Part 6

176 18 2
                                    


Penghujung 2015

"Dit, nanti temenin gue nonton MotoGP lagi ya kayak waktu itu," ujarku saat mengunjungi rumah Adit.

"Iya. Kalo ada waktu ya gue usahain. Eh si Marc chat lagi ga sama lo?"

"Belum. Sibuk kali ya? Maklumin aja."

"Eh inget ga waktu GP Malaysia 2014 gue sempet ngobrol sama Alex? Dia bilang minta nomer hp lo terus gue kasih."

"Oh gitu ya.. sempet sih gue ngobrol sama Alex di DM Twitter. Dia nyampein pesan Marc buat gue, dia bilang Marc lagi gak mood buat chat."

Di akhir bulan Desember yang basah ini, aku mulai kesepian. Lagi. Saat langit di seluruh penjuru mata angin berwarna kelabu, aku tak pernah bisa merasakan kehangatan matahari. Ya, matahari. Cahayaku yang penuh makna.

Nanti saat malam, kesepianku sangat mencekam. Kupandangi potret dirinya di bawah sinar bintang. Tapi seakan telah janjian dengan matahari, bintang pun bersembunyi bersama bulan. Malu-malu mereka untuk keluar menyapa kesendirianku.

Aku diam. Membisu. Memikirkan dia setiap detik, setiap jengkal langkahku. Apa aku benar-benar mencintainya? Aku ingin menepis rasa itu karena aku tak pantas untuknya. Lagipula, jika aku memang mencintainya, aku tak mau rasa cintaku kepadanya lebih besar daripada rasa cintaku kepada-Nya.

Tak kutemukan cahayaku di siang, senja, dan malamku sebagaimana beberapa bulan yang lalu, dia hadir menemani hatiku untuk bercengkerama.

Tak kutemukan cahayaku dalam gelap pekatnya mimpiku. Mungkin tak lama lagi cahaya itu hadir kembali. Jika tidak, aku yang harus menghampirinya dan membawanya merasuk jauh ke dalam sukmaku.

Marc, tu eres mi luz en la oscuridad.

Puente Romano de CordobaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang