Chapter 11

5.5K 454 16
                                    

Suasana di dalam mobil tidak pernah sepi. Ada-ada saja yang aku bicarakan bersama Ali. Dimulai dari cerita bapak penggoda tadi hingga banyak cerita lainnya.

Tahukah kalian? Ternyata Ali juga pernah merasakan nasib yang sama dengan bapak gila tersebut. Itulah mengapa Ali langsung menyeretku pulang setelah bapak itu lari keluar dari club. Ia trauma. Haha..

Eh, sepertinya aku salah penggunaan kata. Bukan menyeret, melainkan aku yang jalan sendiri mengikuti langkah Ali. Ya, itu yang benar.

Setelah mobil Ali mendarat mulus di garasi rumahnya, bersamaan dengan itu aku mengingat sesuatu.

Aku menolehkan kepalaku cepat menghadap Ali. "Lo gak mabuk?"

Ia menatap ke arahku denganku dengan alis yang dinaikkan sebelah. "Maksud lo?"

"Niat lo ke sana kan mau minum. Tapi kalo gue liat, kayaknya lo gak mabuk sama sekali. Emangnya alkohol itu gak ngaruh ya sama lo?"

Mendengar penuturanku, Ali berdecak. Aishh.. Dia berdecak persis seperti si bapak gila itu. Apa aku salah berbicara, lagi?

"Lo bodoh banget, sumpah."

Aku membelalakkan mataku kaget. Enak saja dia bilang aku bodoh. Memangnya sejak kapan aku bodoh?

"Kita bahkan gak sampek setengah jam di club. Jangankan minum, ngomong sama temen aja harus gue potong waktu denger tuh bapak teriak-teriak gara-gara ulah lo. Nafsu gue buat minum juga hilang waktu gue inget kalo gue pernah liat hantu buruk rupa karena alkohol. Dan lo masih nanya itu ke gue? Ya Tuhan, kayaknya lo gak ngerti apa yang kita bicarain sedari tadi," jelas Ali terlalu lebar.

Oh, baiklah. Aku akui kalau aku sedikit bodoh di sini. Dapat ku ambil kesimpulan, bahwa inti dari kalimatnya yang panjang itu adalah...

"Dan semua itu gara-gara lo."

Sudah ku duga! Itulah intinya. Tuhan, kenapa mati sesulit ini? Selalu saja aku yang disalahkan. Huh, ini sama sekali TIDAK menyenangkan.

Dengan segera, Ali keluar dari mobilnya. Sedangkan aku mengekorinya dari belakang. Sebentar lagi pergantian hari. Aahhh, aku lelah sekali.

Saat tiba di kamar Ali, aku langsung menjatuhkan tubuhku di atas ranjang miliknya. Setidaknya aku bisa tidur di ranjang tanpa mantra.

Aku memejamkan mataku. Mencoba mencari cara agar dapat terlelap. Tapi nihil. Jangankan terlelap, terkantuk pun tidak. Bagaimana ini? Tidak mungkin aku harus tetap terjaga hingga pagi tanpa kegiatan.

"Lo ngapain di situ?"

Suara itu memecah konsentrasiku untuk tertidur. Aku membuka mataku dan menatap pria yang tengah berdiri di dekat pintu dengan pandangan kesal. Sedangkan ia yang kutatap hanya menatapku... aneh.

"Emangnya kenapa?" ketusku.

"Heh, hantu somplak! Ini tuh kamar gue, bukan kamar lo. Kita itu bukan muhrim, jadi gak boleh tidur bareng seranjang. Lagian lo kan hantu. Emang ada hantu yang tidur pas malam? Yang ada juga hantu itu keluyuran pas malam. Bukan tidur kayak lo."

Aku menatapnya tak habis pikir. Bahkan tidak terlintas sedikit pun di pikiranku untuk tidur seranjang dengannya. Dia nya juga sok religius sekali. Memangnya siapa juga yang bilang kalau aku dan dia muhrim? Tidak ada, bukan?

Eh, tunggu dulu! Wajahku seketika berbinar. Dengan cepat, aku bangkit dari tidurku dan berlari kecil ke arah Ali. Aku menatapnya dengan senyum mengembang. Sedangkan ia hanya menatapku bingung.

"Kenapa lo?"

"Ide lo cemerlang banget! Gue aja gak kepikiran. Makasih banget, lho.. Gue pergi dulu, ya! Besok kita jumpa lagi. Bye.."

My GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang