"...Kamu yang sudah membuat anak saya melahirkan anak haram..."
Suara gemuruh hujan dan gaduh percekcokan antara Ali dan Papi Prilly membuat tidur Prilly dan anaknya terusik. Bayi yang baru saja lahir beberapa jam yang lalu itu kini menangis di sebelah Prilly. Tadinya ia sedang asik tertidur bersama sang ibu namun banyaknya keberisikan membuatnya terpaksa terbangun dan menangis.
"Uh, sayang mama, sini-sini, mimik cucu ya.. uh.." Prilly mengangkat Digo membawanya ke gendongan dan mulai menyusuinya.
"Mih.." Panggil Prilly pada Mami Ully yang baru saja masuk ke ruang rawat Prilly.
"Eh kamu udah bangun sayang. Iya, kenapa??" Balas Mami Ully dengan nada seperti orang gugup.
"Itu di luar ributin apaan sih??" Tanya Prilly penasaran.
"Oh itu Papi kamu lagi diskusi sama Ali. Gatau juga Mami tentang apa, biasalah laki-laki. Ada aja yang di diskusiin sampe ribut gitu. Kamu ke ganggu ya??" Balas Mami Ully panjang lebar yang hanya di balas dengan anggukan Prilly.
Selang beberapa menit, Papi Prilly masuk ke ruang rawat Prilly seorang diri. Ia mencari-cari sosok yang tadi menemaninya melakukan proses persalinan, mengadzani anaknya, dan menemani hari-harinya untuk selamanya.
"Pi, Ali mana??" Tanya Prilly langsung to the point tanpa menghiraukan atau mendengarkan sapaan atau basa-basi Papinya itu sebelumnya.
3 detik berlalu, Papinya tak kunjung menjawab. "Pi, Prilly tanya, dimana Ali??!!!" Ulang Prilly dengan nada sedikit membentak.
"Dia pergi" jawab Papi Prilly seenaknya.
"Pergi? Pergi kemana? Papi usir dia??" Tanya Prilly dengan nafas yang menggebu. Papinya kali ini sudah keterlaluan mencampuri rumah tangganya.
Papinya membalas dengan gidikan bahu sembari berkata, "suami kayak gitu bisa apa sih Pril? Mending cari yang lain. Surat cerainya udah jadi dan udah dia tanda tangani kok tadi. Tinggal besok Papi anter ke pengadilan agama." Mata Prilly membulat sempurna.
Tangannya yang sedari tadi sibuk menimang Digo, seketika melayang mengambil surat itu dan menyobeknya. Digo yang sedari tadi sibuk dengan sumber kehidupannya, kaget karena lepas secara paksa dan tiba-tiba.
"Cukup pi, cukup. Prilly makasih sekali karena papi udah peduli sama Prilly. Prilly juga makasih karena papi udah terepotkan dengan surat cerai yang baru saja Prilly robek. Kenapa Prilly robek?? Jawabannya singkat, Prilly gak butuh surat itu. Prilly sama Ali baik-baik aja. Kita gak akan cerai. Buktinya Ali masih mau menemani Prilly proses lahiran, mengadzani anak Prilly. Kalaupun benar Ali selingkuh, Ali khilaf. Dia sudah mengakui semua salahnya. Dan dia janji sama Prilly bakal perbaiki semua kesalahannya itu untuk kedepannya. Untuk kali ini, Prilly makasih. Tapi di lain waktu, Prilly minta sama papi, jangan terlalu mencampuri urusan rumah tangga Prilly. Biarin Prilly dan Ali mandiri, menyelesaikan masalah keluarga kita sendiri tanpa bantuan tangan orang lain. Sekali lagi makasih Pi, maaf Prilly sudah berkata seperti ini, maaf Prillt sudah membentak Papi, Prilly emang anak yang gak tau diri. Prilly anak durhaka. Membangkang semua omongan papi. Terserah, papi mau mengakui aku sebagai anak atau tidak. Aku mau ngejar suami aku sebelum dia pergi terlalu jauh dan meninggalkan aku dan Digo untuk selamanya." Ucap Prilly panjang lebar meluapkan semua amarahnya. Ia membenarkan breastnya lalu keluar dari kamar rawatnya. Tentu saja membawa Digo, walaupun di pintu lobby, ketika dia bertemu dengn Amanda, dia menitipkan Digo pada suster kepercayaannya itu. Ia berpesan sebelum pergi, agar tidak memberikan Digo kepada siapapun termasuk Mami dan Papinya.
Hujan yang mengguyur membuat Prilly sedikit kesusahan mencari Alinya. Entahlah, dimana laki-laki itu sekarang. Prilly nampak resah. Ia merutuki dirinya sendiri. Andai daritadi ia terjaga. Andai tadi dia tak mempertemukan Ali dengan papinya tersebut pasti tidak akan terjadi seperti ini. Tapi itu hanyal khayal belaka saja. Waktu tidak bisa terulang kembali. Yang lalu harusnya biarlah berlalu, tapi bagi Prilly untuk membiarkan laki-laki kesayangannya itu berlalu begitu saja meninggalkannya, sangat BIG NO!
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Doctor
FanfictionSendiri selama 28 tahun tidak menjadi beban bagi seorang dokter tampan yang sangat dikagumi tersebut. Namun, ibunya selalu mendesaknya agar cepat menikah. Dokter tampan ini termasuk anak yang sangat berbakti kepada sang ibu. Ia selalu menurut apa ka...