Malam Minggu. Besok sore, ayah Golan akan kembali ke tempat kerjanya. Kami jadi ngadain pesta di halaman rumah Golan. Ayah dan ibunya nggak tau menau soal pesta kecil itu. Kami nyiapinnya diam-diam. Kami ajak Bang Gibran belanja sepulang ekskul dan langsung ditodong iuran.
"Yah, uang saku gue seminggu...." Keluh bang Gibran.
"Jadi orang tuh kalau nyumbang yang iklas!" Kata gue.
"Kan gue udah disuruh jadi koki. Harusnya nggak iuran lagi."
"Gue sama Golan juga ntar mau duet. Juga tetep iuran kok. Kan harusnya malah dibayar."
"Ah, kalian kalau malak orang kira-kira napa?"
"Yang iklas, bang....." Gue mengingatkan.
"Iya, iya, ah!" Untung papa sama mama tadi juga mau diajakin patungan.
Semua dimasak di rumah gue. Biar ayah Golan nggak ngelihat. Paling hanya heran, kemana kedua anak cowoknya pergi sore-sore gini. Supaya nggak terlalu curiga, gue minta papa nemenin ayah Golan main gaple di rumah Golan. "Mosok sore-sore disuruh main gaple!" Protes papa.
"Papa kalau diajak kerjasama yang gampang napa pa. Ntar mama bikinin kopi dan pisang goreng deh." Untung mama ngedukung. Mama akhirnya ikut ke rumah Golan dan ngajakin ngobrol ibu. Pokoknya kalau ada yang tanya kami dimana dan ngapain, jawabnya disepakati : sedang ngebantu Neta bikin prakarya di rumah.
Maka sore itu, Si Mbak, gue, bang Gibran dan Golan sibuk di dapur. Bang Gibran menyiapkan menu utama berupa roti bakar isi pisang coklat keju, burger isi ham dan acar sayur, serta sosis bakar saus barbeque. Pokoknya dia jago banget dah soal masak memasak!
Si Mbak nyiapin irisan apel, melon, semangka, anggur, dan nenas untuk dicampur dengan mayonais. Salad buahnya yummy banget dah. Sementara Golan ngebantuin gue ngupasin buah kedondong dan buah naga untuk dijadiin dua macam jus. Buah naga ungu diblender pakai susu kental manis putih dan serutan es. Sudah kebayang, segeeeeer banget kan?
Kalau kedondong harus ditambah gula dan disaring sebelum dicampur es. Rasanya sepet-sepet asem manis, tapi seger. Kripik kentang, kripik jagung, dan kripik ubi juga sudah siap. Pokoknya yang datang ke pesta kejutan malam ini dijamin bakal mabuk berat dah!
"Dress code nya apa dong, Go?" tanya gue.
"Batik kali ya."
"Ya masak sih pesta kebun pakai batik! Kondean aja sekalian!"
"Orang cuma pesta kecil-kecilan aja pakai dress code segala."
"Ini tu pesta special, Go. Pesta buat ayah lu. Gimana sih! Nggak romantis banget!"
"Biru aja deh. Lambang perdamaian!" Kata bang Gibran.
"Nah, itu baru ide cemerlang! Biru ya? Sepakat ya?" Gue setuju banget sama usulan Bang Gibran. "Lu punya kan, Go, baju biru?" Golan mengingat-ingat. Lalu mengangguk-angguk sambil mengeruk buah naga.
Semua hidangan sudah siap. Sengaja dilebihin untuk jaga-jaga. Tetangga kadang lewat, kan nggak enak kalau nggak nawarin mampir. Golan dan Bang Gibran pulang. Mau mandi dulu. Gue juga musti dandan yang cantik. Pokoknya habis magrib, pesta dimulai. Balon dan kembang api juga sudah disiapkan Bang Gibran.
"Pada mau kemana? Pakai seragam biru-biru kayak karyawan toko buku gitu?" Tanya ayah Golan saat gue datang. Bang Gibran dan Golan juga udah nimbrung. Kami saling berpandangan.
"Om, Neta sekarang main gitarnya udah lancar. Belajar terus sama Golan. Om mau lihat hasil latihan kita nggak om?" kata gue.
"Em, boleh."
"Tapi konsernya di halaman, Yah." Kata Golan yang udah siap dengan dua gitar akustiknya. Di halaman, diam-diam, bang Gibran udah menyiapkan kursi yang diambil dari teras rumah gue.
"Oh gitu ya? Ya udah ayo kita pindah ke halaman." Kami pun pindah ke halaman. Ayah Golan, ibu, papa dan mama kaget. Sudah tersedia kursi. Hiasan balon dan kertas krep dipasang di dahan pohon jambu.
"Wah, ada apa ini?" tanya ibu. Gue dan Golan siap di kursi yang akan kami pakai untuk main gitar. Bang Gibran mempersilakan para undangan duduk di kursi masing-masing.
"Ayah, Ibu, Om, Tante, selamat malam." Golan memulai acara. "Ini adalah pesta kejutan dari kami, untuk ayah yang besok akan kembali ke tempat kerja."
"Oooooh." Semua tampak senang. Ibu jadi terharu.
"Terimalah persembahan gitar akuistik kami dalam lagu I Remember, dari Mocca." Gue dan Golan pun memulai intro, lalu nyanyi bersama.
"I remember, the way you glanced at me. Yes I remember....I remember, when we caught a shooting star. Yes I remember....I remember, all the things that we shared and the promise we made, just you and I. I remember, All the laughter we shared and all the wishes we made, upon the roof at dawn......" Itu lagu favorit gue ama Golan. Selain lagunya enak, temanya asyik, petikan gitarnya juga nggak ribet-ribet amat. Dan semua tepuk tangan buat kami.
"Wooow!" Teriak ibu dan mama bersamaan.
"Wah, Neta hebat!" kata ayah Golan.
"Gurunya ni Om yang lebih hebat." Kata gue sambil menyikut pundak Golan.
"Wah, luar biasa gurunya." Ayah Golan meninju pundak Golan. Golan tersipu.
"Oh, ya, Om. Makasih ya oleh-olehnya. Bagus banget."
"Sama-sama, Neta." Lalu Bang Gibran dan Si Mbak ngeluarin makanan dari rumah gue. Buru-buru gue ikut bantu mereka. Golan masih main gitar. Soalnya bapak-bapak dan ibu-ibu itu request lagu. Mereka yang nyanyi.
"Sakitnya Tu Di Sini, Cita Citata dong, Go!" Kata papa.
"Habis itu Sik Asik Ayu Ting-Ting ya, Go!" Kata mama.
"Sambalado juga boleh!" Kata ibu. Yah, jadi konser dangdut deh! Tapi nggak papa, yang penting pada happy. Golan semua lagu juga bisa ngiringinya kok. Beberapa tetangga lewat dan kami ajak mampir. Maka halaman rumah jadi ramai. Apalagi langit cerah. Bintang-bintang berkerlip lucu. Makanan laku keras! Udah kayak pesta kebun di ladang meteor aja. Apalagi Bang Gibran mulai membakar kembang api.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kerlip di Langit
Fiksi RemajaPersahabatan antara 2 anak SMA, Golan dan Neta. Mereka sejak kecil sudah bersama. Melalui suka duka dalam pertumbuhan mereka memasuki masa remaja. Saling menyayangi, saling menjaga, dan saling melndungi menjadi roh mereka dalam menjalin sebuah persa...