X - Last Game

73.2K 1.7K 67
                                    

[21+]

----------------

~Stella Haruno

Paman Ken mengulum bibirku dengan panas, sedangkan lidahnya yang tak bertulang itu melesat masuk ke dalam mulutku, berusaha untuk melilitkan lidahnya bersama dengan lidahku. Napasku sudah terengah-engah, tubuhku juga ikut memanas mengikuti arus ciuman dari aman Ken.

Jemarinya terus bergerak, mempermainkan kedua payudaraku yang sangat pas di dalam genggamannya. Dia memilin, memutar, menekan puncak kedua payudaraku dengan penuh keahlian. Aku ingin memberontak, akan tetapi percuma saja, secara perlahan tenaga tubuhku semakin menurun, tidak sebanding dengan kekuatan tubuh kekar paman Ken yang semakin lama kini semakin kuat menggebu. Membuatku mengerang kecil karena rangsangan yang ia diberikan.

Bibir basahnya kini berpindah pada telingaku, lagi-lagi memberi rangsangan lebih padaku. Menemukan titik dimana pikiranku akan terbang melayang. Puas dengan telingaku, ia menurunkan bibirnya ke leherku, membuatku harus mendongakan kepala lalu meninggalkan jejak panas dan basah disana. Dan aku harus menahan lenguhanku sendiri dengan menggigit bibir bawahku.

Kenapa tubuhku selalu menjadi begini?

Rasa panas, dingin, takut, kaku, serta kenikmatan bercampur menjadi satu kesatuan yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.

Cumbuannya kembali turun menuruni dadaku, tepatnya di antara belahan payudaraku. Mulut nakalnya itu kini mengikuti dan menggantikan jemarinya yang sedari tadi mempermainkan titik puncak payudaraku. Ia mulai mengulumnya, menjilat, bahkan menghisap layaknya seorang bayi yang sedang menyusu pada ibunya. Tak luput juga ia menggigit kecil puncak kedua dadaku itu, membuat sekujur tubuhku menjadi tersentak.

"Ahhhh... sakit paman Ken," desahku yang sudah tak bisa kutahan lagi. Bahkan tubuhku menggeliat gelisah ke arah kanan dan kiri akibat ulah paman Ken, sedangkan salah satu tanganku mencengkram kain kasur begitu erat.

Paman Ken melirikku sekilas, menatap wajahku yang sudah memerah seperti tomat masak, lalu menyeringai tipis nampak puas akan aksinya tersebut. Tak peduli dengan desahanku, ia kembali menghisap puncak putingku yang sudah mengeras di dalam mulutnya. Lalu secara bergantian melakukannya kembali pada sisi payudaraku yang lain.

Selesai dengan dadaku dan memberikan bercak kemerahan di sekitar payudaraku, lidahnya bergerak turun ke arah pusarku hingga membuat deru napasku berhenti untuk beberapa saat ketika benda tak bertulang itu menyusuri setiap lengkuk kulit polosku. Hingga akhirnya ia berhenti di atas celana dalamku.

Ia menjauhkan tubuhnya dariku sesaat, hanya untuk membuka kemejanya lalu membuangnya secara asal. Aku tertegun, terpesona akan indahnya tubuh milik paman Ken ini, kedua bahunya begitu lebar, sedangkan otot-ototnya terbentuk dengan sempurna. Dadanya begitu bidang, dan bagian perutnya membentuk sixpack seksi bewarna perunggu menggoda.

Kini aku mengerti, kenapa ratusan wanita di luaran sana rela mengantri hanya untuk dapat bercinta dengannya.

Sungguh, paman Ken adalah sosok pria begitu sempurna yang harus masuk dalam buku penghargaan sepanjang hidupku.

Karena terlalu fokus mengagumi tubuh paman Ken, aku sampai tak sadar jika celana dalamku, bahan satu-satunya yang tersisa di tubuhku, kini sudah menghilang entah kemana.

Suhu ruangan pendingin langsung menerpa kulit telanjangku. Seharusnya yang kurasakan adalah menggigil kedinginan, tapi nyatanya, yang kurasakan tubuhku semakin memanas.

Malu akan tubuh bagian bawahku, secara refleks aku langsung merapatkan kedua kakiku dengan erat. Sungguh, aku tak ingin paman Ken melihat anggota intimku yang belum pernah di lihat oleh pria manapun.

Marriage Season (Dirty!!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang