Hallo, namaku Golan Anggaraka. Aneh ya? Itu nama pemberian nenek. Nenekku prihatin sama perang Palestina dan Israel yang nggak kelar-kelar. Maka beliau kasih nama Golan untuk mengingat nama dataran tinggi yang jadi tempat peperangan dua bangsa itu. Harapannya, semoga dunia damai. Nggak ada perang-perang lagi. Tau tidak, nama belakangku adalah nama lain dari planet Mars. Planet keempat dari matahari yang berwarna jingga kemerahan akibat partikel besi yang berkarat dalam debu yang menyelimuti planet itu. Kenapa nenek memberikan nama planet itu kepadaku, aku tidak tau. Tapi kata Neta, anak sebelah rumah yang sok tau itu, itu karena nenekku ingin aku menjadi orang yang istimewa. Sama dengan planet Mars yang istimewa. Punya gunung tertinggi di tata surya bernama Olimpus, punya lembah terluas di tata surya bernama Marineris, punya cekungan besar bernama Borealis, dan punya sifat mirip dengan bumi. Neta anak IPS, tapi dia juga suka mempelajari alam semesta. Ternyata di kelas IPS juga ada pelajaran geografi dan dia sedang belajar tentang tata surya dan teori terjadinya alam semesta. Pantesan dia ngeh. Padahal biasanya untuk hal-hal rumit, dia nggak nyambung.
Ya, Mars memang istimewa. Mineral yang ada di dalam tanahnya mirip dengan mineral tanah yang ada di kebun kita. Selain itu juga dijumpai bekas aliran air. Walau begitu, manusia tetap akan sulit hidup di sana karena suhunya terlalu dingin dan atmosfirnya yang tipis penuh dengan debu berkadar besi tinggi. Manusia tak bisa bernafas di sana. Kata Neta, aku sama dinginnya dengan Mars. Introvert, tertutup, asyik dengan duniaku sendiri, dan nggak banyak teman. Untunglah aku punya satelit. Dua satelit. Ibu dan Neta. Dua-duanya suka menasihati. Ibu menasihati dengan bijaksana sedang Neta dengan sok tau. Tapi dua-duanya aku suka. Melengkapiku. Seperti Phobos dan Deimos, dua satelit yang selalu mengitari Mars dan mengikutinya mengelilingi matahari.
Aku suka sama Neta? Kalau tidak suka, mana mungkin kubiarkan bibir cerewetnya itu mengganggu kehidupanku setiap hari. Tapi kalau suka, nggak berarti harus dipacari kan? Mungkin bukan sekedar suka, aku sayang sama dia. Kalau suka, mungkin saat melihat bunga kita akan buru-buru memetiknya untuk ditaruh di vas meja ruang tamu kita. Tapi kalau kita sayang, saat melihat bunga, kita akan membiarkannya tumbuh, menyiraminya tiap hari, menjaganya agar tak dimakan kambing tetangga, hingga dia mekar sempurna. Itu cukup bagiku. Karena untuk memetiknya, aku sendiri nggak yakin. Kekuranganku membuatku kurang percaya diri untuk membawanya ke dalam vas hatiku. Bisa selalu dekat dengannya sudah cukup bagiku.
Banyak yang mendekati Neta. Ingin sekedar kenal, ingin numpang tenar, ingin jadi pacar, bahkan ada juga yang cuma memanfaatkannya agar bisa masuk tim inti basket putri di sekolah atau dekat dengan anak-anak hits lain di ekskul basket. Untunglah dia galak. Bisa menjaga diri-sendiri dengan gaya ngomongnya yang kadang sengak. Tapi Neta di lain sisi terlalu polos. Menganggap semua orang yang mendekatinya sebagai orang baik. Aku tidak ingin sok jadi pahlawan baginya atau jadi penghalang jika ada yang benar-benar cinta pada Neta. Tapi, caraku menjaganya, aku selalu mengkritik setiap orang yang mendekatinya. Agar Neta selalu waspada.
Neta jadi teman sebangkuku sejak kelas 2 SD sampai kelas 3 SMP. Tujuh tahun sebangku membuat kami seperti kembar siam. Kemana-mana bareng dan ngerti satu sama lain. Setelah SMA, kami beda kelas. Aku masuk IPA dan dia masuk IPS. Persahabatan antara cowok dan cewek itu bisa terjadi, walau kadang orang lain sulit memahaminya. Sering mereka mengira kami pacaran. Bahkan banyak cowok-cowok yang naksir Neta mencurigai hubungan kami. Neta cantik, postur tubuhnya bagus, jago basket, siapa yang nggak ingin mendekat? Dia sering marah kalau aku memberikan pin BB-nya atau ID Line-nya pada cowok-cowok yang naksir. Itu kulakukan hanya supaya orang lain tau, bahwa kami benar-benar tidak pacaran. Jangan sampai aku jadi penghalang bagi seseorang yang benar-benar layak untuk Neta.
Di loteng rumahku, ada ruangan kosong. Di sana ada sebuah jendela besar tempat aku dan Neta melihat bintang saat langit malam cerah. Di situ pula aku mengisi waktuku untuk menulis cerpen atau belajar memetik gitar dengannya. Sudah belasan cerpen yang kuketik dan kukirimkan ke majalah remaja, namun belum ada yang dimuat. Mungkin mutu cerpenku belum bagus. Kata Neta, harus sabar dan terus mencoba.
Di rumah ini, selain tinggal bersama ibuku, juga ada abangku. Dia sudah kuliah semester 1 di sebuah perguruan tinggi negeri. Jurusan Matematika. Kata Neta, abangku 11-12 denganku, sama-sama dingin dan kaku. Tapi kata Neta lagi, abangku jauh lebih ganteng. Pernah kutanya, apa dia naksir abangku. Katanya, amit-amit deh pacaran sama rumus pitagoras, nggak ada romantis-romantisnya. Untunglah. Aku juga ogah punya adik ipar kayak dia. Dia memang mirip Venus, planet kesukaannya. Warnanya indah, putih kekuningan, mulus, dan tampak bercahaya bagaikan bintang kejora, tapi suhunya panas! Galak.
Eh, ada suara berisik di bawah! Sepertinya itu Neta! Pasti sedang merayu ibuku supaya diijinkan naik ke loteng. Neta itu sudah seperti anak perempuan ibu di rumah ini. Kadang kalau dia bandel, ibu juga akan galak padanya. Neta juga menganggap ibu seperti ibunya saja, karena mamanya bekerja dan sering tak ada di rumah. Bahkan dia memanggil ibu tidak dengan sebutan tante, tapi ikut-ikutan memanggil dengan sebutan ibu. Kalau ibu tidak mengijinkan Neta untuk naik ke loteng, biasanya karena dia datang dengan celana pendek. Pasti ibu akan menyuruhnya pulang dulu agar ganti kostum. Ya bagus lah, cewek selebor kayak gitu memang harus ditertibkan. Dah ya, sebentar lagi dia naik. Aku harus pasang tampang jaim agar dia nggak usil.
*
Februari 2016
============================
Hai semua😊 maaf ya kalau ceritanya ada penulisan yang salah hehehe soalnya cerita ini tulisan pertamaku di wattpad, jadi masih kaku😂
Berhubung lagi banyak tugas&mendekati ujian, ceritanya aku update dua/tiga kali seminggu ya. Tungu episode episode selanjutnya! Terimakasih😘👋
KAMU SEDANG MEMBACA
Kerlip di Langit
Teen FictionPersahabatan antara 2 anak SMA, Golan dan Neta. Mereka sejak kecil sudah bersama. Melalui suka duka dalam pertumbuhan mereka memasuki masa remaja. Saling menyayangi, saling menjaga, dan saling melndungi menjadi roh mereka dalam menjalin sebuah persa...