Bagian 14

6.9K 528 5
                                    


Semenjak kejadian waktu itu kak varel tak pernah lagi menghubungiku, bahkan setiap kali menghubunginya nomornya tak pernah aktif.

Merasa kehilangan? Tentu saja. Bingung? Pasti bagaimana tidak orang yang kini benar benar ku sayangi pergi begitu saja bagai di telan bumi.

Lalu bagaimana dengan statusku saat ini yang menggantung begitu saja bagai jemuran yang hampir jamuran.

"dil, dilloo!" seru nadia dari samping yang cukup memekakkan telinga, kebiasaan nadia yang jika sudah kesal akan memangil nama lengkapku atau dilo.

"apaan sih nad, gue di pinggir lo, jangan teriak teriak deh" balasku dengan malas.

"lo kenapa sih dil? Dari tadi udah gue panggil tapi lo gak jawab yaudah gue teriak " jawabnya santai.

"oh maaf" balasku.

"lagi ada masalah ya? Cerita dong!" tebakannya begitu tepat. Memangnya mimik muka ku begitu jelas terlihat?.

"nggak kok nad" jawabku berbohong.

"lo gak bisa bohong ardilla putri kanza " balasnya kesal "lo gak mau cerita gitu, sama gue? ".

Sebenarnya gak mau aku menceritakan permasalahanku dengan varel tapi apadaya aku pernah berjanji tak akan pernah menutupi permasalahan yang aku alami.

Akhirnya ku ceritakan semua kejadian di rumah sakit tentang kita yang saling mengetahui perbedaan agama yang kita anut.

Nadia melongo dan kebingungan dengan jalan cerita kisah cintaku yang tak pernah berhasil. Aku hanya menampilkan mimik wajah melas, dan tak bersemangat.

"sedih amat sih dil, kisah lo" dukanya hentah sindirnya.

"ya gitu deh"

"orang yang lo anggap dewasa buat ngerjalin hubungan sama lo ajah masih khianatin lo dan sekarang malah perbedaan kepercayaan miris banget "ucap nadia geleng kepala.

"gak tau deh, bingung "

"terus hubungan lo sama varel gumana? "

"gantung" jawabku hampa.

Sempat hening di antara kami hingga akhirnya nadia mengajakku ke sebuah caffe yang selalu ramai menjadi tongkrongan anak anak muda.

Nadia memang selalu punya seribu satu cara untuk membuatku bahagia walau selalu gagal .

Melihat para muda mudi bersama pasangannya yang sedang bersanda gurai cukup membuatku iri, suasana seakan menjatuhkanku bukan mendukung, keceriaan mereka seolah meremehkan, tawa mereka seolah menertawakan, miris sekali kisahku.

Benarkan apa kataku nadia selalu gagal membuatku bahagia, buktinya dia malah membawaku ke tempat tongkrongan anak muda yang sedang bersama kekasihnya.

Ku edarkan pandanganku ke arah lain, melihat nadia berjalan ke arahku sembari membawa pesanan kami berdua.

"gimana tempatnya seru kan?" sebuah pertanyaan bodoh menurutku, apakah ia tak melihat aku yang begitu ingin segera pergi?.

Aku hanya menganggukan kepala dan tersenyum kecut.

"terus apa yang bakal lo lakuin?" aku hanya menjawab dengan mengangkat kedua bahuku.

"jenguk aja" usulnya.

"gue takut di usir"

"lo bawa apa kek yang dia suka"

"apa gue bawa makanan masakan gue yang dia suka ya? " jawabku ngasal.

"bisa jadi, udah buruan ayo kita belanja bahannya" ajaknya dengan semangat.

Ketika Tuhan Kita Berbeda [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang