Andre's POV
1 bulan sudah aku tidak bertemu dengan Lorena. Apa kabar ya dia sekarang. Aku sangat merindukanya, bahkan hari libur panjang aaja masih lama. Kapan aku bisa kesana dan menemui Lorena lagi.
Hari ini seperti biasa aku berjalan di lorong sekolah dengan malas. Rasanya sepi, hampa, tanpa ada Lorena. Apa dia sudah lupa denganku. Ya, mungkin dia sudah lupa.
Bel sekolah berbunyi tepat waktu saat aku sudah berada di kelas. Semua nya sudah duduk rapih menunggu guru yang akan mengajar, ada yang masih bergosip ria. Sementara aku, aku hanya menyimpan kepal ku dimeja dengan kedua tanganku yang menjadi bantalnya. Tak lupa aku memasang earphone untuk memghalau kebisingan di kelas.
Aku terkejut karna lenganku di senggol oleh Dimas dan aku menegakan tubuhku seketika. Aku melihat Bu Devi selaku wali kelasku membawa seorang gadis yag tidak terlalu jelas wajahnya karna dia terlalu menunduk.
"Baik, sekarang perkenalkan diri kamu." ucap bu Devi. Aku hanya memalingkan wajah kearah jendela melihat aktivitas murid lain yang sedang olahraga.
"Hai nama aku Lorena madeleine theresia. Aku berasal dari ke— maksud aku Los Angeles." aku terkejut mendengar namanya dan langsung melihat kearah murib baru itu.
"Lorena." gumamku. Mungkin terdengar oleh Dimas.
"Oke, sekarang kamu duduk di sebelah Vivi itu." bu Devi menunjuk bangku kosong di samping Vivi dan tepat di DEPANKU. Dia hanya mengangguk dan mulai berjalan menghampiri aku. Em maksudku tempat duduk itu.
"Lo kenal sama cewe itu?" tanya Dimas berbisik.
"I—enggak ko." alibiku. Aku tidak mau jika Dimas menanyakan aku kenal dengan Lorena dimana.
*
Waktunya istiraha. Yang biasanya aku langsung keluar untuk berkumpul dengan teman-temanku, tapi kali ini beda. Aku masih memperhatikan Lorena yang membereskan bukunya tanpa menoleh kebelakang. Dan saat dia menoleh kebelakang untuk memgambil tas dia seperti terkejut melihatku.
"Andre?!"
"Ya. Kamu beneran Lorena. Putri du—"
"Ssttt! Jangan bilang disini." ucapnya menempelkan jari telunjuk didepan bibirnya. Aku mengangguk mengerti.
"Lorena. Mau ke kantin bareng?" tanya Vivi. Lorena hanya tersenyum.
"Kau duluan saja. Aku masih ingin disini."
"Lo mau pesen makan mungkin? Biar gue pesenin."
"Em, apa ya. Teh kotak aja, makasih ya." Vivi hanya mengangguk dan berlalu pergi ke kantin. Kini hanya ada aku dan Lorena yang berada di kelas.
Tiba-tiba dia menghambur ke dalan pelukanku aku terkejut denga tindakanya ini. Untung aja tidak ada orang di kelas ini. Lalu dia melepas pelukanya.
"Andre. Aku merindukanmu." ucapnya. Mata nya terlihat berkaca-kaca.
"Aku juga, Lorena. Hey, kemana ekormu?" aku baru menyadari jika dia memiliki sepasang kaki yang indah.
Dia tersenyum. "Kamu ingat kan? Aku ingin sekali menjadi manusia. Dan sekarang impianku terwujud." dia terlihat senang dengan cara melompat-lompat di depanku. Aku hanya terkekeh melihat tingkahnya.
"Ternyata kamu benar-benar menuhin keinginan kamu." jawabku. Dia mengangguk semangat.
"Ehem—"
Tiba-tiba ada seseorang yang sengaja membuat suara berdehem. Aku dan Lorena melihat keasal suara. Seorang laki-laki yang sama sekali tidak aku kenal kini tengah menatap kami berdua.
"Hai. Arthur!" ucap Lorena. Arthur siapa? Sebelumnya tidak ada nama Arthur di kelas XI ini. Lorena menghampirnya dan membawanya ke hadapanku.
"Andre! Kenalkan ini Arthur. Dia temanku di kerajaan laut." jadi dia juga manusia duyung? Kenapa Lorena harus membawa Arthur sih. Sepertinya Arthur ini menyukai Lorena juga.
"Andre."
"Arthur."
Kami berjabat tangan, tidak kusangka Arthur sedikit meremas tanganku hingga membuat tanganku sakit. Lalu Arthur melepaskanya.
"Nah, Arthur. Ini Andre yang pernah aku ceritakan padamu. Dia tampan kan?" tanya Lorena sehingga membuatku tersanjung mendengar perkataan Lorena.
Aku hanya tersenyum, sementara si Arthur menatapku dari bawah keatas. Apa aku berpenampilan yang salah? Dia terlalu memandangiku intens, apa dia salah satu juri yang menilai pakaian orang lain? Oh tidak, jika benar aku harus berpenampilan yang rapih.
"Dia kelas nya ada disebelah kita loh. Jadi kita bisa sahabatan. Iya kan?" tanya Lorena.
"Iya." jawabnya singkat. Si Arthur orang nya pelit ngomong juga ya. Berapa sih harga satu huruf yang dia keluarkan. Aku bayar tunai tuh huruf!
"Hei Loren. Ini teh kotak nya, loh ini siapa? Kayanya baru liat," Vivi muncul dari hadapan kami dan menatap Arthur bingung tapi penuh kagum.
"Terima kasih Vivi. Ini Arthur dia juga murid baru di kelas sebelah sama sepertiku. Dia ini teman aku juga." mata Vivi tampak berbinar menatap Arthur. Sebegitu tampanya kah dia?
"Arthur."
"Vivi."
Si Vivi cari kesempatan banget megang tangan Arthur lama-lama. Lalu Arthur dengan keras melepaskan tanganya dari Vivu.
Tibalah bel masuk berbunyi. Untunglah bel itu segera mengusir Arthur dari kelasku. Karna aku sudah muak melihat wajahnya yang so cool itu.
Semua murid berhamburan memasuki kelas, begitu juga dengan aku dan Lorena yang menempati bangku masing-masing. Seperti biasa sebelum guru masuk semua murid disini lebih memilih melanjutkan gosip yang terpotong oleh bel masuk, sebagian juga ada yang berbuat rusuh.
"Andre, apa yang namamya sekolah harus seperti ini?" tanya Lorena yang memutar kursinya menghadap kearahku. Kebetulan Dimas dan Vivi sedang tidak ada di bangku mereka. Jadi aku bisa mengobrol leluasa dengan Lorena.
"Em, gak setiap hari sih. Ya mereka mencari kebebasan aja di jam pelajaran kosong maupun guru nya belum masuk. Kalau secara istilah merefresh otak sebelum belajar." jelasku sambil mengusap tengkuku takut aku salah mengeluarkan kata.
Lorena manggut-manggut dan melihat keramain yang ada di dalam kelas. Tiba-tiba ada sebuah ember kelas yang melayang kearah Lorena. Tapi dia menjulurkan tanganya dan ember itu berhenti dan tak lama jatuh ke lantai. Untung saja semua murid tidak curiga.
"Kamu pake kekuatan kamu?" tanya ku. Dia hanya mengangguk dan menopang dagunya dengan kedua tanganya lalu menatapku. "Lain kali jangan keluarkan kekuatanmu di depan umum. Bisa bahaya, nanti kamu bisa ketauan kalo kamu itu bukan manusia." aku memberitahunya secara pelan karna takut ada yang mendengar.
"Aku hanya melindungi diriku sendiri." dia sepertinya tidak mendengar nasehatku.
"Itu sama aja. Kamu bisa menghindari ember itu, jika ingin berlindung."
"Ya ya baiklah." dia tampak acuh tak acuh. Dan membalikan badanya menghadap depan. Apa dia marah?
"Lorena kamu marah?" tanyaku hati-hati karna takut dia marah beneran.
"Tidak. Sebentar lagi guru akan masuk." dari mana dia tau. Ah mungkin dia hanya mencari alasan.
Dan tidak lama benar saja guru Fisika telah masuk. Dia benar-benar bisa melihat beberapa menit yang akan datang. It's amazing.
Bersambung
Love
Sillverss
KAMU SEDANG MEMBACA
Mermaid
FantasySalahkah jika putri duyung sepertiku menyimpan perasaan kepada seorang manusia sepertinya? Aku mencintainya apakah itu salah? Meskipun diriku akan berakhir menjadi buih-buih gelembung seperti kisah putri Ariel aku tak masalah, aku hanya ingin bersam...