Part 9

167 18 0
                                    

Sepang, Oktober 2014

Marc membantuku untuk mendapatkan akses ke paddocknya dan sekarang dia sedang menungguku di motorhome. Aku agak grogi untuk bertemu lagi dengannya.

Kususuri jalan beraspal ini. Suara bising mesin motor menjadi hal yang biasa di sini. Kini aku di Sirkuit Sepang, Malaysia untuk menonton Marc secara langsung. Beruntung aku ke sini tak sendiri. Sepupuku, Adit menemaniku tapi di tengah perjalananku ke motorhome-nya Marc, Adit pamit sebentar untuk menghampiri Alex Márquez, adik kesayangan Marc di hospitality team Estrella Galicia 0,0.

Saat aku melihat tulisan besar "Repsol Honda" aku langsung tahu ke mana aku harus masuk. Di luar motorhome, aku melihat ada beberapa lelaki yang sedang mengobrol. Aku yakin mereka adalah Shuhei Nakamoto, Santi Hernández, Carlos Liñán, dan Javier Ortiz. Sayup-sayup aku mendengar mereka sedang membicarakan tentang chasis.

Ketika mereka melihatku, Javier berkata, "Masuk saja. Marc menunggumu."
"Ya. Gracias," jawabku sambil tersenyum simpul.

Aku memasuki motorhome-nya Marc. Aku mendapati Marc sedang asyik dengan laptopnya. Ketika menyadari kehadiranku, ia menengadah menatapku dengan mata membulat.

"Sini duduk sebelahku, Zarra."

"Terima kasih."

"Mm.. mungkin kamu bingung ya kenapa aku menyuruhmu ke sini," ucap Marc sambil menyunggingkan senyum khasnya.

Aku hanya mengangguk.

"Aku tuh orangnya suka to the point. Aku rasa kamu udah tahu aku tuh kayak gitu. Dan, sekarang aku mau langsung bilang terima kasih kamu udah bisa nyemangatin aku walaupun secara tidak langsung dan sekarang kamu ada di sini bikin aku makin semangat."

Pemuda ini terus melanjutkan alasannya memintaku datang ke sini dan bercanda lalu terbahak karena membaca pesan yang dikirimkan Alex.

"Oh ya ada satu hal yang gak bisa kuungkapkan to the point. Aku pikir kamu bisa bantu aku untuk mengungkapkan hal itu."

Ada jeda sejenak.

"Apa itu?" tanyaku sambil mengikatkan tali sepatuku yang lepas.

"Butuh proses, Zarra. Nanti kamu tahu kok."

"Ok. Gapapa kok kalo emang kamu ga mau ngasih tau aku."

"Bukan gitu maksud aku. Nanti ada waktunya, Zarra."

"Oh ya, aku bawa novel ini nih seru banget. Kamu harus baca."

"Apa judulnya?"

"Delirium karya Lauren Oliver."

"Tentang apa?"

"Tentang cinta itu penyakit. Pokoknya cinta itu dilarang. Baca aja aku gak mau jadi spoiler."

"Tapi aku ga mungkin nyelesein buku tebel ini minggu ini. Mending kamu yang ceritain dari awal sampai akhir."

"Lama loh soalnya aku tuh kalo nyeritain isi buku ya selengkap-lengkapnya. Aku takut kamu bosan. Mm mending kamu bawa aja."

Dia menatapku.

"Ini buat kamu. Aku udah selesai kok bacanya."

"Thanks."

"Mm kalo emang kamu suka baca buku dan kamu butuh rekomendasi buku, tanya aja ke aku," tawarku.

Aku memang semangat sekali jika topik pembicaraannya tentang buku.

"Kamu kutu buku, ya?"

"Iya, bisa dibilang gitu."

"Ok. Kira-kira buku apa ya yang isinya inspiratif tentang kehidupan masyarakat Indonesia supaya aku lebih mengenal negara kamu."

"Laskar Pelangi. Buku karya Andrea Hirata itu udah diterbitkan dalam bahasa Spanyol, judul terjemahannya La Tropa del Arco Iris. Cari deh pasti ada."

"Siap! Mulai sekarang boleh kan aku panggil kamu 'Perpustakaanku'?"

"Iya terserah kamu, Marc."

Semakin hari aku semakin akrab dengan Marc. Tapi, aku merasa déjà vu. Aneh, seperti sudah terjadi sebelumnya. Tapi kapan?

Aku dan Marc melanjutkan obrolan ini. Aku agak sedikit bingung sih saat dia membicarakan masalah motor karena aku gak banyak tahu tentang itu dan aku lebih suka saat dia membicarakan strateginya supaya bisa jadi juara dunia kedua kalinya. Pikiranku melayang jauh ke GP Jepang tanggal 12 Oktober lalu.

Aku lihat gerakan mulutnya dan aku mengingat masa laluku. Tapi masih abstrak.

"...pokoknya gitu ceritanya. Rara, kamu harus liat ini..." kata-kata setelahnya tak bisa kucerna.

Rara? Mama bilang itu nama kecilku dan semenjak SMP tak ada lagi yang memanggilku Rara. Dari mana Marc tahu nama kecilku itu? Dari Adit? Tapi Adit kadang ikut-ikutan temanku manggilku Zarra dan dia belum sempat bertemu dengan Marc.

Puente Romano de CordobaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang