Bagian 9

8.2K 634 14
                                    


"Kamu ngomong apa sih? Aku baru dateng terus kamu bilang kaya gini" lemas sekali rasanya mendengar varel berkata begitu padaku.

"Kalo kamu mau putus aku bakal terima kok" jawabnya Varel datar.

"Putus? " tanyaku hampa.

Varel tidak menjawab, ia hanya terdiam dengan wajah yang sulit di tebak.

Sulit sekali menggambarkan perasaan hatiku saat ini, aku yang selalu berusaha menerima keadaannya tapi ini kah balasannya.

"Kamu kenapa sih, aku gak ngerti sama apa yang kamu bilang."

"Aku tau kamu pasti malu karena punya cowok penyakitan dan kamu pasti bakal ninggalin aku karna aku cowok penyakitan yang gak berguna" ucap Varel sinis.

Sejuta pesona yang selalu ia terbarkan hilang begitu saja, sikapnya yang hangat dan terlihat begitu penyayang seketika pergi dan berubah menjadi dingin seolah tak perduli bagaimana perasaan ku saat ini.

Mataku memanas hatiku sesak saat sosok yang berjanji tak akan menyakiti dan akan menjaga kini hentah kemana.

"Kamu mikir kalo aku malu punya pacar penyakitan? Dan kamu juga mikir kalo aku bakal ninggalin kamu di saat kamu kaya gini?"ucap ku sendu" Aku bisa rel, aku bisa ninggalin kamu dari dulu dari kita pertama pacaran, tapi aku masih disini setia nunggu kamu ngelawan penyakit kamu Varel! karna aku sayang sama." emosiku meluap begitu saja saat varel dengan mudahnya menyamakan aku dengan wanita murahan di luar sana.

Airmataku turun begitu saja di pipi, cukup untuk menggambarkan kekecewaan yang aku rasakan.

" mungkin lo kasihan sama gue dil, makannya lo bertahan" ucap Varel yang sedikit kaget saat mengetahui bahwa aku sudah mengetahui perihal penyakitnya sudah lama lalu kembali menanggapi dengan cuek.

" kamu gak bisa nyamain aku kaya mantan mantan kamu yang udah hianatin kamu dan ninggalin kamu gitu aja " ucapku yang semakin terasa berat hati.

"Lo boleh pergi dil, lo bebas mulai saat ini" jawab Varel dingin sembari membuang pandangannya.

"liat aku Varel, lihat apa aku bohong kalau aku gak sayang sama kamu? Apa aku juga bertahan cuma karena kasian sama kamu rel? liat aku rel liat!" suaraku naik satu oktaf.

Varel enggan melihatku bahkan menganggap aku tak ada.

Varel diam tak menanggapi perkataanku.

"Kamu jahat rel, kamu jahat kamu bohong kalo kamu bakal sayang sama aku" lirihku.

Hening.

Kami sibuk dengan pemikiran kami sendiri. Hatiku berkata untuk pergi tapi ragaku bersikap untuk bertahan.

Aku melangkah pergi meninggalkan kamar inap Varel dari pada hatiku semakin sesak oleh ucapan Varel yang datar dan kelakuannya yang cuek.

****

beruntung tak ada orang di rumah, mungkin mereka sedang sibuk di luar, aku menuju kamar menghempaskan tubuh di atas kasur.

Tangis kembali mengalir di pipi.

Aku bimbang pada status hubunganku dengan Varel.

Aku segera membersihkan diri dan mengompres mata agar tak tertera bekas tangis.

Acara makan malam di lewati hanya dengan melamun dan melakukan apapun yang di titah mamah tanpa membantah karena tak ingin menambah kalut hati saat ini.

Kesal sekali rasanya karena hanya aku dan bi darsi yang menyiapkan makan malam, mamah sibuk membantu pekerjaan papah sedangkan kak widia dan bagas malah asik bercengkerama di meja makan.

Ketika Tuhan Kita Berbeda [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang