⬆Mulmed ⬆Jiyeon pake kalung liontin tadinya biar bisa ke gambar tapi liontinnya bukan hati but anggap saja seperti diatas
For a While
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Jiyeon menatap Sehun baik -baik "Sehun", mungkin benar pikirnya ada sesuatu yang ia tidak tahu soal kisah Sehun, dan mungkin itu menyakitkan, dan lagi ini pasti bersangkutan dengan Dara.
"Apa kita akan berakhir begitu saja ? Apa ini kebohongan lainnya? Apa mungkin kau hanya sebuah kebohongan bagiku?" kepalanya ia dongakan dengan semburat wajah memelas dengan mata yang berbinar karena air mata yang mengkilat dipelupuk mata membuat kesan yang begitu pilu saat dilihat
Jiyeon semakin khawatir dengan kebingungan melandanya "Apa maksudmu?"
"Jiyeon apakah kau benar-benar kenyataan. Apa kali ini aku tidak akan sakit untuk yang kedua kalinya?" tanggap Sehun sambil terus melihat celah mata Jiyeon.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.***
Ada sesuatu yang ia rasakan, sesuatu yang membuatnya begitu sangat terkesan. Sebuah penjelasan yang sungguh amat jernih keluar dari mulutnya. Tidak pernah ia mendengar sebuah kata hati yang begitu jernih dari seorang pria. Ia kembali meyakinkan dirinya bahwa pria di sampingnya adalah pria yang tidak akan memperlihatkan sisi lemahnya.
Tapi tidak, semua pemikirannya salah. Beberapa kali ia sendiri berpikiran bahwa sang pria adalah pria yang dingin angkuh dan benar-benar seperti batu. Tapi berulang kali pula ia merasa pria ini begitu rapuh, begitu lemah, begitu lembut hingga ia meneteskan air mata itu dengan mata yang sangat pilu. Nyeri. Hati Jiyeon nyeri kala menatap mata itu. Bukan karena penuturannya, tapi karena betapa kejamnya ia memperlakukan pria dihadapannya begitu tak acuh tanpa melihat sisinya yang lain. Dan kini ia menyesal atas semuanya, ia ingin lebih bersamanya, ia ingin merangkulnya, ia ingin membuatnya bahagia.Dan menghapus semua kenangan kotornya.
Dalam waktu singkat Jiyeon merasakan ia pun dimiliki dan memiliki. Ia dapat membagi luka bersama tanpa rasa khawatir akan tersakiti atau menyakiti. Namun, satu hal yang membuat ia bimbang. Kini ia tidak rela melepas Sehun pergi. Ia takut akan janjinya. Janji saat Sehun mengatakan padanya untuk tidak pernah menunggu, dan mungkin ia akan mengingkarinya.
***
Sehun lalu menundukan kepalanyanya dengan sebuah penyesalan begitu dalam yang ia perlihatkan. Jiyeon yang melihatnya hanya bingung dengan semua yang baru saja Sehun katakan. Momen ini seharusnya romantis bukan? Lalu mengapa Sehun begini apa salah Jiyeon pikirnya. Sehun mendongakan kepalanya lalu ia menatap mata Jiyeon lama.
"Wae geurae?" Tanya Jiyeon saat ia juga menatap balik Sehun
"Kita perlu bicara, tapi tidak disini. Kajja" Sehun melewati Jiyeon begitu saja tanpa menjelaskan alasannya.
Mata Jiyeon meredup melihat punggung Sehun yang kini pergi mendahuluinya, entah mengapa, entah apa rasanya itu tapi ia merasa seperti ia dibuang.
***
Di sebuah taman yang sangat sepi malam itu, Sehun memarkirkan mobilnya. Lalu suasana menjadi canggung. Mereka tidak memulainya atau keluar dari mobil, dan ini mebuat Jiyeon semakin merasa bersalah, entah mengapa.
"Dulu, aku memang mencintainya."
Jiyeon menoleh saat tiba-tiba Sehun membuka mulutnya.
"Dia adalah wanita yang sempurna, wanita dengan segala kelebihan, bagiku. Tapi orang lain lihat sebagai kekurangannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince And I [Revisi berjalan]
Fiksi PenggemarCinta sejati tidak di dapat dengan mudah, mungkin itu terjadi pada Park Jiyeon, ibarat kata menunggu saja mustahil atau menyerah saja adalah jalan terbaik. Oh Sehun tidak pernah tahu jika wanita yang selama ini ditakdirkan dengannya, bukan cinta per...