Pintu ICU dibuka dari dalam. Semua langsung menoleh ke sana. Dokter keluar. Wajahnya datar tanpa ekspresi. Hati gue udah nggak enak banget. Gue khawatir banget. Jantung gue deg-degan nggak karu-karuan.
"Kami sudah berusaha sebisanya....." Kata dokter. Gue masih nggak ngerti. Tapi ibu menjerit histeris dan langsung pingsan. Bang Gibran menagis sambil memuluk-mukul tembok. Ayah Golan memeluk ibu. Gue bingung. Apa yang sebenarnya terjadi? Gue mendekat ke pintu yang sedikit terbuka. Dengan mata gue sendiri gue lihat Golan terbaring di sana tanpa pakaian. Alat-alat kedokteran masih menempel di tubuhnya. Para perawat melepasnya satu-satu. Lalu menutup tubuhnya dengan kain putih.
Golaaaaaaaaaan...............
*
Ini seperti mimpi. Mimpi siang bolong. Seperti tengah hari yang tiba-tiba gelap total karena matahari tertutup bayangan bulan. Gerhana matahari total buat gue. Gue jadi mati rasa. Menghadapi ini semua dengan rasa tidak percaya. Hanya sampai di sini sajakah kita, Go? Selanjutnya bagaimana? Aku harus sendirian lagi? Lebih parah dari waktu lu ngumpet di palnet Pluto?
Golan dimakamkan di kampung ibunya di Yogya. Mendekati makam neneknya yang pernah kasih dia nama seperti nama planet Mars. Anggaraka. Golan Anggaraka. Selamat jalan ya Go....kita pernah berotasi dan berevolusi di tata surya ini bersama-sama hampir selama 9 tahun. Bersama-sama, saling menjaga, menemani, mendukung, mentertawakan, mengkritik dan mencela.
Kalau dikira cinta pertama gue itu Kak Marko, salah besar. Cinta pertama gue ya lu, Go. Gue cemburu saat Aura deket-deket sama lu. Gue nggak suka dia main mulu ke rumah lu. Gue juga tau lu sayang banget sama gue. Tapi lu nggak pernah mau mengakuinya. Tapi sekarang, semua sudah selesai. Cinta gue tak pernah terkatakan pada lu dan cinta lu pada gue cuma lu simpen. Ah, biarin aja. Cinta tak selalu harus dikatakan dan diketahui. Yang jelas, kita pernah sama-sama merasakannya.
Doa tiga hari dan tujuh hari masih terasa ramai. Tapi begitu ayah dan ibu pindah ke Yogya agar bisa dekat sama makam Golan, rasa sepi mulai gue rasakan. Bang Gibran masih tinggal di rumah sebelah sampai doa empat puluh hari. Tapi dia juga akan pindah ke Yogya. Kuliahnya di kota ini akan ditinggalkan dan mulai yang baru di Yogya. Agar mereka bisa kumpul bareng selalu di dekat pusara Golan.
"Kalau abang pindah ke Yogya, jangan pernah nggak ngabarin gue ya,Bang." Pinta gue.
"Ya enggak lah, Net. Kan sekarang adik gue tinggal lu."
"Kalau gue nge Line kapan aja. Bales ya, bang."
"Iya, Neta. Tentu."
Semua pergi. Kosong. Sepi. Sedih. Sendiri. Dan di pagar rumah sebelah itu ada tulisan "Dijual Cepat." Hidup gue udah jadi semellow lagunya Adam Levine, Lost Stars. Bintang yang selalu kutunjuk, kerlip di langit yang selalu kupandang, hilang. Tak mungkin kugapai lagi. Tak mungkin kumiliki.
"Please don't see just a boy caught up in dreams and fantasies.....Please see me reaching out for someone I can't see....."
,
KAMU SEDANG MEMBACA
Kerlip di Langit
Teen FictionPersahabatan antara 2 anak SMA, Golan dan Neta. Mereka sejak kecil sudah bersama. Melalui suka duka dalam pertumbuhan mereka memasuki masa remaja. Saling menyayangi, saling menjaga, dan saling melndungi menjadi roh mereka dalam menjalin sebuah persa...