburat merah.
Hup! Dengan dada yang berdebar tanpa ampun, Tari berhasil naik ke dahan pertama.
"Sini, pijak di sini," ucap cowok itu sambil menepuk sebuah dahan lain yang akan membawa Tari naik lebih tinggi. "Rileks, Tar. Gue nggak bakal ngelepas tangan lo," janji Ari saat dilihatnya wajah Tari memucat.
![](https://img.wattpad.com/cover/63921412-288-k262498.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga Memang Untuk Matahari (Fanfiction Jingga dan Senja Series)
FanfictionFanfiction dari novel bestseller Jingga dan Senja Series by Esti Kinasih. Tentang seorang cewek yang penuh dengan nuansa matahari dan seorang cowok yang justru menyimpan luka di balik semarak jingga. Read the story and I bet you won't regret to know...