NGUMPET DI PLANET PLUTO

167 7 0
                                    


Golan selalu menyebut dirinya dengan aku dan menyebut teman ngobrolnya dengan kamu. Sama dengan kebiasaan gue dulu waktu masih di Surabaya. Tapi gue lihat teman-teman yang lain di sini, selalu menyebut diri dengan istilah gue dan menyebut lu pada teman ngobrolnya. Kayaknya, itu lebih keren!

Golan tertawa terbahak-bahak sampai muntah waktu gue mencoba menyebut diri gue dengan istilah gue. Mungkin karena gue mengucapkan huruf g-nya terlalu tebal dan berat. Tapi lama-lama, gue bisa ngikutin logat enteng teman-teman yang lain. Hanya Golan yang masih pakai istilah aku dan kamu pada semua teman.

Suatu kali, dia tiba-tiba tidak masuk sekolah. Sampai beberapa hari. Biasanya sih kalau sakit, paling lama 2 hari. Ini sampai lebih dari 3 hari. Gue tanya pada abangnya. Gue cari tau ke kelas abangnya. Kata abangnya, Golan sakit dan dibawa berobat ke suatu tempat yang sangat jauh.

Waktu mama menjenguknya, gue nggak boleh ikut karena anak kecil katanya dilarang ikut menjenguk. Kata mama, Golan habis kecelakaan. Dia harus istirahat total sampai benar-benar sembuh.

Gue jadi nggak punya teman lagi. Sendirian di bangku kelas setiap hari. Gue tungguin dia. Seminggu, dua minggu, bahkan sampai sebulan. Tapi dia nggak kunjung kembali. Lalu gue tulis pesan di selembar kertas untuknya dan gue titipin pada abangnya. "Golan, lu kapan masuk sekolah lagi? Tolong cepat sembuh dong. Gue nggak ada teman ni. Lu udah janji mau buat jagung bakar sambil lihat bintang."

Waktu abangnya pulang dari menjenguk Golan, dia membawakan pesan balasan dari Golan. "Aku sedang ngumpet di planet Pluto. Tempatnya jauh. Jangan sedih ya. Kalau mau lihat bintang, datang aja ke loteng. Minta ditemani bang Gibran. Siapa tau bisa lihat planet Pluto." Gimana nggak sedih? Setiap hari gue kesepian. Enak banget dia malah di planet Pluto!

Malam itu gue minta ditemani bang Gibran ke loteng. Pengin lihat bintang. Gue kangen sama Golan. Gue kehilangan dia.

"Bang, planet Pluto yang mana sih, Bang?" Tanya gue sambil melihat langit malam yang cerah.

"Mana gue tau."

"Kan abang udah kelas 5? Masa nggak tau?"

"Hah, lu sering dibohongin sama Golan ya?"

"Golan nggak bohong."

"Dia suka berkhayal."

"Tapi nggak bohong."

"Ya cari aja sendiri. Emang kenapa sama planet Pluto?"

"Golan lagi ngumpet di sana." Bang Gibran tertawa ngakak.

"Lu dibohongi Golan lu! Udah ah, ayo turun. Di sini dingin. Banyak nyamuk!" Akhirnya gue dan bang Gibran turun. Gue nggak bisa menemukan planet Pluto. Golan emang tega sama gue! Cuma sakit aja lama banget sembuhnya. Lagian berobatnya nggak usah ke planet Pluto napa sih? Deket-deket sini kan ada puskesmas!

Dua bulan berlalu. Siang itu, sepulang sekolah, dari jendela samping, gue lihat mobil ayah Golan masuk ke garasi. Ibunya turun. Lalu Golan juga turun. Hah? Golan sudah pulang! Gue seneng banget. Buru-buru gue lari keluar rumah menuju rumahnya.

"Golan!" Teriak gue girang memanggil namanya. Golan menoleh.

"Neta?" Gue tersenyum lebar menyambut kedatangannya. Tapi tiba-tiba senyum gue jadi pudar saat melihat dia turun dari mobil. Dia pakai tongkat penyangga di ketiak kanannya, lalu jalannya tertatih-tatih.

"Golan?" Gue nggak ngerti kenapa Golan bisa jadi begitu.

"Neta, maaf ya. Golan baru sampai. Biar istirahat dulu ya." Ujar ibunya Golan sambil membantu teman gue itu masuk ke rumah. Golan menoleh sebentar ke arah gue, lalu hilang di balik pintu.

Gue berlari pulang sambil menangis. Kata mama, Golan terkena kecelakaan waktu sedang membonceng sepeda motor kakaknya. Kakaknya belum cukup umur untuk membawa sepeda motor apalagi memboncengkan orang lain. Memakai motornya pun tanpa sepengetahuan orangtuanya. Kaki kanannya akan lumpuh selamanya karena ada syaraf-syaraf yang rusak dan butuh bantuan tongkat penyangga agar bisa berjalan.

Golan! Kenapa jadi begitu sih? Coba kalau nggak usah jauh-jauh ngumpet di planet Pluto, lu pasti nggak bakalan jadi seperti itu, Golan! Gue bener-bener sedih.

*

Sejak masuk sekolah lagi, Golan sering diledek teman-teman. Katanya kakinya letoy seperti nggak punya tulang. Katanya diganti saja sama ceker ayam atau kaki meja, biar bisa jalan lagi. Kurang ajar! Setiap ada yang berani ngata-ngatain Golan, nggak anak laki-laki nggak anak perempuan, harus berurusan sama gue.

Kalau laki-laki, biasanya gue tendang kakinya. Kalau perempuan, gue jambak rambutnya. Gue nggak terima Golan dikata-katain. Sampai-sampai gue dicap anak nakal dan tukang bikin onar di sekolah. Tukang berantem. Sebenarnya Golan melarang, tapi gue yang nggak bisa tinggal diam Golan digituin.

Sampai-sampai mama dipanggil ke sekolah dan mendapat teguran dari guru. Tapi gue tetep nggak bisa terima! Pokoknya, kalau ada yang berani nakal sama Golan, gue yang bakal maju ngebales! Nggak mau tau! Soalnya gue nggak mau Golan ngumpet di planet Pluto lagi! Titik!

"Neta cuma mau belain Golan doang kok, Ma. Kasihan dia."

"Bela Golan sebisamu, Neta yang manis." Pesan mama. Mama nggak marah, malah berpesan agar gue terus ngebelain Golan, walau pernah kena teguran sama Bu Guru.

*

Kerlip di LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang