Mermaid: Four

3.5K 172 1
                                    

Lorena's POV

Sejak pertemuanku dengan Andre tadi pagi. Aku merasa sangat senang karna bisa bertemu dengan dia lagi. Aku kira Andre tidak sekolah disini. Aku juga mempunyai teman baru bernama Vivi, dia cantik, baik pula. Ternyata apa yang di katakan Ayahanda salah besar. Manusia tidak lah jahat, buktinya mereka semua mau berteman denganku dan pangeran Arthur.

Oh, ngomong-ngomong tentang pangeran Arthur. Kami tinggal bersama di sebuah gedung yang namanya apartemen. Gedungnya tinggi banget dan banyak juga ruangan disana.

"Maaf menunggu lama. Ayo kita pulang." ucapan pengeran Arthur mengejutkan ku dari lamunan di depan kelasnya.

"Kau lama sekali, memangnya belajar apa sih?" tanyaku penasaran. Karna hanya kelas dia yang bubar.

"Maaf, tadi ada pelajaran tambahan." jawabnya dan dia merangkulku untuk pulang.

Saat aku melewati lapangan, aku melihat beberapa orang yang sedang mengejar-ngejar sebuah bola berwarna coklat dan memasukanya ke dalam keranjang bolong yang berada di atas tiang. Sebenarnya itu permainan apa sih? Aku juga pengen belajar. Aku melihat Andre menghampiriku dan Arthur.

"Baru pulang? Mau aku anterin?" tanya nya. Aku melirik ke arah Arthur sebentar.

"Tidak bisa. Kau lanjutkan saja mainnya." baru saja aku akan menjawab.  Arthur sudah menjawabnya terlebih dulu.

"Maaf ya, Andre. Lain kali aja." aku merasa tidak enak hati dengan Andre. Pasti dia merasa sangat kecewa. Maaf kan aku Andre.

"Hem. Baiklah, hati-hati ya." ucapnya seraya mengacak rambutku dan dia berlalu dari hadapanku sebelumnya dia tersenyum sangat manis sekali.

Aku masih menengok ke arah lapangan sementara Arthur memaksaku untuk berjalan. Dan kemudian hilang lah pandangan Andre dari mataku. Ada apa sih dengan Arthur, sepertinya dia tidak terlalu suka dengan Andre.

*

"Arthur, aku mau bertanya. Simpan dulu cemilanya." aku menghampiri Arthur dan ikut duduk disampingnya.

Dia menyimpan cemilanya di meja yang berada di depan kami, sementara televisi masih menyala. Arthur menungguku untuk mengeluarkan suara.

"Kau tidak menyukai Andre?" tanyaku hati-hati. Di  mengerutkan keningnya.

"Tentu saja. Mana mungkin aku menyukai seorang laki-laki. Aku masih waras, Lorena." jawaban Arthur sungguh membuatku kesal. Kapan dia mengerti perkataanku.

"Maksud aku bukan itu. Kau membenci Andre?"

"Kenapa aku harus membenci dia?" Arthuuurrr!

"Kalau aku tau alasan kau membenci dia! Aku tidak akan bertanya Arthur!" pundaku naik turun karna menahan emosi. Dia malah terkekeh melihat ku seperti ini. Aku mebalikan badan untuk membelakangi Arthur, aku kesal denganya.

"Eh Princess Lorena marah nih. Ih baru tau marah nya gitu." Arthur mencoba merayuku dan mencolek-colek pipi ku. Tapi aku masih mempertahankan emosi ku.

Dia muai berpindah menghadap kearahku dan berjongkok didepanku. Lalu dia memegang kedua pipiku.

"Ayolah cantik. Jangan marah, tadi amu hanya bercanda. Habisnya kau serius sekali. Oke, aku akan jawab. Aku memamg tidak terlalu suka pada Andre. Aku takut dia hanya ingin menyakitimu. Kau tau kan manusia tidak semuanya baik." aku menatap mata Arthur untuk melihat sisi kebohonganya. Shit! Dia tidak berbohong.

"Dia baik, Arthur! Kau lihat tadi? Dia bahkan menawarkan ku untuk di atar pulang olehnya. Apa kau lihat dari wajahnya, jika dia bukan tipe orang yang jahat. Tolong mengertilah, Arthur. Kau masih ingatkan tujua kita untuk menjadi manusia?" dengan pelan dia menundukan kepalanya. Aku terus menatapnya.

