Di sore hari yang lenggang ini membuatku nyaman duduk di salah satu meja cafe yang menghadap jalan dan memperhatikan setiap gerakan kendaraan atau lalu lalang manusia yang lewat, sambil menikmati cappuccino kesukaanku di tambah dengan musik yang di setel secara tenang di cafe ini, menambah kenyamanan untuk terdiam menikmati segala yang kurasakan dan mensyukuri apa yang kumiliki saat ini.
Ponsel yang berdering memecah keheningan di kepalaku.
"Halo mbak, ada apa?."
"Kamu dimana dil?."
"Lagi ada di cafe mbak."
"Aku kesana sekarang, bye."dan langsung terdengar sambungan telpon ditutup, seketika perasaan yang tadi damai kini menjadi cemas tak karuan.
Benar saja setelah beberapa lama menunggu, mbak Leni datang dengan mimik muka yang tak senang.
"Kenapa mbak?,"ucapku membuka pembicaraan ketika ia di hadapanku.
Ia diam sejenak seolah ada keraguan yang tergambar pada raut wajahnya.
"Em aku mau mau tanya sesuatu sama kamu,"wajahnya terlihat serius juga cemas secara bersamaan.
"Tanya apa mbak?."
"Apa sebelumnya kamu kenal sama Anggara?."Seolah di tampar dengan pertanyaan mbak Leni seketika aku terdiam dan bingung harus menjawab apa.
"Ahh mbak bikin aku kaget aja, ya masa sih aku kenal lebih dulu sama mas Anggara,"ucapanku jujur, karena yang ku kenal dulu adalah Varel dan sosoknya kini sudah berubah menjadi Anggara. Kalo dulu Varel adalah mantan kekasihku sedangkan Anggara adalah calon dari sahabatku jadi menurutku itu berbeda.
Namun mbak Leni tidak mempercayai begitu saja karena hingga kini rasa di interogasi masih terasa. Mbak Leni memainkan ponselnya beberapa saat dan memperlihatkan sebuah foto, foto aku,Varel dan orang-orangan yang memakai kostum robot di teras cihampelas yang mana menjadi kisah terakhir kami saat itu.
"Ini kamu sama Anggara kan?,"ucapnya datar membuatku terdiam dan bertanya tanya mengapa foto itu ada di ponsel mbak Leni padahal semenjak putus semua foto itu sudah ku hapus.
Ada raut kecewa sekaligus pertanyaan yang berkecamuk di hati mbak Leni terlihat begitu jelas, "Itu aku sama Varel mbak,"ucapku hampa.
"Varel joseph anggara, dan apa yang terjadi sama kalian dulu?."
"Kenapa mbak nanya kaya gini?."
"Karna apapun yang aku tau nanti adalah keputusan yang bakal aku ambil."Aku benar benar merasakan sosok mbak Leni yang berbeda dari biasanya.
"Maksud mbak Leni?,"gumamku.
"Jelasin aja dil."Dan akhirnya aku menceritakan semua yang pernah terjadi antara aku dan Varel dimasalalu. Seiring dengan cerita yang ku utarakan mbak Leni nampak kaget dan berfikir hentah apa yang ia fikirkan.
"Kenapa kamu gak bilang klo kalian punya hubungan dimasalalu, dan bukannya kamu cinta banget sama-."
"Aku udah gak ada perasaan lagi, semua udah ilang seiring dengan waktu yang aku jalanin tanpa dia dan mbak gak usah mikir yang macem macem lagi diantara kami,"ucapku menenangkan.
Ia terdiam dalam renungnya, dan mungkin saja merasakan berada pada posisi tak nyaman ketika sudah bersusah payah menerima Varel sebagai calonnya kini mbak Leni harus mengetahui masalalu diantara kami, "Aku pamit dil, makasih."Mbak Leni pergi meninggalkan perasaanku yang juga ikut kacau.
Mbak Leni tak bisa kuhubungi selama dua hari ini dan bodohnya aku tak menanyakan dimana hotel yang ia tinggali selama disini.
Dering telepon membuatku bahagia untuk sejenak karena ku fikir itu dari mbak Leni, namun ternyata dari kak Ricardo.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Tuhan Kita Berbeda [TAMAT]
RomanceSebuah rasa memang tak tentu harus jatuh pada siapa, kapan dan bagaimana karena itu sebuah naluri alami manusia, namun bagaimana jika rasa itu datang pada hal yang tak bisa kita miliki dan harus mengorbankan kepercayaan untuk bisa bersama? Ataukah m...