AKHIR DARI STARS WAR

82 5 0
                                    


Golan nggak masuk sekolah. Badannya panas. Bang Gibran nganterin gue pakai motor. Ah, sebaiknya gue kapan-kapan minta tolong Bang Gibran buat ngajarin gue naik motor. Biar gue nggak terus-terusan ngerepotin seperti ini. Mau sampai kapan nebeng bang Gibran mulu? Kalau suatu saat dia punya cewek, kan berabe! Ceweknya bisa melototin gue terus kalau tiap hari gue diboncengin bang Gibran gini.

"Ra, Golan nggak masuk. Tolong kasih tau wali kelas lu ya." Kata gue waktu ke kelas Golan.

"Golan sakit apa, Net?" Dia tampak khawatir.

"Tau. Badannya panas. Siang ini mau dibawa ke dokter."

"Oh. Iya. Nanti gue sampein."

"Makasih ya." Gue mau balik ke kelas. Tapi Aura menahan.

"Net, ntar siang pulang bareng gue aja. Sekalian kita jenguk Golan ya. Biar dia semangat dan cepet sembuh."

"Nggak papa gue bareng lu? Apa nggak ngerepotin?"

"Iya, masa nggak boleh sih."

"Oh, ok deh. Makasih ya."

"Sama-sama, Net." Dan siang itu gue pulang bareng Aura. Mampir dulu beli buah buat Golan. Gue telpon bang Gibran, biar nggak usah ngejemput.

"Net, kalau boleh tau, bang Gibran itu sudah punya pacar belum?" tanya Aura malu-malu.

"Pacar? Kenapa lu tanya-tanya begitu?"

"Ah, enggak...."
"Lu naksir dia? Eh, bukannya lu sama Golan.....?"

"Gue sama Golan cuma teman, Net. Dia baik banget. Terlalu baik malah. Tapi gue tau hatinya bukan buat gue. Dia selalu membatasi diri dari gue. Dan gue tau hatinya itu untuk siapa."

"Untuk siapa emangnya?"

"Masa sih lu nggak ngerasa?"

"Buat siapa emangnya?"

"Buat lu lah."

"Buat gue?"
"Ya siapa lagi?"

"Ngarang lu, Ra! Ya masa sih Golan suka sama gua?"

"Lu nggak percaya."

"Aneh-aneh aja!"

"Bener, Net. Rasa itu nggak bisa bohong. Kelihatannya aja dia biasa aja sama kamu. Tapi gue bisa ngerasain. You're his everything."

"Jangan ngelindur ah, Ra!"

"Jangan munafik, Net. Akui perasaanmu sendiri kepadanya. He is your everything juga kan?"

"Ah, bodo ah! Nggak tau gua!" Kenapa pipi gue jadi hangat ya? Dada gue juga berdesir.

"Tuh, kan....apa gua bilang...."

"Ah, udah ah! Eh, lu tadi tanya-tanya soal Bang Gibran ya? Jomblo dia. Jomblo sejati." Aura tampak tersenyum senang. "Jadi lu selama ini ngedeketin Golan hanya karena pengin kenal sama bang Gibran?"

"Ya enggak sih, Net. Gue dekat sama Golan karena gue tau dia cowok baik. Bisa gue percaya untuk jadi teman gue di sekolah baru ini. Dan lama-lama gue tertarik sama kakaknya. Nggak salah kan, Net?"

"Ya, enggak sih.....Tapi Golan sendiri gimana sama lu? Dia kan udah perhatian banget sama lu. Apa lu gak takut ngecewain dia?"

"Kan udah gue bilang, Golan nggak punya rasa apa-apa sama gue. Setiap gue main sama dia, yang sering diomongin sama dia tu lu terus. Curhatannya cuma tentang diri lu mulu. Bete nggak sih lu kalau jadi gue?" Gue tersenyum, gigit bibir.

Golan menyimpan rasa buat gue? Selama ini dia diam-diam hanya memberikan hatinya buat gue? Tapi kenapa dia akhir-akhir ini lebih perhatian sama Aura? Kenapa dia biarin diri gue dideketin Si Alien dari Jupiter? Tega dia! Awas aja!

"Apa Golan tau kalau lu suka sama kakaknya?"

"Golan nggak tau. Jangan bilang-bilang sama dia ya. Ini rahasia."

"Bang Gibran tau?"

"Kalau dia cowok yang peka, pasti merasa."

"Ah, dia dingin orangnya. Nggak bakalan peka kalau nggak dikasih tau, Ra. Sampai sekarang aja belum pernah pacaran."

"Ah, biar waktu saja yang bicara."

"Kalau keburu diembat cewek lain gimana?"

"Kalau jodoh ya nggak kemana kan, Net."

"Hah! Prinsip basi!"

"Lu bisa aja."

"Oh ya, Ra, gue selama ini kurang baik ya sama lu?"

"Ah, masa sih?"

"Gue iri, Ra, sama lu. Semua orang begitu mudah terpikat sama lu. Lu jadi cewek terlalu perfect, tau nggak sih lu."

"Ah, yang ada gue kali, Net, yang iri sama lu."

"Iri sama gue? Apanya gue coba yang bikin lu iri?"

"Lu punya segalanya. Lu punya orang-orang yang mencintai lu dengan tulus. Mereka nggak cuma terpikat sama lu. Tapi bener-bener sayang."

"Oh ya?"

"Iya, Neta." Entahlah, tiba-tiba gue dan Aura jadinya nggak kaku lagi. Kami jadi lancar ngobrolnya. Bahkan nggak ragu buat curhat-curhatan.

Pertemanan di antara remaja belasan tahun memang suka berubah-ubah. Sebentar dekat sama sana, sebentar marahan sama sini, sebentar lengket sama situ, sebentar diem-dieman sama sono. Pokoknya nggak bisa disangka-sangka deh. Seperti daun yang terbawa angin. Entah kemana arahnya, nggak pernah jelas!

Golan waktu melihat kami datang berdua ngejenguk dia, sampai heran sendiri ngelihat perubahan di antara kami. Nah lo, mulai sekarang, kemana-mana dia harus mengawal dua cewek sekaligus. Rasain lu! Nombok biarin!

*

�r5�^J

Kerlip di LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang