Bagian 25

6.4K 446 1
                                    

Aku terdiam di kursi taman belakang menikmati waktu sore yang begitu sunyi, semilir angin sesekali menyibak rambutku. Varel sudah kembali ke jogja untuk melanjutkan kuliahnya membuatku merindukan sosoknya yang acuh tak acuh dan kadang menyebalkan.

"Kenapa duduk sendirian dil?,"papah duduk di sampingku.

"Papah istirahat di dalem ya, biar kesehatan papah gak turun lagi, ayo dila anter,"dengan sigap menuntun.

"Sesekali papah juga harus menghirup udara luar,"papah menarik lenganku untuk duduk kembali.

Kusandarkan kepala ini pada pundak papah dan diam menahan semua pertanyaan yang berputar diotak.

"Pah, apa maksud mamah bilang kalo dila anak pungut?,"kuberanikan untuk bertanya pada papah karena tak pernah menemukan jawaban lagipula mamah kini benar benar menjaga jarak denganku.

"Mamah itu memang seperti itu, bicaranya suka asal,"jawaban papah yang santai namun menyimpan banyak hal yang tak ingin ia ungkapkan padaku membuat rasa penasaran ini semakin besar.

"Papah jangan bohong, kasih tau dila sekarang pah, dila udah gede, papah juga gak bisa nyimpen semua ini sendiri sedangkan mamah makin keliatan benci sama dila."

"Papah sayang sama kamu apapun yang terjadi,"papah kembali menjawab dengan hal yang membuatku semakin yakin kalau aku bukan anak kandungnya.

"Papah udah gak bisa bohong lagi sama dila, apa papah tega bohong terus ke dila?."

Papah menarik nafas dan menghembuskannya dengan gusar."Kamu memang bukan anak kandung papah dil,"seketika mataku memanas hingga airmata membendung membuat pandanganku kabur dan jantungku seolah berhenti sejenak.

"Kamu anak dari sahabat papah, orangtua kamu meninggal karena kecelakaan dan hanya kamu yang selamat,"papah terdiam seolah tak sanggup melanjutkan."keluarga papah kamu gak mau nerima kamu karena papah kandungmu menikah dengan ibumu yang kastanya dibawah, pernikahan mereka juga tak direstui jadi mereka tidak menganggap keberadaanmu walau sebelumnya keberadaanmu diharapkan sebagai senjata agar mereka mendapat restu dan kembali bersama keluarga setelah diusir karena papah juga gak punya anak jadi kamu papah adopsi,"aku terdiam mendengarkan penuturan papah dan berusaha menerima semua kenyataan ini.

"Jadi ini alesan mamah gak suka sama dila,"papah terdiam seolah membenarkan pernyataanku.

Kini semua terbongkar, aku bukan anak kandung papah dan juga anak yang tak dianggap di keluarga kandungku sendiri.

Papah memelukku dan menguatkan aku yang tak pernah siap menerima semua kenyataan ini bahkan tak pernah menyangka akan seperti ini.

"Papah gak pernah ingin kamu tau kenyataan sebenarnya sampai kapanpun, tapi semua tak sesuai harapan,"ucap papah sendu sambil mengecup puncak kepalaku.

Pelukanku semakin erat takut bahwa ini tak akan pernah bisa lagi ku peluk. Terima kasih ya Allah engkau masih berikan aku seorang yang sayang dan tulus kepadaku, seorang pahlawan pengganti orangtuaku.

Matahari yang semakin tenggelam oleh waktu pun seolah tak perduli denganku, bahkan ia hanya memberiku bayangan malam yang gelap.

Aku memeluk bingkai foto orangtua kandungku yang papah simpan selama ini, isak tangis rindu tertahan di tenggorokan membuat dada ini sesak apalagi ketika melihat mereka nampak bahagia menggendong balita yang ikut tertawa diantara mereka.

Esok pagi papah mengajakku untuk nyekar dimakam mamah dan papah kandungku. Kulihat nisan mereka yang berdampingan dipayungi pohon yang sedang berbunga nampak begitu damai dan indah.

Setelah menyekar di makam mereka, semua barang kukemas karena akan pindah ke bandung untuk meneruskan pendidikan dan memulai hidup baru tanpa harus tinggal di rumah ini lagi.

Ketika Tuhan Kita Berbeda [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang