KENCAN DI MILKY WAY

95 4 0
                                    


Hari ini ada pertandingan basket antar kelas. Untuk menyambut Hari Guru. Neta main buat ngebelain kelasnya. Tadi pagi waktu berangkat sekolah dia sudah berpesan supaya aku nonton. Seperti biasanya sih aku cuma nonton dari pager koridor kelas di tingkat dua. Itu juga Neta yang minta. Biar nggak kegebok bola katanya. Ah, bilang aja biar kalau lagi ngedongak, bisa langsung lihat aku. Pinter bener modusnya.

Kali ini kelasnya lawan kelas XII IPS. Dia jadi kapten. Begitu masuk lapangan, sehabis foto-foto per tim, dia maju untuk suit penentuan tempat. Tuh kan dia ngedongak, nyariin dimana posisiku. Dia tersenyum. Kuacungkan jempolku ke arahnya seperti biasa. Dan mulailah kedua tim itu saling berebut bola. Saat babak kedua berakhir, Aura datang ke dekatku.

"Neta main sekarang ya, Go?" tanya Aura.

"Iya."

"Jadi kapten ya?"

"Selalu."

"Ikutan nonton di sini aja ya gue?"

"Iya." Kalau udah nonton Neta main basket, mata ku nggak bisa kedip. Melotot terus mengikuti kemana dia melangkah, melompat dan berlari. Aku nggak pernah ngelihat kemana bola pindah. Yang kulihat adalah kemana Neta bergerak. Orang ngajak ngobrol udah nggak aku ladeni. Aura berdiri menyandar di pagar koridor di sebelahku. Kami nonton sambil diam.

Jika tim Neta berhasil memasukkan bola ke kranjang, aku langsung teriak. Babak pertama timnya menang, babak kedua kalah, babak tiga menang lagi. Babak empat, timnya harus menang kalau mau masuk final.

Dan saat babak keempat dimulai setelah break 10 menit, kulihat Neta mendongak lagi, ke arah posisiku berdiri. Tapi kali ini dia cemberut. Belum pernah dia dalam pertandingan saat mendongak ke arahku langsung bermuka masam gitu. Biasanya selalu tersenyum. Apalagi kalau timnya sudah nyaris menang. Ah, aku tau, mungkin gara-gara di sebelahku ada Aura. Tapi masak sih aku harus usir Aura? Dia datang ke sini juga atas kemauannya sendiri, bukan karena aku yang ngajakin. Babak terakhir kulihat Neta mulai lesu, uring-uringan, dan mulai nggak konsentrasi sehingga skor timnya tertinggal.

"Ra, boleh minta tolong nggak?"

"Apa?"

"Boleh nggak minta tolong beliin minum di kantin? Aku haus banget ni. Tapi kalau ngerepotin ya nggak usah."

"Ah, enggak lah. OK. Mau apa?"

"Es jeruk ya?"

"OK."

"Oh ya, ni uangnya."

"Nggak usah. Aku juga mo beli minum kok. Sekalian aja deh."

"Ya udah. Trims ya." Aura turun. Setidaknya dia pergi. Aku melihat ke arah lapangan lagi. Tim Neta masih ketinggalan skor. Tampak dia cemberut dan main kalang kabut.

"Netaaaa!!!!" Aku berteriak. Sampai beberapa orang yang nonton di pinggir lapangan mendongak ke arahku. Neta mendongak. Kuacungkan jempolku ke arahnya. Dia menjulurkan lidah ke arahku. Lalu main lagi tanpa mempedulikan diriku lagi. Kali ini dia main dengan emosi. Seolah melampiaskan kemarahan dan kekesalan. Tapi timnya berhasil mengejar ketertinggalan. Sampai pertandingan selesai. Tim nya hanya menang tipis. Ya udah, yang penting menang. Dan masuk final besok pagi.

Aura datang membawa dua gelas es jeruk. Yang satu diberikan padaku. Aku mengangguk dan bilang terimakasih. Lalu melihat lagi ke arah lapangan. Marko mendekati Neta sambil memberikan sebotol air mineral. Neta melirik ke arahku sebentar. Dia melihat Aura ada di sebelahku lagi. Lalu dia menerima air mineral Marko dan mereka duduk di pinggir lapangan. Di bawah pohon manga dekat Laboratorium Fisika.

Kerlip di LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang