TERSEDOT GRAVITASI JUPITER

121 7 0
                                    

Belum pernah gue melihat tatapan mata Golan yang sinis seperti itu. Waktu gue dideketin teman sekelas di SMP atau waktu ada kakak kelas yang caper sama gue waktu MOS, dia juga nggak menatap gue dengan biji mata nyaris copot seperti itu! Kenapa sih ni anak? Kayaknya nggak suka banget deh sama Kak Marko.

"Ngobrol sama siapa kamu tadi, Net?" Tanya Golan. Wajahnya penuh selidik dan tatap matanya nyolot.

"Nanyanya nyantai aja kali, Bro! Nggak usah pakai otot gitu. Itu tadi Kak Marko. Vokalisnya Good Boys. Band sekolah kita yang udah sering ikut lomba-lomba antar sekolah."

"Oh. Hati-hati kamu sama anak band. Awas, jangan-jangan dimodusin kamu ntar!"

"Golan, apaan sih."

"Tuh kan pipinya merah. Malu-malu meong. Salah tingkah. Biasanya pecicilan, tiba-tiba jadi alim mendadak. Berarti kamu mau dan rela dimodusin sama dia!"

"Golan apaan sih, ah!"

"Jangan sampai jadi korban modus!"

"Golan!" Gue melotot. Tatapan matanya sinis.

"Ati-ati aja, Net." Dia terus nyindir gue.

"Ya udah. Biarin aja kenapa sih! Yang dimodus-modusin juga gue ini. Suka-suka gue. Nggak ada urusannya sama lu! Kalau lu masih nyindir-nyindir gue, ntar gue pulangnya nggak mau bareng lu! Usil sih!"

"Trus mau bareng siapa?"

"Bang Gibran lah."

"Ya sama aja. Ujung-ujungnya bareng aku juga."

"Gue duduk di depan sama Bang Gibran!"

"Ya sono!"

"Awas aja lu!" Gue langsung membalikkan badan dan pergi. Saat gue noleh, dia masih menatap gue dengan tatapan sinisnya. Biarain aja! Pulang sekolah, di mobil, gue nggak mau duduk sama dia. Gue di depan sama Bang Gibran.

"Tumben lu mau duduk di depan, Net?" Tanya Bang Gibran.

"Lagi males sama yang ono tu!"

"Kenapa emang?"

"Dia nggak suka gue dideketin kakak kelas." Bang Gibran ngakak.

"Kenapa sih, Go? Lu nggak rela kalau Neta dideketin cowok lain? Lu cemburu? Takut kehilangan? Jadi cowok yang gentle dong, Go. Bilang yang jujur sama Neta. Terus terang, apa mau lu sebenarnya." Goda Bang Gibran. Gue julurin lidah gue panjang-panjang ke arah Golan. Golan cuma nyengir, pura-pura nggak denger.

*

Gue add back Line Kak Marko. Gue bales chatan dari dia. Kadang kami ngechat sampai malam, soal apa saja. Apalagi kalau malam Minggu. Kadang Line dari Golan sampai nggak kebales. Dan kalau dia tanya, kenapa ngebalesnya lama, terpaksa gue ngarang-ngarang cerita. Wifi di rumah lemot kek, pulsa paketan gue habis lah, banyak PR kek, atau ketiduran. Padahal saat itu gue lagi ngechat sama Kak Marko. Untung si Golan percaya-percaya aja.

Di sekolah Kak Marko juga sering nyamperin gue. Gue pikir dia cowok angkuh yang selalu jaga image. Tapi ternyata yang ada di depan gue adalah cowok ramah yang sering ngocol dan banyak ceritanya. Dia juga penuh perhatian dan sopan. Apa gue mulai terpesona ya? Bahkan gue mulai berani menyebut diri gue pakai istilah gue di depannya, walau dia masih aja pakai istilah aku dan kamu, kayak cowok-cowok puitis lainnya.

Tapi ada satu hal yang bikin gue nggak nyaman setiap kali dia ada di dekat gue, yaitu semua pandangan seolah mengarah ke gue. Seolah nggak terima kalau cowok itu dekat-dekat sama gue. Gue juga nggak pede dekat-dekat sama dia, dia terlalu ganteng, terlalu rapi, terlalu wangi, dan terlalu sempurna buat berdampingan sebelah-sebelahan sama gue yang kadang kucel, sembrono, selengekan, dan nggak pernah dandan. Makanya kadang-kadang gue sengaja menghindar darinya. Tapi entahlah, dia selalu tau dimana gue berada dan selalu nyamperin gue.

"Net, lu sadar apa yang sedang terjadi?" Tanya Vivin.

"Apaan?"

"Lu sedang jadi pusat perhatian di sekolah kita." Bisik Tessa.

"Maksud lu?"

"Masak sih lu nggak nyadar juga, Net? Pura-pura polos lu ya? Ini semua ada sangkut-pautnya sama Kak Marko, Net."

"Emang kenapa?"

"Aduh, Neta! Jangan kebangetan deh! Seminggu belakangan ini, lu sering tampak berduaan sama anak walikota! Ngerti nggak sih? Ibunya Marko itu walikota! Trus bapaknya konglomerat terkenal!" Tessa sampai jengkel.

"Kak Marko anak walikota?"

"Ya iya lah! Yakin selama ini lu nggak tau?"

"Enggak."

"Aduh, Neta! Payah lu!"

"Makanya ati-ati lu, Net!"

"Tapi Kak Marko baik-baik aja kok orangnya."

"Ya dimana-mana cowok kalau pedekate pasti nunjukin sikap baik. Tapi dia itu anak penguasa nomor satu di kota kita! Ibunya selain jadi walikota juga istri konglomerat. Perusahaannya di mana-mana!"

"Trus apa urusannya kalau dia anak orang tajir?"

"Ya lu musti ati-ati lah. Siapa tau dia ngedeketin elu cuma karena dimodusin. Ntar kalau udah dapet, dimain-mainin, trus habis manis sepah dibuang. Anak-anak pejabat kan kelakuannya kadang begitu, Net! Coba aja kalau anak pejabat tu semuanya santun kayak anak-anaknya Pak Jokowi. Pokoknya lu harus hati-hati, Net. Jangan mudah kasih ini-kasih itu!"

"Ih, amit-amit! Ya gue nggak segampang itu lah!"

"Ya pokoknya lu harus hati-hati!"

"Eh, tapi kalian tau dari mana kalau dia anak walikota?"

"Yaaaah, capek deh! Stalk dong medsosnya! Infonya lengkap di Instagram dan Ask.fm!"

"Kalian ngestalk dia?"

"Ya iya lah."

"Kami kan peduli ama elu, Net." Tessa menepuk-nepuk pundak gue. Aduuuuuh, ternyata berat juga ya yang harus gue tanggung gara-gara dideketin cowok keren, famous, dan tajir bak pangeran dari Jupiter seperti itu. Pangeran dari Jupiter? Iya, planet terbesar di tata surya yang punya sekitar 60 satelit. Gimana enggak? Dia anak walikota, orangtuanya terpandang, keluarganya pengusaha kaya-raya, di sekolah ini ternyata ibunya juga donatur terbesar. Gila! Bener-bener pangeran dari Jupiter!

Dia memiliki daya tarik luar biasa, seperti Jupiter yang punya gaya gravitasi sebesar 3 kali lipat gaya gravitasi bumi. Sampai-sampai terdapat banyak asteroid yang ikut melayang-layang di sekitarnya gara-gara gaya tariknya yang luar biasa. Dan gue mulai tertarik? Tersedot gaya gravitasinya?

Kerlip di LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang