Chapter 6

4.3K 367 23
                                    

Talk

Bocah laki-laki itu masih terbaring di ranjangnya karena mengalami demam dalam beberapa hari terakhir, ia terpaksa dirawat dirumah karena merasa itu adalah jalan terbaik baginya.

Seberapapun ia memberontak tetap saja ia perlu melunak karena dirinya tidak bisa melakukan semuanya dengan benar ketika dahinya saja masih terasa panas. Namun satu hal yang sedari tadi selalu menjadi bahan pikirannya.

Gadis itu apa dia baik-baik saja? Apa dia mendapat perawatan yang baik selama dirinya tidak ada disana?

Matanya menatap langit langit lalu mendorong dirinya untuk terbangun.

Tapi tak lama seseorang mengetuk pintu membuat perhatiannya teralih lagi, seseorang yang tak lain adalah bibi yang bekerja di rumahnya bergegas membuat suara kakinya menggema diseluruh ruangan lalu terhenti ketika dirinya mengulurkan sepucuk surat pada Sehun dengan mata yang sedang ia usahakan untuk tidak mengeluarkan air matanya.

"Ada apa?"

"Tuan muda, nona Sandara ingin menyampaikan sesuatu" lalu bibi itu terdiam disisi pria dihadapannya yang kini sedang menatap bingung pada kertas yang sudah berada di genggamannya.

Ia membuka kertas itu karena jelas ia sungguh tidak bisa menahannya—jauh karena dirinya sungguh merindukan sosok yang ia tunggu dan secara kebetulan memberika surat untuknya.

'Annyeong Sehun-ah

Sepertinya ini saat yang tepat aku untuk mengatakannya padamu sebelum semuanya semakin terlambat—'

Di tempat yang berbeda hujan turun begitu lebat mengguyur kota Seoul pada hari itu cuaca gelap akibat hujan yang datang sudah cukup lama. Entah apa yang dipikirkan gadis cantik yang berada di taman rumah sakit itu sambil terisak menangis tersedu.

'—aku tidak tahu harus mulai dari mana karena waktuku terbatas. Maaf karena kali ini aku harus melanggar janjimu—'

Pria itu masih dengan seksama membaca setiap kata yang dituliskan gadisnya dalam surat yang sepertinya ditulis dengan aliran air mata membuat sedikit bercak di dalamnya.

'Sepertinya aku tidak bisa egois, aku juga tidak bisa berdiam seperti ini dengan berakhirnya diriku seperti tak berarti. Aku mohon jangan maafkan aku atas semua perbuatanku yang mungkin kelak akan ku sesali. Jadi temukan takdirmu dan jalani tanpa bayang-bayang diriku. Sehun berjanjilah padaku agar dirimu tidak memaafkanku, berjanjilah untuk bahagia agar aku bisa menangis bahagia. Aku akan melupakanmu begitupun dirimu—kan? Tolong jangan marah, aku pamit, maaf karena tidak bisa menepati janji akan bersamamu hingga altar pernikahan kurasa kau akan dapat putri yang cantik nanti. Selamat tinggal Sehun terimakasih. '

Gadis yang sedang diguyur hujan itu ditengah-tengah taman memegang dadanya dalam hisakan begitu dengan darah yang mengalir dari hidungnya. Ia menatap langit lalu tersenyum walau keadaannya begitu tragis tapi ia senang bahwa dia pergi menghentikan hal yang salah. Ia jatuh dengan mata terpejam dan hujan yang membasahi badannya, nafasnya berhembus untuk terakhir kalinya.

Sehun meremas surat yang di pegangnya dengan tangis yang sedari tadi mengalir dari matanya.

"Daraaa! Akhh" jeritnya dengan parau tangis.

***

Berakhirnya terapi begitu pula dengan kesendirian Sehun diluar ruangan menunggu ayahnya keluar dan itu mungkin akan membutuhkan waktu. Sehun tahu benar bahwa kali ini dokter yang sekaligus menangani gejala mentalnya tengah membicarakan kesehatannya.

Prince And I [Revisi berjalan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang