Bagian 5

11.5K 819 9
                                    

Hatiku dag dig dug menunggu apa yang akan varel katakan, karena cara bicaranya yang terlihat gugup dan berusaha merangkai kata.

Ddrrtt Ddrrtt. Kefokusanku pada pembicaraan varel terhenti saat sebuah getar mengintrupsi untuk melihatnya. Ternyata panggilan dari mamah.

"Tar dulu"ku anggkat tangan mengisaratkan varel untuk berhenti berfikir sejenak dan mengkode ada sebuah panggilan masuk.

Aneh, tak seperti biasanya tiba tiba mamah menyuruhku pulang lebih awal.

Setelah menerima telpon, aku berbicara pada varel untuk mengajaknya pulang. Tanpa di sangka ia mau walau dengan mimik muka yang terlihat kecewa.

**

Rumah terlihat lebih ramai dari biasanya orang sibuk memindahkan barang biasa tanpa prabotan yang berarti.

Kalo mamah beli barang kenapa harus barang yang sudah terpakai, mamahkan anti bekas.

Aku berpapasan dengan bi darsi saat ku tanya ternyata barang barang ini milik kak widia dan bagas yang juga sedang sibuk membereskan barang-barang kak widia dan bagas yang kini akan menumpang di rumah.

Semenjak perpindahan bagas dan kak widia ke rumah papah karena bagas mengalami PHK di kantornya dan harus menjual rumah untuk menutupi hutangnya. karna kini bagas dan kak widia bertempat di rumah papah hentah berapa lama, dan aku harus merelakan kamar kesayanganku untuk mereka karena mereka memerlukan kamar yang luas. Tapi bukan itu yang menjadi fokus permasalahannya. Karena kini aku akan sering bertemu dengan bagas!.

Lelaki yang tak inginku temui dan berusaha di hindari karena masalalu.

Flashback

"ke mall yuk"ajak nadia dengan antusiasnya.

Sekolah pulang lebih awal dari biasanya membuat beberapa murid membuat rencana untuk mengisi kekosongan waktu yang di miliki.

Kami pergi menuju sebuah mall yang tak jauh dari sekolah, dengan menaiki taksi hanya berdua.

Ponselku berdering dan nama bagas bertahta di layar ponsel dengan cepat ku geser gambar hijau.

Ternyata dia mengajakku untuk bertemu.

Bagas rizki prasetyo, lelaki yang jauh lebih tua dariku yang mungkin seumuran dengan kak widia tanteku.

Alasanku memilih seorang lelaki dewasa hanya agar hubunganku berakhir di jenjang serius, aku tau umurku masih muda tapi aku hanya tak ingin terlalu banyak sakit hati jika harus berpacaran dengan yang seumuran.

Kebetulan sekali tempat pertemuan aku dan bagas di mall yang sama, maka ku putuskan untuk berpisah di mall dengan nadia, tak tau mengapa nadia hanya mengangguk dan tersenyum penuh arti tidak seperti biasanya, jika aku begini ia akan marah dan melarang.

Aku melihat seorang pria tengah duduk di pojok jendela dengan pakaian kantornya yang rapih, sedangkan aku masih menggunakan seragam juga.

"nunggu lama? "tanyaku memecah keheningannya.

"nggak kok. duduk"aku duduk dengan nyamannya dan memesan minuman pada pelayan.

Wajahnya sangat tenang tapi seperti menyimpan sesuatu yang teramat berat.

"ada apa kok tumben ngajak ketemuan ngedadak"tanyaku karena dari tadi kita hanya diam.

Ia sempat terdiam seperti sedang berfikir karena mimik mukanya berubah menjadi tegang.

Susana menjadi lebih kaku di tambah cuaca yang mendung dan mulai memercikan hujan kecil.

"aku mau putus" dadaku rasanya sesak saat tau bahwa pertemuan kami hanya untuk sebuah tiga kata yang menyakitkan untuku.

Ketika Tuhan Kita Berbeda [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang