~Stella Haruno
Perlahan kubuka kedua kelopak mataku. Aku menyerngit ketika sebuah cahaya cukup terang menusuk kornea mataku. Kulebarkan pandanganku, dan pertama kali yang dapat kulihat adalah atap-atap langit bewarna putih. Kugerakkan kepalaku ke arah kanan dan kiri.
Entah sekarang aku berada dimana, sepertinya ini bukan ruangan biasa. Jelas-jelas ini tidak kamarku, tidak juga dengan kamar paman Ken. Lalu ruangan serba putih ini milik siapa? Dan sebetulnya dimana aku sekarang?
"Akhirnya anda sadar juga," ujar seseorang. Aku sedikit terkejut dan mencari dimana sumber suara itu berasal. Salah satu alisku naik begitu heran ketika ada sosok malaikat yang kini sedang mendatangiku. Pria itu mengenakan pakaian serba putih. Rambutnya bewarna hitam sedikit panjang. Kedua matanya begitu indah, dan senyumnya sangat meneduhkan.
Ya Tuhan.. apakah aku sudah mati?
"Jangan melihat saya seperti itu. Anda masih hidup, Nyonya," jawabnya sembari tersenyum kearahku. Aku bangkit dari tidurku, lalu menyandarkan punggungku ke belakang ranjang. Sepertinya ia bisa membaca pikiranku, tapi justru itu yang membuatku semakin merasa ada yang aneh dengan ini semua.
"A.. aku dimana?" tanyaku dengan gugup. Entah kenapa tenggorokanku terasa kering, dan terasa sedikit menyakitkan. Pria itu mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan ini, lalu ia menatapku kembali sembari tersenyum lebar.
"Anda berada di rumah sakit." Ia membalasku sembari tersenyum. Aku terkejut dibuatnya. Rumah sakit? bagaimana bisa aku berada disini?
Terakhir kali kurasa aku tidak berada di tempat ini. Yang dapat kuingat adalah saat aku berada di tepi jalan tak jauh dari cafe Green Fire.
Mengingat kejadian itu, seketika dadaku menjadi sesak.
Ya Tuhan.. aku ingat peristiwa itu.
Keadaan dimana semua rasa cinta dan masa depanku hancur berkeping-keping dalam waktu hitungan detik. Dan sekarang aku mengerti. Sekeras apapun aku bertahan, sekuat apapun aku mencoba, paman Ken tidak akan pernah balik mencintaiku.
Tapi tunggu dulu! Waktu paman Ken mencampakanku, perutku terasa sakit dan mengeluarkan darah.
Astaga! bagaimana dengan kondisi buah hatiku?
Kusibak selimut yang sedari tadi menutupi sebagian tubuh bawahku. Badanku sedikit gemetar untuk melihat diantara kedua kakiku untuk kedua kalinya. Tapi nyatanya pikiran burukku itu tak membuahkan hasil. Kedua kakiku tak lagi mengalir darah segar. Apakah ini pertanda baik? atau justru sebaliknya?
"Anda baik-baik saja, Nyonya. Untuk janin anda, ia juga sangat kuat. Ia masih ingin tinggal di rahim ibunya untuk waktu yang lebih lama." Jelas pria itu. Aku baru sadar bahwa pria bak malaikat ini adalah seorang dokter. Bukan dokter yang tua, namun seorang dokter muda yang begitu tampan. Aku menghela napas lega begitu bahagia ketika malaikat kecilku masih hidup. Kuelus perutku dengan sayang.
Terimakasih Tuhan.. engkau masih mempercayakan aku untuk menjaga dan merawat bayi ini. Sebuah air mata kebahagiaan tak sadar menetes dari salah satu sudut mataku. Kuhusap air mataku lalu menatap pria itu dengan pandangan penuh terima kasih.
"Terima kasih sudah menyelamatkan kami berdua," ucapku syukur tak lupa memberikan senyum ramah kepadanya. Ia membalas senyumanku lalu berkata. "Tidak perlu berterima kasih pada saya. Seandainya saja jika suami anda tidak segera membawa anda kemari, kemungkinan besar janin anda akan mengalami masalah besar."
Dokter ini barusan mengatakan 'suami'?
Maksudnya paman Ken yang membawaku kemari?
Itu tidak mungkin!
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Season (Dirty!!)
Chick-Lit( DANGER 18++ ) "Baca kontraknya dengan teliti!" Aku mulai membaca tulisan yang ada pada kertas ini. 'No.7 Sex kapan saja dimana saja jika dibutuhkan.' Keningku berkerut dalam. "Apa maksud dalam tulisan ini? Dan apa itu sex?" tanyaku polos Dia mengg...