"Benar dugaanku. Kau akan tetap membelanya, Lorena. Jadi percuma saja aku memberikan alasan ku membenci dia." perkataanya mampu mengenai ulu hatiku. Kata-kata nya seperti menyiratkan sesuatu. Aku dia pergi dari hadapanku. Dan memnika pintu yang menghubungkan apartemenku dengan apartemen Arthur.

Aku masih menatap pintu yang baru saja Arthur tutup dengan sedikit kencang. Apa dia marah? Aku harap tidak. Mungkin Arthur belum kenal jauh dengan Andre. Jadi ya, dia tidak terlalu suka dengan kehadiran orang baru di kehidupanku maupun dia.

Terserah lah mau marah atau tidak juga. Yang penting aku melanjutkan memakan cemilan Arthur yang belum habis dan tersimpan di atas meja, sambil menonton acara televisi dengan tenang aku bersantai.

*

"Arthur! Apa kau ada di dalam?" aku sedari tadi berdiri di depan pintu apartemen Arthur. Sedari tadi Arthur tidak menemuiku, padahal kita harus segera berangkat kesekolah. Tetap saja tidak ada sahutan dari dalam.

Dengan terpaksa aku harus menerobos ke dalam apartemen Arthur melalui pintu penghubung.

Aku mendapati Arthur masih berbaring si tempat tidur dengan posisi membelakangi mu. Apa dia belum bangun, tapi rasanya tidak mungkin. Arthur selalu bangun pagi-pagi. Lalu alu mendekatinya, badanya bergetar dan aku melihat gelang mutiaranya hampir memutih semua. Hanya ada setengah mutiara berwarna biru. Ini tdak boleh terjadi, Arthur harus cepat-cepat tersentuh air.

Dengan inisiatif, aku merangkul Arthur untuk membantunya berdiri dan berjalan menuju kamar mandi, dia sedang butuh air. Keadaanya sangat lemas. Bertahan Arthur, demi aku.

BYUR!

Arthur sudah berada di dalam bathup dengan air yang penuh. Tiga mutiara yang hampir memutih itu lambat laun berwarna biru kembali. Aku hanya membuang nafas lega, Arthur tidak kembali menjadi duyung. Dengan pelan dia membuka kelopak matanya.

"Arthur, untunglah kau tidak apa-apa. Aku sangat khawatir padamu." ucap ku seraya memeluk Arthur dan melepaskanya kembali.

Dia tersenyum. "Terima kasih kau telah mengkhawatirkan ku. Aku haru segera mengganti pakain ku, kau sebaiknya keluar dulu." dia bangkit dari bathup tapi aku menahanya.

"Sebaiknya kau istirahat saja dulu. Lihat kau masih lemas begini. Aku tidak tega melihatmu, memangnya kau tidak mandi ya?" tanyaku. Dia hanya terkekeh, memangnya ini lucu.

"Apa kau yakin. Pergi kesekolah tanpa aku? Biasanya jika keluar dari apartemen kau selalu merengek memintaku untuk menemanimu?" aku harus mencari alasan. Aku tidak mau merepotkan Arthur. Ayo Lorena berpikir.

"Emm. Sekarang kan udah ada Andre. Jadi sekarang kau tidak perlu khawatir lagi." ucapku pelan. Arthur menatapku tajam, dan mendekatkan wajahnya kearahku. Aku hanya bisa menahan nafas.

"Oke, baiklah. Kali ini aku percaya sama kamu." akhirnya aku bisa menghembuskan nafas kembali karna Arthur sudah menjauhkan wajahnya dari wajah ku.

"Ya sudah. Aku berangkat sekolah dulu." kali ini aku pamit keluar dari apartemenya karna salah tingkah dengan perlakuan Arthur. Dia iseng banget sih.

Huft! Keluar dari apartemen tanpa Arthur untuk pertama kalinya. Aku harus berani! Manusia tidak jahat, oke. Aku harus menunggu taxi lewat sesekali aku melihat ke arah kanan untuk memastikan jika ada taxi yang lewat. Duh, ayo dong aku bisa terlambat ini.

"Hai, butuh tumpangan?"

Bersambung

Love
Sillverss

MermaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang