Chapter 12

5.2K 446 63
                                    

Nyaris 60 menit waktu yang dibutuhkan oleh Ali membersihkan diri dan bersiap-siap untuk bertemu dengan teman-teman lamanya.

Sewaktu di club, tepatnya sebelum kejadian seorang bapak yang berteriak melihat hantu, Ali dan teman-temannya sempat membuat rencana untuk bertemu kembali di sebuah cafe yang tidak terlalu jauh dari club tempat mereka berjumpa semalam. Mereka berencana untuk bertemu kembali sekitar pukul 12 siang.

"Pril, gue janjian sama temen jam 12. Masih ada 2 jam lagi nih. Kira-kira ke mana dulu, ya?" tanya Ali memecah keheningan yang terjadi antara dirinya dan Prilly di dalam mobil.

Prilly menoleh kepada Ali dan menatapnya tak percaya dengan mulut yang sedikit terbuka. Pantas saja selama 1 jam di perjalanan ini, tidak juga tiba ke tempat tujuan. Ternyata oh ternyata, Ali tidak tahu harus pergi ke mana.

"Harusnya lo bilang dari tadi kalo janjiannya jam 12. Jadi kita gak harus buang-buang waktu buat keliling kota metropolitan. Setidaknya kan bisa duduk-duduk di taman rumah lo sambil minum teh atau kopi terus makan biskuit. Kalo gini mah buang-buang waktu banget," gerutu Prilly panjang lebar.

Ali menatap Prilly singkat dengan pandangan yang aneh. Lalu pandangannya teralih kembali ke arah jalanan yang tidak terlalu padat. Gadis yang tadinya ditatap malah bingung dengan maksud tatapan si penatap tadi.

"Kenapa ngeliatin gue kayak gitu sih lo?" tanya Prilly heran.

Ali menghela napas panjang. Pandangannya masih terpaku ke arah jalanan. "Kalo pun kita masih di rumah sekarang, emangnya lo yakin kalo lo bakalan minum teh atau kopi di taman rumah gue sambil makan biskuit? Lo itu kan hantu, mana bisa makan dan minum begituan? Palingan juga lo minta tuh parfum melati sama gue buat lo hirup aromanya."

Prilly terkesiap. Ya, apa yang Ali katakan benar adanya. Lagi-lagi, gadis itu kembali tersadar. Ia bukanlah manusia lagi sekarang. Ia hanyalah makhluk Tuhan yang tengah menjalankan misi untuk kehidupan yang tenang kelak. Ia juga tidak lagi bisa memakan biskuit di taman dengan secangkir teh hangat untuk mengatasi kejenuhannya. Kini, hanya aroma melatilah yang dapat menjadi sumber energi baginya.

"Iya, ya? Gue lupa," ucap Prilly pelan dengan kekehan yang sedikit dipaksakan.

Melihat perubahan tingkah Prilly membuat Ali sedikit merasa bersalah. Tidak seharusnya ia menyindir Prilly dengan menyeret fakta bahwa Prilly telah meninggal dunia.

"Hmm.. Maaf, Pril. Gue gak maksud," lirih Ali.

Prilly berdecak tiba-tiba, membuat Ali mengernyit bingung dan menatap sekilas ke arah gadis tersebut. "Kenapa?"

"Kok malah lo yang mellow, sih? Harusnya kan gue. Lo ngerusak drama gue banget, sumpah!"

Ali terkikik pelan mendengar ocehan konyol Prilly. Dalam hati, ia tersenyum senang. Setidaknya, gadis itu tidak terlalu memasukkan ke dalam hati ucapannya.

"Ya udah, maaf. Emangnya gue tau kalo lo lagi acting? Gak, kan?" ucap Ali membela diri. Prilly membalasnya dengan helaan napas kasar.

Hening kembali menyelimuti. Suasana canggung mendominasi diri Ali. Tentu saja itu tidak berlaku bagi Prilly. Gadis itu bahkan merasa suasana seperti ini biasa saja.

"Pril, kasih usul kek harus pergi ke mana. Gue gak tau nih mau jalan ke mana," ujar Ali untuk memecah rasa canggung yang ia rasakan dengan merengek pelan.

Pandangan Prilly yang tadinya hanya fokus pada jendela mobil di sisi kirinya pun teralihkan ketika suara rengekan Ali memasuki indra pendengarannya.

"Bisa merengek juga ternyata," gumam Prilly pelan disertai kekehannya yang masih terdengar jelas oleh Ali.

"Apa lo bilang?" tanya Ali berpura-pura tidak mendengar.

My GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang