TETAPLAH JADI KERLIP DI LANGIT (TAMAT)

156 5 3
                                    


Sejak pindah ke Yogya itu, ayah Golan sudah nggak kerja lagi di pertambangan. Di Yogya keluarga mereka bikin kafetaria di sebuah kampus swasta. Menunya bang Gibran yang menangani. Dia koki utamanya. Pokoknya kalau lagi nggak ada kuliah, Bang Gibran pasti kerja di kafetria itu. Kafetaria GNG.

"GNG itu singkatan dari Golan And Gibran, Bang?" Gue tanya sama Bang Gibran.

"Bukan. GNG itu singkatan dari Gibran Neta Golan." Jawabnya.

"Kok nama gue dibawa-bawa sih?"

"Itu yang kasih nama ibu."

"Ibu?"

"Kata ibu sih nama itu yang terpikirkan pertama kali saat mau mengurus ijin usahanya." Ya ampun....sebegitu pentingnya gue buat keluarga ini? Dan Kafetaria GNG dalam waktu dekat akan buka cabang di kampus swasta lainnya.

"Gue boleh ngelamar kerja di GNG dong bang?"

"Boleh. Jadi tukang icip ya?"

"Ya enggak lah. Gue serius mau kerja sambilan, bang."

"Gue juga serius, Net. Menu-menu baru gue harus ada first taster nya. Dan gue mau lu yang nyobain pertama sebelum ditaruh di daftar menu baru."

"Oh, iya. Kalau itu sih OK deh. Trus, pekerjaan utamanya apa dong? Kalau nyobain menu baru kan nggak tiap hari?"

"Mulai dari jadi pramusaji dulu ya?"

"Jadi apa aja deh bang. Yang penting gue ada kegiatan sepulang kuliah."

"Tapi jangan sampai bikin lu kecapekan dan jatuh sakit ya, Net. Soalnya lu sekarang jauh dari papa dan mama lu."

"Iya. Gue bisa jaga diri kok." Gue kagum sama bang Gibran. Dia sangat kretif. Rajin bekerja dan pantang menyerah. Menu Roti bakar, aneka kue, es krim, dan aneka minuman semua diciptakan sendiri olehnya. Ibunya menyediakan makanan utama berupa nasi rames gaul. Nasi rames biasa tapi disajikan dalam piring dan mangkuk gaya kafe. Harganya juga terjangkau oleh uang saku para mahasiswa.

Gue pernah tanya sama bang Gibran, kenapa belum punya pacar sampai sekarang? Padahal normalnya, cowok seperti dia mungkin minimal sudah punya empat atau lima mantan. Apa bukan cowok normal dia?

"Dulu, waktu Golan masih ada. Gue nggak berani punya pacar, Net. Takut nggak bisa fokus nemenin Golan. Khawatirnya kalau gue punya pacar, nanti gue harus bagi waktu antara untuk Golan dan pacar gue. Gue pernah bilang sama lu kan, kalau gue merasa bersalah banget sudah jadi penyebab kelumpuhan kaki Golan. Maka itu gue bakal ngejagain dia sungguh-sungguh. Sekarang Golan sudah pergi, nggak ada lagi yang harus gue jagain. Tapi kesibukan gue kuliah dan kerja untuk kafetaria ini bikin gue nggak punya banyak waktu untuk mikirin cewek. Apa ada cewek yang mau diduain sama pekerjaan gini?" Gitu dia bilang. Oh, syukurlah, ternyata dia normal.

*

Akhirnya gue ngebantuin bang Gibran jadi paramusaji di kafetaria barunya. Kafetaria lama dipegang ibu, ayah dan beberapa karyawan. Sedangkan kafetaria baru ini bener-bener dikelola bang Gibran. Gue juga mulai belajar cara memasak dan menyajikan. Pokoknya kerja sama bang Gibran nggak ada capeknya deh. Adanya seneng mulu. Apalagi dia sabar banget kalau kasih ilmu baru. Kalau gue ngelakuin kesalahan, dia nggak pernah marah. Malah gue dikasih tau cara-cara yang benar dengan gayanya yang bijak banget.

Dan semua orang tau, cinta itu bisa datang kapan saja. Menclok begitu saja hanya karena terbiasa berjumpa. Dan gue? Apakah ini yang namanya jatuh cinta? Mengagumi seseorang, lantas ingin terus bersamanya? Entahlah. Gue nyaman banget setiap berada di dekatnya. Awalnya sih terjalin hubungan kakak adik, lalu lama-lama jadi nyaman, saling membutuhkan, trus terselip rasa rindu, lalu saling menyayangi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 18, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kerlip di LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang