Part 2

264 22 10
                                    

"Hey," sapaku. Dia kece banget walau hanya memakai t-shirt, celana jeans, dan sepatu kets. OMG, senyum mautnya membuatku berdiri mematung, tak bisa apa-apa.

"Hey. Kamu datang tepat jam 7. Aku suka orang yang datang tepat waktu."

"Yeah..."

"Zarra, kamu bener-bener cantik," sahutnya sambil melangkah mendekatiku.

Sengatan listrik menjalar di sekujur tubuhku. Haduh, jangan sampai pingsan! Kesempatan langka bisa ngobrol dengannya lagi.

"Kamu kenapa? Ada yang aneh denganku?"

"Mmhh.. enggak kok. Aku cuma gugup aja," jawabku sambil mengalihkan pandangan ke sungai Guadalquivir.

I hear the beat of my heart getting louder whenever I'm near you. Lirik lagu I Wish itu yang sekarang memenuhi kepalaku dan memacu jantungku berdetak lebih cepat.

"Zarra, tatap aku."

Aku menatap mata coklat yang bersinar seperti bintang polaris itu.

"Zarra, berapa lama kamu di sini?"

"Lima hari, tiga hari di Cordoba dan dua hari di Granada."

"Sebentar banget. Padahal aku pengen kamu lebih lama di sini."

"Aku juga pengennya gitu."

Marc meraih tanganku, memegangnya erat. Kini jaraknya hanya tiga sentimeter saja dariku. Dia menyelipkan poniku yang mulai memanjang ke belakang telinga. Hh aku harap waktu dapat membeku saat ini.

"Kamu udah pergi ke mana aja hari ini?" tanyanya sambil menjauh sedikit dariku.

"Puente Romano, Mezquita, dan Minaret," jawabku sambil menyunggingkan senyum.

"Wah, kamu makin imut kalo senyum gitu plus pipi yang merona. Kamu pakai blush on?"

"Enggak. Aku gak terlalu suka pake make up."

"Aku suka cewek yang cantik alami. Kok kamu jadi gugup gini? Tadi kan kita udah ngobrol banyak pas siang."

"Keliahatan ya kalau aku gugup?" aku jadi kikuk. Lagi.

"Iya. Tapi itu bikin kamu makin lucu."

Mataku kembali menatap sungai Guadalquivir. Hidungku melayang tinggi bagai burung yang lepas dari sangkar. Aku meleleh ada di dekat Marc. Baru ada cowok kayak dia yang membuatku seperti ini. Padahal, ini hari pertama kita bertemu. Selama ini, cowok yang dekat denganku hanya sebatas teman yang sering kerja kelompok bareng, teman setim di tim basket, bahkan pernah ada yang mendekatiku cuma untuk meminjam rubik dan minta aku mengajarinya. Yeah, that's me. Jomblo ngenes.

Aku dan Marc kembali tenggelam dalam percakapan yang seru. Kali ini, aku jadi semakin rileks meskipun jantungku tetap meledak-ledak. Sampai akhirnya, jantungku benar-benar meledak dan hatiku meleleh saat Marc mengucapkan kata-kata yang aku kira hanya candaan.

"Zarra, aku suka kamu. Te amo."

"Ap.. apa? Marc?"

"Oh, no. Forget it. I don't.. arghh forget it, k?" dia memalingkan wajah tampannya.

"What? Um.. ok I'll forget it. You're just kidding, right?"

"Ye..yeah.. just kidding," ucapnya sambil menggaruk kepala belakangnya yang aku tahu tidak gatal.

Aku harap dia gak bercanda. Tapi, aku tahu harapan aku itu terlalu jauh. Ya, memanbg benar aku harus melupakannya.

"Hey, Marc what are you doing here?"

Tiba-tiba muncul suara seorang cewek berambut pirang. Semakin jelas kulihat saat cewek itu mendekat ke arah Marc dan langsung memeluknya seraya mencium pipi kirinya. Aku tahu, mereka punya hubungan spesial terlihat dari bahasa tubuh keduanya.

"Mm.. Fiona ini Zarra. Zarra ini Fiona. Fiona is my girlfriend."

"Hi, I'm Fiona Haloway. Nice to meet you." dia menyunggingkan senyum yang kelihatannya gak ikhlas.

"Hi, I'm Izarra Malik. Nice to meet you too."

"So, you're friends?"

"Yeah.. I just met him for the first time this noon," jawabku.

"Oh I see. Marc let's go back to the hotel. I need you, darl," pintanya dengan manja. Aku tak suka nada bicaranya. Marc hanya mengangguk dan tersenyum padaku sambil mengucapkan selamat tinggal sedangkan Fiona melirik padaku dengan senyuman angkuh. Mungkin dia memang begitu. Ya, aku mengerti Marc memang cuma bercanda karena dia sudah punya cewek itu. Kekasihnya yang hot.





Puente Romano de CordobaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang