Part 13

135 10 2
                                    

27 Desember 2015

"Ra, katanya kamu butuh box buat nyimpen kaset sama CD. Tuh Mama punya box kosong di lemari," ujar Mama mengingatkanku.

"Oh iya, Ma. Di lemari yang mana?" Tanyaku.

"Di lemari kecil di kamar Mama. Boxnya warna coklat."

"Iya, Ma."

Kamar Mama tidak seluas kamarku tapi, kamarnya selalu rapi dan bersih karena Mama gak punya waktu buat bikin kamarnya kotor. Mama selalu ngajarin aku untuk selalu menjaga kebersihan kamar dan membuat barang-barang yang ada di kamar selalu rapi.

Lemari kecil itu ada di pojok dekat tempat tidur Mama. Sudah lama aku gak masuk kamar Mama semenjak mulai kuliah. Dulu, sewaktu SMA aku masih sering masuk kamar Mama untuk menyelesaikan tugas menyapu seluruh ruangan di rumah sementara Mama sibuk di dapur atau taman.

Lemari itu tak pernah dikunci jadi aku langsung membukanya dan mencari box itu. Box coklat yang lumayan besar dan tanpa debu sama sekali. Aku langsung membukanya.

"Perfect. Ma, boxnya udah ya aku pake aja. Makasih."

"Iya."

Aku tak sabar untuk memasukan semua kaset dan CD yang kupunya. Semuanya musik jadul. Pertama, aku merapikan CD yang didominasi CD Westlife dan Julio Iglesias dan ada dua CD yang sekarang jadi favoritku, album One Direction Take Me Home dan Midnight Memories. Sayang sekali, aku tak sempat membeli album Four dan Made in the A.M. Lalu, aku mulai menata kaset yang didominasi kaset Julio Iglesias dan Michael Jackson.

Setelah semuanya selesai, aku baru menyadari kalau box ini punya storage termbunyi di dalam sisi kanannya. Dan itu tak terkunci. Aku pikir, aku bisa memasukan beberapa kertas kecil berisi quotes kesukaanku tapi, ternyata storage itu ada isinya.

Amplop surat tanpa isi dan foto.

Anak kecil sekitar tiga tahunan dengan seorang lelaki yang aku yakini itu ayahnya dan seorang ibu di kebun binatang. Siapa dia? Aku? Tapi, Mama gak punya fotoku waktu kecil kecuali satu foto ketika aku masih bayi. Fotonya terlihat kuno sekali. Dan, tunggu. Aku kenal siapa perempuan itu. Itu Mama, aku yakin.

Baru saja aku akan menghampiri Mama tapi urung kulakukan. Aku masih penasaran dengan satu foto yang lain.

Gadis kecil berbalut kaos biru langit dan celana jeans selutut dipadu sepatu putih yang sporty berdiri bersebelahan dengan anak lelaki sambil tersenyum ceria. Aku kenal anak lelaki itu. Marc. Wajahnya memang tak banyak berubah dari kecil sampai sekarang jadi aku bisa mengenalinya. Dan gadis kecil itu punya rautan wajah yang mirip dengan fotoku di buku rapor SD. Aarrrghh mencurigakan...

Kenapa foto Marc ada di sini??

Aku jadi ingin punya seorang ayah seperti teman-temanku yang lain. Tapi, Papa pergi meninggalkanku dan Mama saat aku dua tahun. Lalu, bagaimana dengan foto pertama tadi? Siapa mereka yang bersama Mama?

Satu lagi yang belum kuperiksa. Amplop surat berwarna kuning yang setengahnya tersobek. Tertulis di bagian depan alamat rumahku dan ditujukan kepada Mama. Walaupun tersobek, aku mengenali bahwa itu alamat rumahku. Lalu, aku mengecek bagian belakang yang terdapat alamat rumah pengirim. Hanya bagian awal alamatnya saja dan bagian pengirim sudah tersobek.

Carrer Santa Col...
25200 Cervera, S...

'Santa Col... ahh Santa Coloma kali ya?' Yakinku dalam hati.

Aku langsung membuka aplikasi Google Maps. Kuketik 'Carrer Santa Coloma, Cervera' untuk mastikan. Aku sudah tahu daerah itu karena aku ingin tahu alamat Marc dan mencarinya. Dulu, saat aku masih punya waktu menjadi stalker, aku mencari-cari alamat rumah Marc. Berawal dari video yang menampilkan rumahnya, aku mempelajari keaadan sekitarnya, morfologi tempatnya, dan keunikan-keunikan di jalan menuju daerah tersebut, hingga akhirnya aku menjelajah Cervera melalui Google Maps. Setelah delapan kali gak ketemu juga, di kali kesembilan akhirnya ketemu.

Dan yah. Sesuai dengan foto kedua yang aku amati.


Puente Romano de CordobaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang