Princess Prilly POV
Sesuai kata Mami, hari ini Papi akan pulang dari Jepang. Aku menghapus semua air mataku. Menyisihkan sementara penderitaanku. Tuhan, berikan aku kekuatan beberapa jam saja untuk tetap tersenyum agar Papi tidak khawatir dan marah mengetahui semuanya.
Ting... Tong...
Bel rumah berdenting, ku tebak yang datang itu Papi. Aku yang sedang memoles wajahku dengan beberaa make uo, ku percepat dan segera keluar kamar menemui Papi."Prilly dimana?" Tanya Papi yang ku dengar ketika keluar kamar. Terlihat Mamu kesusahan mencari jawaban. Mungkin, dia berusaha menutupi kesalahanku dan keadaanku saat ini.
"Papi.." ucapku penuh keceriaan. Sungguh berbalik dengan kenyataan yang seseungguhnya kini hidupku penuh penderitaam.
"Hay, anak Papi..." Papi melentangkan tangannya pertanda siap untuk ku peluk. "Gimana kabar kamu sayang?" Tanya Papi sambil mengelus lembut kepalaku yang ada di dadanya.
"Baik kok Pi, Papi sendiri gimana?" Balasku saraya mendongakan kepala.
"Baik juga sayang. Tapi kok kamu keliatan pucet gitu sih?" Tanya Papi.
"Nggak kok Pi beneran aku gak apa-apa.. Cuma rada pusing aja.." jawabku.
"Yaudah sarapan dulu trus nanti kita ke dokter.." ucap Papi tegas seakan memerintah.
"Pi, Prilly cuma sekedar pusing aja gak lebih. Paling kecapekan, istirahat bentr paling juga sembuh.."tolakku halus.
"Seriusan?" Tanya Papi sambil membolak-balikkan telapak tangannya di dahiku. Aku hanya mengangguk disertai senyum manisku yang selalu ku perlihatkan setiap hari, menit, detiknya sebelum malam kelam itu terjadi. Ash, sudahlah, lupakan. Hari ini aku ingin melupakan sejenak kejadian itu dan berbahagia sebentar dengan kedua orang tuaku, utamanya Papiku.
***
Aku bergelayut manja di lengan Papi ketika Papi akan beranjak pergi melanjutkan pekerjaannya di kantor. Sebenarnya ini tak pernah terjadi sebelumnya, entah mengapa sekarang aku menjadi seperti ini.
"Papi... Please jangan pergi.." rengekku manja.
"Gak bisa sayang, Papi ada meeting penting siang ini.." balas Papi namun aku tetap merengek layaknya anak kecil. Ey, jangan salah tubuhku mungkin mungil namun tingkhku selama ini selalu dewasa tak pernah seperti ini. Ya memang kadang manja tapi tak sampai seperti ini.
Seketika aku menghentikan aktivitasku. Kepalaku mulai berputar. Perutku terasa mual. Aku berlari menuju kamar mandi, memuntahkan isi perutku. Dapat ku hitung, satu...
Dua...
BRUK!!
Semuanya jadi gelap. Namun samar-samar masih bisa ku dengar suara Mami dan Papi menghampiriku. Aku pun merasakan tubuhku terguncang dan terangkat namun aku tak bisa membuka mataku. Setelah itu, semuanya benar-benar gelap. Pendengaranku pun seakan tuli, tak lagi mendengar apapun. Dan aku pun tak lagi merasakan apa-apa.
***
Author POV
Prilly segera dilarikan ke rumah sakit. Ia memasuki ruang UGD. Ingin rasanya menunggu putrinya hingga tersadar kembali namun tuntutan pekerjaan membuat Papi Prilly memutuskan untuk meninggalkan rumah sakit dan pergi bekerja.
Tak beberapa lama setelah Papi Prilly pergi seorang dokter tampan yang tak lain ialah Dokter Ali keluar dari ruang UGD tersebut.
"Ada apa dengan anak saya dok?" Tanya Mami Prilly.
"Tidak apa. Gejala biasa, ibu dulu juga pernah merasakan saat hamil.." jawab Dokter Ali.
"Hah? Maksud dokter?"
"Iyah, sebentar lagi ibu punya cucu, selamat ya buk.. anak ibu hamil.." jawab Dokter Ali.
"Tuhan... Ujian apa lagi yang engkau berikan pada putri hamba Tuhan..." tangis Mami Prilly yang membuat dokter Ali bingung.
"Kok malah nangis toh bu?"
"Itu bukan cucu saya dokter... Saya minta tolong sama Dokter gugurkan janin itu.. Itu bukan anak putri saya... Putri saya baru saja bisa tersenyum setelah beberapa minggu ini terpiruk karena kejadian itu.. dimana dia jadi korban pemerkosaan pria tak bertanggung jawab.. Tolong dokter.. Tolong... gugurkan janin itu.. saya mohon.." cerita Mami Prilly dengan derai air matanya. Dokter Ali mencoba memberi ketenangan pada Mami Prilly. Setelah Mami Prilly tenang, ia kembali masuk ke ruang dimana Prilly berada.
"Kamu sudah sadar.." ucap Dokter Ali ketika melihat Prilly sudah bersandar di kepala bangsal.
"Saya kenapa dok?" Tanya Prilly to the point.
"Gak apa-apa.." ucap Dokter Ali setelah ia melihat memang benar tersirat gurat menderita di mata Prilly.
Prilly mengangkat satu alisnya tak percaya, "Dokter gak bohongkan.." ucap Prilly merasa ragu.
"Sebenarnya... ka.. ka.. kamu.." ucap Dokter Ali terbata-bata. Mengingat segitu sedihnya Mami Prilly, bagaimana dengan Prillynya.
"Dokter, saya kenapa?" Tanya Prilly karena Dokter Ali tak kunjung menjawab.
"Ka.. Kamu hamil.." jawab Dokter Ali lorih yang menyayat hati Prilly. Ia pun mulai menyucurkan air matanya.
"Aaaaaa... gak dok.. gak... gak mungkin... gak mungkin saya hamil... dokter pasti salah.. dokter pasti bohong... dokter pasti cuma dokter gadungan yang sedang mengarang cerita..." ucap Prilly dengan tangis histerisnya.
Dokter Ali mencoba menenangkannya. Memeluknya agar dia tak banyak gerak dan cepat tenang. "Terserah kamu mau hina saya seperti apa, namun itulah kebenarannya.." ucap Dokter Ali yang makin membuat Prilly histeris.
"Aaaaaaa... gak mau... Dokter tolong dok... bantu saya..."
"Saya bisa bantu apa?"
"Tolong dok, tolong... gugurkan kandungan ini... saya gak mau anak ini hadir di dunia... saya gak mau anak ini tumbuh di rahim saya.."
"Sssshhhh... kamu kok ngomong gitu, ini sudah takdir Ilahi.."
"Takdir? Heh, iya takdir.. tapi percuma saja sekalipun saya mau menerima bayi ini tapi Papi saya? Dia anak haram.. saya gak tau siapa ayahnya.."
"Sssshhh... kamu tenang yah, saya mau bantu kamu, tapi saya gak akan gugurin kandungan kamu, melainkan saya akan bertanggung jawab atas bayi itu sekalipun dia ada bukan karena ulah saya.. bukan darah daging saya..." ucap Dokter Ali seketika yang membuat suasana menjadi hening.
Dokter Ali pun tak tau, mengapa dirinya bisa berkata seperti itu.
"Dokter serius? Kita baru saja kenal loh dok? Dokter..." belum selesai Prilly berucap telunjuk dokter Ali sudah hinggap di bibirnya.
"Saya tau, tapi tolong izinkan saya bertanggung jawab atas bayi itu. Menjadi ayah bayi itu dan menjadi suami kamu yang akan menjaga dan melindungi kalian kapanpun dan bagaimanapun..." ucap Dokter Ali yang membuat Prilly terharu dan tenggelam dalam pelukan dokter Ali. Dokter Ali mencium lembut kedua tangan Prilly yang ia genggam. Lagi-lagi kini Prilly tak tahu dan tak kuat harus berkata apa lagi.
"Tuhan, kau begitu jahat. Kau membuatku menderita dengan kejadian berdosa itu dan juga malaikat tak berdosa di rahim ku ini.. Sekarang kau membuat pria tampan dan baik seperti dokter yang tengah memelukku ini merasakan penderitaanku... Apa salahnya Tuhan? Ini salah pria tak bertanggung jawab itu bukan dia, Tuhan.." batin Prilly menangis dan seakan marah pada Tuhan. Menyalahkan Tuhan atas semua yang terjadi saat ini.
***************************
Okay, votmentnya jan lupa.
Alofu♥♥♥✌
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Doctor
FanfictionSendiri selama 28 tahun tidak menjadi beban bagi seorang dokter tampan yang sangat dikagumi tersebut. Namun, ibunya selalu mendesaknya agar cepat menikah. Dokter tampan ini termasuk anak yang sangat berbakti kepada sang ibu. Ia selalu menurut apa ka...