"Cel ada bingkisan tuh."
"Dari siapa?" Celin melihat heran sebuah kotak berwarna putih yang tidak terlalu besar sudah terpampang di atas meja kerjanya.
Sandra, rekan kerjanya itu hanya menggeleng tidak peduli sambil terus melihat layar komputer yang menunjukkan banyak garis dan kolom. Vino memang mempekerjakan dua sekretaris untuknya, dan di sinilah dia dan Sandra berada.
Sandra cukup kompeten dalam masalah bekerja, tapi sedikit sulit untuk mengajaknya bicara. Dia seakan tidak peduli pada hal sekitarnya, yang dia lakukan adalah bekerja dan bekerja, seperti hidupnya hanya ditujukan untuk satu hal itu.
Celin kembali menatap kotak putih di depannya dan segera membuka tutupnya. Kini sudah terlihat oleh matanya gaun merah menyalanya. Terdapat secarik kartu yang langsung diambil dan dibacanya.
Akan kutarik tarifnya lain kali.
Diam diam Celin tertawa dalam hatinya, seulas senyum terbit di wajahnya, dia sangat tahu siapa pengirim dari bingkisan itu. Yah setidaknya untuk sekarang Celin masih bisa menganggap Vano sebagai orang baik meskipun kelakuannya terakhir kali sangat menjengkelkan.
"Oh ya, jam 10 nanti kau harus menemani Pak Vino menemui perwakilan dari Aro-Corp." Celin menolehkan kepalanya ke arah Sandra yang masih tetap setia dengan pemandangan layar di depannya. Memang dia dan Sandra sudah merencanakan dari jauh jauh hari kalau hari ini waktunya Celin untuk menemani Vino bertemu client, tapi dia belum memeriksa siapa client yang akan ditemuinya.
"Aro-Corp? Bukannya itu perusahaan ...."
"Aro-Corp, kita akan bekerjasama dalam bidang properti dengan perusahaan itu. Perwakilannya adalah Pak Davian, katanya dia adalah pemegang perusahaan selanjutnya." Sandra mengucapkan kalimat itu tanpa melihat dampak pada diri Celin. Baru beberapa hari lalu dia terpukul karena berita pernikahannya Davian, dan sekarang dia harus bertemu dengan pria itu dalam waktu kurang dari tiga jam.
Sandra memang tidak tahu tentang kisahnya dengan Davian, karena itu dia tidak memedulikan jadwal Celin yang harus bertemu dengan Davian hari ini.
Celin bertekad dalam hati, menguatkan dirinya, dia tidak ingin lari lagi. Dia akan menghadapi ini, karena mungkin saja Davian punya alasan logis yang bisa dikatakan padanya walaupun Celin tidak mengharapkan Davian membenarkan berita yang sudah terpampang di depan matanya.
***
"Kau bisa berganti dengan Sandra, tidak perlu menemaniku." Vino dengan gusar melirik Celin yang berjalan beriringan di sampingnya.
"Sudahlah Vin, aku tak apa. Lagi pula kita sudah di sini kan'?" Celin berusaha membujuk Vino yang sedari tadi dari kantor selalu menyuruh Celin agar tidak ikut dalam pertemuan ini.
"Oke baiklah. Kau harus kuat ya, aku tidak ingin melihat wajah sendumu seperti beberapa hari lalu."
Celin mengangguk dan menuju ke meja restoran yang sudah diatur dari pihak Davian. Mereka memang memutuskan bertemu di luar kantor, Celin tidak tahu pasti kenapa.
Terlihat dari matanya, dua orang yang sedang memandangi kumpulan kertas di meja sambil sang wanita menjelaskan isinya kepada laki laki yang terus menganggukan kepalanya tanda mengerti. Itu dia, laki laki yang sangat dikenal Celin.
Kedua orang itu sepertinya merasakan kehadiran Celin dan Vino karena mereka langsung mendongakkan kepalanya.
Itu masih tetap mata yang sama, wajah yang sama tapi jelas guratan di dahinya membuat dia sedikit terlihat lebih dewasa. Mata Celin bertemu dengan mata yang dulu menatapnya dengan cinta.
Cinta? Bullshit, bahkan sekarang Celin tidak ingin mengakui itu.
"Selamat pagi Pak Davian." Vino memutus pandangan Davian ke arah Celin agar berlalu menuju ke arahnya. Mereka berdua berjabat tangan dan Celin mengikuti Vino duduk di sebelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect CEO
RomanceDihianati dan ditinggal nikah. Dua hal yang membuat Celin terpuruk dan tidak mau mengenal lagi kata Cinta. Tetapi kemunculan sosok baru dihidupnya yang tidak bisa dicegah membuatnya merasakan semua hal yang dulu telah dirampas darinya dengan paksa. ...