Chapter 14

4.3K 397 35
                                    

Di sana, aku melihat seseorang dengan pakaian serba hitam serta selendang dengan warna senada berjongkok. Jujur saja aku tidak mengenal punggung itu.

Aku berjalan pelan menghampirinya. Kaki ini menuntunku hingga ke hadapan wanita misterius tersebut. Sepertinya ia hanya sendiri berziarah ke makamku.

"Hai, Prilly," sapanya pelan namun terdengar nada sindiran di dalamnya.

Siapa sebenarnya wanita ini? Kenapa wajahnya harus ditutup? Tunggu! Sepertinya kata-kataku sedikit ambigu. Baiklah akan kujelaskan mengapa aku menyebut wajahnya ditutup.

Jadi begini, wanita misterius ini menutupi bagian mulutnya dengan masker dan memakai kacamata hitam yang cukup membuatku tidak dapat melihat matanya. Huh.. Kenapa tidak memakai topeng saja sekalian?!

"Udah lama ya lo pergi. Gak terasa udah seperempat tahun aja."

Aku mengenyahkan pikiranku saat wanita yang bisa kita sebut dengan XXX ini melanjutkan ucapannya. Sepertinya dia kenalanku yang baik.

Sebelum melanjutkan ucapannya, XXX terkekeh pelan. "Gue gak percaya lo cepet banget perginya. Dan gue juga gak nyangka, kalo lo itu..."

XXX mendekatkan wajahnya ke arah nisanku. Seolah-olah ia tengah mendekatkan wajahnya dengan wajahku.

"... terlalu lemah."

DUARR!!!

Bak tersambar petir, aku mematung mendengarnya. Apa tadi aku bilang bahwa dia adalah kenalanku yang baik? Lupakanlah kalimat itu! Karena sekarang kata 'baik' yang tadi kuberikan padanya telah berganti dengan kata 'buruk'.

Tubuhku terasa panas sekarang. Mungkin efek dari kemarahanku padanya. Apalagi setelah mengucapkan kalimat tadi, ia sempat tertawa pelan seolah meremehkanku.

"Maaf. Gue gak maksud nyindir lo," sambungnya sarkastik.

Arghh.. Aku bisa naik darah kalau begini jadinya!!

"By the way, gue gak nyangka kalo rencana gue berhasil." Kali ini aku mengesampingkan kekesalanku pada XXX. Entah kenapa lontaran kalimat terakhirnya itu menarik perhatianku.

"Gue kira gue gak bakal berhasil bunuh lo. Tapi ternyata, saat itu malaikat maut ikut bareng gue untuk menjemput ajal lo."

Deg!

Mungkin itu yang akan aku rasakan bila aku masih menjadi manusia. Detakan jantung yang seolah terhenti tiba-tiba. Waktu yang terasa tidak lagi melanjutkan detiknya.

Apa itu berarti...

"Apa arwah lo ada di sini, Pril?"

Kepalanya menoleh ke sekitar. Seolah mencari seseorang. Dan orang itu adalah aku.

Kepalanya berhenti mengitari seluruh pemakaman dan kembali fokus pada batu nisan yang padanya tertulis namaku. "Gue gak ngeliat arwah lo di sini. Tapi, tolong bilang ke arwah lo itu, kalo sebenarnya... gue lah pembunuh lo."

Oh, baiklah! Masih adakah sound effect petir di sini? Ya, Tuhan! Aku benar-benar kaget sekarang. Satu dari dua singa liar itu ada di hadapanku sekarang. Benar-benar di luar dugaan!

"Lo tau gak sih? Gue itu terlalu benci sama lo. Beneran, deh. Mungkin bukan cuma gue yang benci sama lo, orang-orang yang kenal sama lo juga pasti ngerasain apa yang gue rasain."

Aku mematung. Benci? Apa benar banyak orang yang membenciku selama ini hingga nekat membunuhku?

"Oh, ya. By the way, makasih buat luka gue yang lo ketawain waktu itu. Masih ingat ini?"

My GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang