Chapter 22 [Sadness]

1.9K 197 37
                                    

[Sadness]
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

***

Mereka melepaskan tautannya, dengan perlahan-lahan menjauhkan bibir mereka. Dahi mereka sengaja tidak terlepas, wajah mereka begitu dekat hingga hidung mereka saling bersentuhan. Keduanya seakan enggan untuk menjauh lagi. Keduanya menetralkan nafas masing-masing. Mata mereka tidak sanggup untuk saling menatap.

Sehun menggerakkan lengannya perlahan dan mengangkatnya untuk bisa menggapai wajah Jiyeon. Ia memegang pipi Jiyeon dengan lembut. Mengusapnya seolah itu adalah hal yang perlu ia lakukan. Sehun masih terdiam dengan wajah dinginnya dan kini menatap manik mata Jiyeon yang basah akibat tangisnya.

Jiyeon menjauhkan wajahnya perlahan tanpa membuat Sehun melepaskan tangannya dari pipinya. Jiyeon kemudian balik menatap Sehun yang pada saat itu, sedang melakukan hal yang sama. Ini membuat suasana canggung dan begitu mengharukan.

"Jangan pergi" Sehun melontarkan kata itu dengan sangat lembut untuk didengar.

Jelas Jiyeon hanya menatapnya dengan nanar. Ia menunduk untuk sekedar mengumpulkan kekuatannya. Lalu menghela nafas, diikuti dengan kesiapan yang tidak stabil.

"Aku harus pergi"

Sehun tidak bisa menerima itu. Lalu tangan satunya yang tidak memegang pipi Jiyeon  menggenggam tangan Jiyeon berupaya untuk membuatnya tidak pergi.

"Aku bisa melakukannya, akan aku katakan pada Soyou untuk pergi. Kau tak perlu khawatir, dokter Lee akan percaya padaku"
Sehun masih saja berusaha meyakinkan Jiyeon.

Jiyeon hanya tersenyum lembut dan ia memegang tangan Sehun yang kini masih berada dipipinya. Ia menggenggamnya dengan lembut dan mengusapnya penuh kasih.

"Tidak seperti itu Sehun. Kita tetap bersama. Hanya kali ini kita harus kembali lagi menunggu. Kau akan pulih. Dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan" Jiyeon berusaha meyakinkannya lagi.

Sehun menggeleng kecil dan menatap Jiyeon dengan cemas. Sudah cukup ia meninggalkan Jiyeon di Korea. Dia tidak mau itu terulang kembali, ia hanya memikirkan Jiyeon.

Ia tidak ingin terpisahkan lagi.

Jiyeon menatap Sehun untuk yang terakhir kalinya. Tak akan pernah ia lewatkan semua ini. Jiyeon menelisik setiap wajah sempurna Sehun; mata, hidung, bibir, dagu. Tanpa ragu ia menyentuhnya satu persatu seakan itu membuat semua ini akan berakhir.

Tidak, tidak akan berakhir begitu saja. Jiyeon tahu mereka tidak akan berakhir. Karena ini adalah awal dari semua yang akan terjadi nanti.

Jiyeon menunduk dan menangis perlahan. Sehun yang sedari memerhatikannya hanya bisa menatapnya dengan sendu, sesekali ia mengusap air mata yang keluar dan bertanya.

"Wae?"

Jiyeon menggeleng dan berdiri tanpa menjawab.

"Kita akan bersama lagi nanti. Cepat atau lambat-"

"-Jaga dirimu"

Jiyeon melepaskan genggaman Sehun lalu pergi keluar ruangan sambil menutup pintu. Ia berlari menjauh dari koridor rumah sakit. Bahkan ia tidak peduli dengan mata yang memerhatikannya saat ia berlari.

Ia hanya kecewa dengan apa yang sedang terjadi. Ini seharusnya tidak terjadi. Jika semua ini tidak terjadi, mungkin sekarang ia sedang berada di butik bersama Nyonya Oh untuk memilih gaun pengantin.

Jiyeon berhenti dan menangis dengan tersedu-sedu. Dengan tangan yang berusaha menutup mulutnya agar tangisnya tak terdengar kencang.

***

Prince And I [Revisi berjalan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang