BAB 15

3.1K 179 15
                                    

"Ver.... Ari kemana sih? Udah dua hari kok nggak keliatan?" tanya Tari mulai panik. Hari ini, genap dua hari Ari menghilang dari peredaran. Sejak dilihatnya wajah lain dalam diri Ari malam itu, Tari belum pernah melihatnya lagi.

"Sakit kali."

"Masa sakit sampe nggak bisa dihubungin? Handphone-nya mati, Ver. Separah apa coba sakitnya?"

Vero menggaruk kepalanya. "Cabut kali kayak biasa," jawab Vero memberikan option lain.

"Cabut kemana? Dari kemaren tuh gue udah bolak-balik ke belakang gedung olah raga, tapi dia nggak ada di situ."

"Yeeee.... lo kira tempat cabutnya cuma di situ doang?" seloroh Vero sambil mengetuk dahi Tari.

Tari meringis malu. "Tapi kenapa dia harus cabut sih? Lagi pula ya, selama ini Ari kan nggak pernah cabut kalo ada ulangan. Lah ini, udah dua hari berturut-turut kita ada ulangan, Ari tetep cabut juga."

Vero tak lagi mendebat. Sadar, kalau statement Tari kali ini benar. Secuek-cueknya Ari sama pelajaran, cowok itu selalu hadir saat ulangan berlangsung. Satu kebiasaan yang belakangan Tari tahu, terpaksa Ari lakukan demi mempertahankan posisi 5 besarnya. Tapi sekarang, entah apa yang terjadi karena dua ulangan itu nyatanya tidak bisa membuat dia datang ke kelasnya.

Yang panik? Jelas cuma Tari. Karena berbeda dengan Matahari Senja yang selalu jadi pusat perhatian, Senja Matahari yang Tari kenal ini malah lebih sering terlupakan. Ya, Tari bahkan berani bertaruh kalau tak ada satupun yang sadar Ari sudah dua hari absen dari kelas mereka.

"Ari kenapa ya? Di mana sih tu anak?" tanya Tari lirih.

Vero menatap Tari penuh simpati. Dengan mata yang seolah ikut menyampaikan sendu, dirangkulnya bahu Tari erat-erat. "Di manapun dia, semoga dia baik-baik aja ya."

***

"Kenapa sih ulangan Kimia harus di jam pertama?" keluh Tari keesokan paginya.

"Jangan protes sama gue. Protes tuh sama Pak Soni," balas Vero sambil menggendikkan kepalanya pada Pak Soni yang baru saja memasuki kelas mereka.

"Yak! Masukkan semua buku kalian ke dalam tas. Bapak tidak mau melihat apapun selain alat tulis di atas meja," perintah Pak Soni tegas.

Tari yang mejanya sudah bersih dari berbagai buku tanpa sadar melirik bangku Ari. Masih kosong. "Tuhan, Ari kemana sih?" tanya Tari dalam hati.

Ajaib! Baru saja Tari selesai membatin, doanya langsung terjawab. Ari, seperti biasanya, berjalan memasuki kelas hanya dengan menganggukkan kepalanya pada sang guru yang saat ini sedang berdiri menatap anak-anak.

Tari sontak menyikut lengan Vero saat dilihatnya sosok itu berjalan mendekat. Satu ekspresi bahagia yang langsung berubah pilu saat reaksi yang di dapatinya dari Ari terlalu jauh dari ekspektasi. Jangankan mengucap selamat pagi, Ari bahkan tidak mau susah-susah menatap Tari.

Tari mengerjap. Mulutnya pun sontak membuka sempurna saat sosok itu berlalu begitu saja menuju bangkunya yang terletak tiga bangku di belakang Tari.

"Ari kenapa, Tar?" tanya Vero yang ikut menyadari perubahan itu.

Sayang, Tari tidak punya kesempatan untuk menjawab pertanyaan Vero tadi. Selain karena dia sendiri tidak tahu apa yang sedang terjadi, Pak Soni sudah berjalan berkeliling dan membagikan lembar soal untuk mereka kerjakan.

Pagi itu, ulangan Kimia Tari bisa dipastikan berakhir dengan angka di bawah 5. Pikirannya yang terpaku pada sikap Ari tadi membuat konsentrasinya buyar sama sekali. Dia lupa semua materi yang telah dipelajarinya, dia lupa semua rumus yang harus diingatnya, dia lupa semuanya. Satu-satunya yang Tari ingat dengan sempurna hanyalah wajah dingin Ari yang jelas-jelas mengabaikannya.

Jingga Memang Untuk Matahari (Fanfiction Jingga dan Senja Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang