"Aku benar benar bisa menjelaskannya Vin." Celin tergesah gesah memercepat langkahnya agar dapat menyamai langkah Vino yang panjang.
Celin cukup terkejut. Saat dia sudah turun dari mobil Vano, tepat di depannya sudah berdiri Vino dengan tatapan yang seakan akan ingin mengulitinya. Tanpa kata Vino langsung berjalan masuk ke gedung bertingkat yang diketahuinya bahwa lelaki itu menuju kamar apartemennya. Celin yang melihat itu berusaha mengejar Vino sampai akhirnya dia harus berucap syukur karena dia telah berada di lift hanya berdua dengan Vino.
"Menjelaskan apa? Bahwa kau baru saja keluar dari mobil Kakakku dan juga memakai pakaiannya?" Kalimat sarkatis keluar dari mulut Vino dengan tajam.
"Apa? Kakak? Jadi dia Kak Vano? Kakak yang dulu sering kau ceritakan itu?" Persahabatan yang cukup lama antara Celin dan Vino membuat wanita itu tahu bahwa Vino sangat memuja Kakaknya yang selalu dipuji olehnya yang bernama Vano itu. Celin cukup tidak menyangka bahwa orang asing tadi adalah Kakak Vino yang beberapa tahun ini berada di Jerman.
"Ya, tapi itu bukan bagian terpentingnya." lift berdenting dan terbuka yang langsung membuat Vino berjalan lagi tanpa melihat ke arah Celin sedikitpun.
Celin mendesah saat dia harus mengejar Vino lagi, kakinya sudah tidak tahan berada di bawah kekangan high heels yang sangat mengganggunya.
"Vin ... ini hanya masalah kecil." Celin menghela nafas kecil saat mereka berdua sudah sampai di depan pintu kamar apartemen Celin.
"Masalah kecil? Bagian mana yang bisa kau sebut masalah kecil jika dari tadi malam aku terus mencoba menghubungimu tapi selalu tidak tersambung. Aku takut, aku cemas, aku khawatir kau akan berbuat macam macam yang bisa membahayakan dirimu. Aku mendatangi aprtemenmu, menggedor-gedor dan memanggil namamu seperti orang gila, mengitari jalanan malam dan berharap bisa menemukanmu di kegelapan yang sudah larut. Pada akhirnya aku memutuskan menunggumu di sini sampai pagi didalam mobil, bahkan untuk tidur pun aku berulang kali terjaga, dan apa yang kutemukan? Kau keluar dari mobil Kakakku dengan memakai pakaiannya, garis bawahi perkataanku, kau memakai pakaiannya, itu membuktikan kau telah bersamannya dan berada di tempat tinggalnya. Astaga apa yang kau lakukan bersama Kakakku?" Dada Vino naik turun dengan ritme yang cepat menandakan dia sudah mengeluarkan segala sesuatu yang sempat dia tahan beberapa waktu lalu. Celin menatap Vino minta maaf, dia bodoh karena tidak berpikir sampai sejauh itu.
Perlahan Celin mengeluarkan kartu kuncinya dan dengan cepat membuka pintu di depannya. "Ayo masuk Vin, akan aku jelaskan semuanya." Vino menurut, melangkahkan kakinya ke dalam dunia Celin yng berdominan warna coklat dan crem. Laki laki itu menuju sofa dan mendudukkan tubuhnya sambil menguasai amarah yang sempat membelitnya. Celin hanya mengikuti dan duduk bersebelahan dengan Vino.
"Aku minta maaf." Hening sejenak, hanya suara nafas mereka berdua yang mengisi kekosongan di antara mereka, sampai akhirnya Vino memutuskan untuk bersuara.
"Ceritakan semuanya," katanya dengan menekankan kata semuanya memastikan Celin agar tidak membohonginya.
Dan Celin menurutinya, dia menceritakan segala sesuatu dari dia berangkat ke club yang berakhir pada ke tidak sadaran dia yang sudah berada di ranjang Vano. Dia juga menceritakan perihal gaunnya yang terkena muntahan dan berbau tidak sedap karena itu dia meminjam pakaian Vano. Celin jelas sadar bahwa dia tidak mungkin menceritakan keadaan dimana dia bangun sudah dalam keadaan memakai pakaian yang berbeda di tubuhnya. Entah respon apa yang diberikan Vino jika dia tahu Kakaknya sudah membuka gaunnya walaupun untuk tujuan yang baik.
"Aku benar benar minta maaf, maaf sudah membuatmu khawatir." Celin mendengar helaan nafas yang keluar dari hidung Vino. Kemudian dengan sekali tarikan laki laki itu telah memeluknya dengan erat, memendam kepala Celin ke dalam dada bidangnya.
"Aku bersyukur kau baik baik saja."
Celin membalas pelukan Vino, memeluknya lagi lebih erat . Menyalurkan kehangatan untuk satu sama lain.
"Lain kali hubungi aku jika kau ingin pergi ke tempat seperti itu, aku yang akan menjagamu."
"Aku tahu, aku minta maaf. Tapi Vin ada satu hal yang ingin kutanyakan."
"Apa?" Vino melepas pelukannya dan menjauhkan kepalanya agar bisa melihat wajah Celin dengan jelas.
"Kenapa kau tidak ke kantor sekarang? Ini sudah jam 10." Vino hanya menaikkan alis mendengar pernyataan Celin yang sangat melenceng dari topik pembicaraan mereka.
"Lupakan itu, aku sudah mengurusnya. Aku tidak bisa bekerja jika terus memikirkanmu." Vino memutuskan menjawab dan jawaban itu sukses membuat Celin tersenyum. Celin bahagia, bahkan sangat bahagia, di saat dia sendiri seperti sekarang, selalu ada orang yang menghawatirkannya, selalu ada orang yang memedulikannya. Walaupun itu hanyalah Vino tapi hanya sosok laki laki itu yang membuatnya tahu bahwa dia masih dibutuhkan di dunia yang kejam ini.
-------------------------
Jangan lupa Vote ya ...
Saran atau kritikan diterima
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect CEO
RomanceDihianati dan ditinggal nikah. Dua hal yang membuat Celin terpuruk dan tidak mau mengenal lagi kata Cinta. Tetapi kemunculan sosok baru dihidupnya yang tidak bisa dicegah membuatnya merasakan semua hal yang dulu telah dirampas darinya dengan paksa. ...