Chapter 2

5.5K 479 18
                                    

Meet

Rak buku yang menjulang tinggi dengan kumpulan buku literatur, era ekonomi pertengahan dan filsafat terpajang disana. Tepat didepannya berdiri jendela besar yang menyentuh langit-langit, memperlihatkan pemandangan pepohonan didepannya.

Oh Sehun, berdiri sambil terpaku menatap jendela tanpa tujuan pasti. Matanya  seolah-olah tidak tertarik untuk menatap keindahan dibaliknya. 

Seseorang mendekat kearahnya, lalu berdiri disampingnya. 

Ia tak memulai bahkan mungkin keduanya tidak berencana memulainya. Oh Wunjae ayah dari Sehun yang berdiri disampingnya kini menimang perkataan apa yang pantas ia lontarkan.

"Sehun" mulainya

"Ye aboeji"

"Sudah berapa lama" 

Sehun tidak memalingkan pandangannya "Tiga tahun enam puluh hari"

Jawaban yang sama setiap harinya ketika Oh Wujae tanyakan

Suasana sama, terlihat diluar jendela beberapa pohon maple mulai berguguran diterpa angin.

"Merasa lebih baik?"

"Eum" gumam Sehun

Oh Wujae menghela sambil menyikap tangannya kebelakang "Seterusnya lakukanlah terapi rutin"

Sehun menurunkan pandangannya "Ye Aboeji"

Oh Wujae menepuk pundak Sehun hendak berbalik pergi

"Jangan khawatir abeoji, aku bisa menanganinya"

Anggukan menjadi akhir pertemuan keduanya, walau memaksanya Sehun tidak akan baik dengan penanganan itu. Jadi Oh Wujae membiarkan anaknya itu sembuh oleh waktu dan paksaan yang halus.

***

Hari ini menjadi bencana dan anugrah, Jiyeon dan ayahnya membuat perjanjian konyol. Ia menuruti apa yang ayahnya mau untuk pergi ke Seoul—praktis untuk dijodohkan dengan seseorang. Tapi Jiyeon tidak semudah kelihatannya, ia bahkan mengancam dan membuat perjanjian sepihak dan mau tak mau tuan Park menurutinya.

"Jiyeon! kajja!" Panggil ayahnya dari lantai bawah

"Cakkaman" sahut Jiyeon, masih bercermin melihat penampilannya

"Aish pria tua itu menyebalkan!" Gerutunya sambil merapihkan lipatan bajunya.

Jiyeon memakai dress pink bercorak bunga dipadukan heels putih. Cocok untuknya yang akan menemui seseorang yang penting.

Jiyeon menuruni tangga dan mengomel tidak jelas hingga ayahnya tidak menyadarinya.

"Ingat kau sudah janji untuk tidak mengacau" ancam tuan Oh.

Jiyeon memangut lalu pergi keluar rumahnya untuk lebih dahulu menepati kursi penumpang.

"Siapa yang ia ancam memang ah aku bisa gila jika harus seperti ini" gerutu Jiyeon

Mereka mengambil penerbangan kedua jadi akan sampai Seoul dijam makan malam.

"Jiyeon, benar kau tidak keberatan" tiba-tiba saja tuan Park bertanya asal.

"Wae? Apa aku mencurigakan? Jika begitu ayo kita batalkan" sambut Jiyeon

Tuan Park menggeleng "Ah lupakan"

Sebenarnya ada rasa khawatir jika ia sampai harus membawa putri satu-satunya pergi jauh darinya tapi tentu saja Park Jaesuk punya alasan sendiri untuk melakukan itu.

Prince And I [Revisi berjalan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang