Chapter 16

4.4K 393 28
                                    

Prilly POV

"RS."

"RS?"

"Iya."

"Rumah sakit?"

"Ih, bukan!" Aku berdecak. "Itu inisial."

Ali menatapku heran. Apa ada yang salah? "Inisial apa?"

"Inisial nama orang lah," jawabku tak habis pikir. Memangnya inisial apa lagi?

"Yakin lo?" Apa pemuda tampan ini sedang menantangku? Oh, Ali yang tampan juga rupawan, lo itu salah cari lawan, sayang!

"Yakinlah. Emang kalo bukan nama orang, apa lagi? Ck, lo emang niat banget ya nantang gu-"

"Dari mana lo tau kalo itu nama orang?"

Skakmat! Aku bungkam. Ucapan serius Ali yang memotong kalimatku, berhasil membuat otak pintar ini kembali berpikir lebih jauh. Ya, ku akui, pada kesempatan kali ini, aku kalah telak dari target yang mendadak logis ini.

"Bisa aja itu cuma sekedar huruf. Atau memang kepanjangannya 'Rumah Sakit'. Atau mungkin merek makanan? Aksesoris? Atau apa kek gitu. Gak harus nama orang juga, kan?"

Penjelasan Ali kembali membuat otakku bekerja lebih keras. Ya, apa yang dikatakan Ali memang benar adanya. Bagaimana bisa aku langsung mengambil kesimpulan bahwa itu inisial nama orang? Aahh.. Prilly yang pintar.

"Terus gimana dong?" tanyaku frustasi.

"Mana gue tau. Bukti yang lo punya itu gak akurat sama sekali," balas Ali dengan nada yang meremehkan dan berhasil membuat emosiku memuncak.

"Gak akurat apa? Gue kan masih punya bukti buat yang cewek," balasku tak mau kalah dengan geram.

Ali menghela napas panjang sebelum membalas kalimatku. "Bukti apa yang lo punya? Lo bahkan merasa asing sama cewek itu. Yang lo tau cuma luka di telapak tangannya. Apa lo bisa jamin kalo cuma dia yang punya luka itu? Enggak, kan?"

Dan lagi. Aku bungkam. Apa setelah berat badannya naik Ali bisa menjadi jauh lebih pintar dan logis? Ini tidak biasa.

"Ya udahlah. Gak usah dipikirin banget masalah itu. Entar juga terbongkar sendiri."

Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Ali pergi meninggalkan kamar. Dan juga meninggalkan aku yang masih memikirkan tentang siapa singa-singa tak berperasaan itu.

***

Hari demi hari berlalu. Tapi tidak ada perkembangan dari bukti yang ku peroleh. XXX tidak pernah mengunjungi makamku lagi. Apalagi si pria yang bahkan tidak pernah datang sekalipun untuk berziarah ke makamku.

Entah hari apa ini, yang pasti Ali tidak pergi ke kampus. Sedari malam ia terus saja tertidur. Bahkan sampai siang ini pun Ali belum tersadar. Apa jangan-jangan dia sudah mati? Eh, maksudku... meninggal? Ahh.. Jangan dulu. Pembunuhku belum terungkap. Lantas siapa yang akan membantuku jika dia meninggal?

"Li, bangun dong. Jangan mati dulu. Kasus gue belum beres," ucapku membangunkan Ali dengan menggoncang pelan tubuhnya.

Ali melenguh. Hufth.. Setidaknya ia belum meninggal.

"PRILLY LOVELY!!!!"

Suara cempreng itu mengalihkan perhatianku. Suara itu berasal dari arah pintu kamar Ali yang tengah ku punggungi. Eh, maksudnya yang berada di belakangku. Lebih tepatnya begitu.

My GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang