Vano menjalankan mobilnya dengan kecepatan rata rata, membelah jalanan yang tidak terlalu ramai. Disebelahnya sudah terduduk Rupert yang sedang menikmati coklatnya.
"Daddy, kita jadi mengunjungi Mommy?" Vano menoleh sekilas ke arah anaknya lalu tersenyum hangat. Dengan pandangan yang tertuju pada jalanan, Vano menjawab pertanyaan Rupert.
"Iya dong. Daddy udah kangen sama Mommy. Emang Rupert enggak?" Rupert mengambil tisu dan membersihkan tangannya dari lelehan coklat yang terkena kulitnya.
"Kangen banget." Vano terkekeh, kemudian lelaki itu melihat sebuah bangunan yang menjadi tujuannya . Mobilnya diarahkan keparkiran lalu segera melepaskan seat belt dan keluar. Rupert mengikutinya dari belakang.
Vano menunggu Rupert turun dan segera membenarkan pakaian Rupert yang sedikit kusam.
"Rupert jangan lupa bawa bunganya."
"Oke Daddy."
Ayah dan anak itu berjalan beriringan, menyamakan langkah sampai menuju ke ruangan yang serba putih.
"Hai sayang. Bagaimana keadaanmu?" Vano meletakkan keranjang penuh buah di meja dan langsung menuju ke arah Celin yang sedang membaca novel di tangannya. Lelaki itu langsung mengecup kening istrinya.
Sedanglan Rupert dengan pintar mengganti bunga di vas yang sudah layu dengan bunga yang masih segar digenggamannya.
"Mommy ...." Rupert kemudian menyusul dan mendapat senyuman kaku dari Celin.
"Jadi Van, bagaimana pemakaman Sally?"
"Jangan bicarakan itu Cel. Aku tidak ingin membahasnya. Dia berniat mencelakaimu dan bayi kita, dia hampir saja menabrakmu jika aku tidak menarikmu saat itu." Celin menatap sendu Vano. Memang insiden itu masih terulang dan tidak akan terlupakan dalam kepala Vano.
Saat dia akan mengejar Celin, Vano melihat mobil melaju kencang yang terlihat tidak beres. Dengan cepat lelaki itu menuju ke arah Celin, dalam satu sentakan Vano berhasil membawa tubuh Celin untuk tertarik ke arahnya. Tapi sayangnya Celin mendapat syok berat dan akhirnya pingsan. Beruntung dokter mengatakan jika kandungannya dalam kondisi yang baik baik saja.
Sedangakan pengemudi mobilnya? Mungkin tidak jauh jauh dari perkiraan. Sally. Wanita ular itu yang ingin menabrak Celin dan akhirnya terkena imbasnya sendiri. Sally akhirnya berujung menabrak tiang listrik yang langsung membuat mobilnya hancur di bagian depan dan tubuhnya terjepit tidak bisa keluar. Pada akhirnya wanita itu tewas di tempat.
Vano sangat marah, bahkan berdoa agar Sally tidak perlu cepat mati seperti itu. Lebih baik wanita itu mendekam di penjara bersama orang tuanya, merasakan siksaan baru mati perlahan lahan. Tapi takdirnya berkata lain.
Bahkan sampai pemakamannya, Vano menunjukkan ekspresi yang datar. Tidak ada raut sedih ataupun menyesal. Dia terlalu marah dengan orang yang saat itu berada di balik gundukan tanah yang masih basah.
Jika bukan karna formalitas keluarga yang harus dijunjung, dia tidak akan mau menginjakkan kakinya di makam Sally.
Apalagi melihat Anca dan Stev yang juga berada di sana, tentu saja dia masih belum melupakan tentang kejahatan mereka berdua. Dan kali ini anaknya yang berulah. Anca terlihat seperti terguncang, dia melihat makam dengan nama Sally yang terpampang pada nisannya, menjadi saksi bahwa memang anaknya yang berada di dalam tanah saat itu.
Vano dengan jelas bisa melihat sorot kebencian wanita itu saat melihat ke arahnya. Tapi lelaki itu tidak peduli. Memang apa yang bisa wanita itu perbuat dibalik kekangan borgol besi? Karena ujung ujungnya Vano juga akan memastikan mereka berdua berada dipenjara selamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect CEO
RomanceDihianati dan ditinggal nikah. Dua hal yang membuat Celin terpuruk dan tidak mau mengenal lagi kata Cinta. Tetapi kemunculan sosok baru dihidupnya yang tidak bisa dicegah membuatnya merasakan semua hal yang dulu telah dirampas darinya dengan paksa. ...