bagian 11

8.2K 536 2
                                    


Dan ternyata orang yang memanggil adalah seniorku.

Ya, siapa lagi kalo bukan kak arva alena bertha sang wakil ketua osis yang kece, cantik, gaul, beken, tegas, galak satu lagi di puja para pria.

Terkadang aneh pada kak ricardo si ketua osis yang cool berkulit putih dengan pipi yang sedikit cabby dan kumis tipis yang menghias wajahnya menambah bahwa ia dewasa dan berwibawa harus mempunyai patner seperti arva dan harus betah terus terusan bersama arva yang nyebelinnya minta ampun.

"gue mau ngomong sama lo!" ucapnya datar, aku terdiam.

sejak kapan kak arva ada di depan gue? Buset dahh emang bener senior aneh. Batinku.

"bicara apa kak?" tanyaku menahan gugup dan berfikir kesalahan apa yang dilakukan sampai kak arva ingin bicara karena biasanya kak arva tak akan mau berbicara pada oranglain jika tidak penting baginya.

Kak Arva menarik pergelangan lenganku dengan cepat tanpa memberi aba aba.

Baru saja beberapa langkah bel pelajaran berbunyi yang menandakan bahwa jam pelajaran segera dimulai.

Hembusan nafas keluar dari mulut menandakan bahwa kini jantungku terselamatkan dari hal yang tak pernah terbayangkan dari senior itu.

"kayaknya udah bel deh kak" ucapku gugup.

"gue juga tau! " balas kak arva menghentakan lenganku dan pergi berlalu begitu saja.

Aku mendecak kesal pada kak arva yang pergi seenaknya lalu segera pergi ke kelas.

Baru duduk sudah di hadiahi pertanyaan oleh nadia seprti biasa.

Jawabanku hanya mengangkat kedua bahu dan mengalihkan pandangan pada papan tulis yang menjadi televisi saat di sekolah.

Bel istirahat yang berbunyi bagai suara merdu yang selalu membuat semangat para murid kembali, siapa coba yang tak menyukai bel istirahat?tak ada! Apalagi perut yang sedari tadi bersiul meminta jatahnya.

Kami melenggang dengan semangatnya menuju kantin sekolah yang menjadi buruan para siswa.

Langkahku terhenti seketika saat lengan ditarik paksa kebelakang oleh seseorang yang membuat keseimbangan tubuh hampir jatuh.

Aku tau bahwa orang yang kini sedang menggeret lenganku dengan paksa dan kasar adalah kak arva.

Nadia bukan tak ingin menolong tapi ia takut bila permasalahan akan semakin besar jika ia ikut campur apalagi di tambah tatapan horor kak arva yang membuat langkah nadia terhenti hingga mematung.

Berusaha menyamakan langkahnya agar jalannya seimbang tapi begitu susah sampai harus berjalan terseret kak arva.

Kak arva membawaku ke gudang belakang sekolah.

"kak aku kan gak ngelanggar peraturan sekolah " ucapku saat kak arva menghentikan langkahnya.

Aku meringis kesakitan saat kak arva melepaskan pegangannya yang begitu erat hingga tertinggal jejak bekas genggaman.

"ini bukan masalah sekolah tapi urusan pri-ba-di" balas kak arva menekan dan mengeja kata pribadi.

Aku menautkan alis dan berfikir keras bagaimana bisa mempunyai masalah pribadi dengan kak arva. Jangankan masalah pribadi masalah telat datang lima menit melewati gerbang sekolah saja sudah membuat jengah dan bosan harus berurusan dengan kak arva apalagi ini yang ia bilang urusan pribadi.

"masalah apa kak?" tanyaku polos.

"lo bener pacar varel? " serunya penuh selidik.

"iya kak, aku pacar varel" dengan entengnya.

Ketika Tuhan Kita Berbeda [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang