"kok gue udah jarang denger celotehan lo tentang varel ya? " tanya nadia menerawang."emang kenapa? " jawabku malas.
"eh elu yang kenapa dil? Kaya beda gitu, biasanya kan suka banget ngomongin varel"
"gue udah putus" jawabku hampa.
Nadia yang sedang memakan bakso tanpa memotongnya terlebih dahulu membuat bakso yang baru di masukan ke mulutnya langsung meloncat ke arahku dan berakhir di mangkuk bakmi yang tadi ku pesan. Iuuhhh.
"nadia! Jorok banget sihh!" nadia yang sedang sibuk meminum es teh nya karena tersedak hanya memberikan senyuman kakunya yang membuat nafsu makanku turun, sedangkan aku hanya menyingkirkan mangkuk bakmi ke arah lain tanpa niat untuk memakannya lagi.
"maaf, deh ya lo sih ngomong nya ngagetin gue"
"gue ngomong biasa aja nad, gak pake teriak teriak" ucapku kesal.
"emang ia biasa aja, tapi apa yang lo omongin itu bikin gue kaget, dan mm... kenapa lo bisa putus sama varel? " tanyanya yang tumben gak nyerbu.
"tumben nanyanya gak nyerbu?" tanyaku jahil.
"udah jawab ajah!"
"kita itu putus karena kita beda agama" jawabku hampa sembari memandang layar ponsel yang sesekali ku geser menu nya.
"yakin? "
"menurut lo! "
"emang dari awal kalian gak tau agama masing masing? "
Aku hanya menggelengkan kepala dengan malas.
"terus kenapa sekarang kalian bisa saling tau kalau kalian beda agama? "
"dia ngasih gue kalung, kalungnya bentuk salib nad, gue sempet liat liat kali aja mata gue waktu itu rada salah liat ehh gak tau kenapa varel bilang kalau..." aku menceritakan semua yang terjadi padanya waktu itu dan cerita kak adara yang trauma seorang muslim.
"miris banget"
"namanya juga hidup nad"
"lo cari lagi aja yang lebih dari varel"
"gue bisa nad, nyari lebih dari dia tapi gue gak bisa bohongin hati gue yang lebih sayang dan nyaman sama orang yang belakangan ini buat gue jatuh dalam lingkaran cintanya sampe gue bener bener gak bisa berdiri tanpanya"
"lo putus beneran? "
"mungkin"
"kok gak yakin gitu sih? " tanya nadia kesal.
"gak tau nad, udah deh jangan bahas ini terus, mending sekarang kita ke kelas" nadia mengangguk dan segera membayar bakso dan bakmi yang tadi kami pesan.
Saat kami sedang berjalan menuju kelas, tiba-tiba segerombolan murid berlarian menuju arah lapangan.
Nadia yang memiliki keingintahuan yang tinggi langsung menanyakan kepada salah satu murid.
Tanpa memberitahukan apa yang terjadi ia langsung menarikku menuju kerumunan yang ada di tengah lapang.
Nadia dengan mudah menyerobot kumpulan murid hingga kami paling depan dan kini aku dapat melihat jelas kak ricardo yang sedang berlutut sambil memegang bucket bunga dan kak arva yang diam mematung tanpa expresi.
"jadi gimana? Apa kamu mau jadi pacar aku? " tanya kak ricardo dengan sungguh.
Kak arva sempat terdiam seperti sedang berfikir membuat kak ricardo terlihat tegang.
Kak arva menuntun kak ricardo untuk berdiri di hadapannya.
"maaf ric, tapi gue udah nganggep lo sahabat gue, dan gue gak mau kalo suatu saat nanti panggilan akrab kita berganti jadi anda dan saya" jelas kak arva dengan serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Tuhan Kita Berbeda [TAMAT]
RomansaSebuah rasa memang tak tentu harus jatuh pada siapa, kapan dan bagaimana karena itu sebuah naluri alami manusia, namun bagaimana jika rasa itu datang pada hal yang tak bisa kita miliki dan harus mengorbankan kepercayaan untuk bisa bersama? Ataukah m...