Setelah melewati 3 hari terburuk dengan keadaan suhu tubuhnya yang meningkat, nafsu makannya menurun dan daya tahan nya melemah, kini Celin sudah bisa sedikit menerima semua hal yang menimpa dirinya. Dia juga tidak memprotes saat Vano akan menjatuhkan telak paman dan bibinya dipengadilan. Memang ada rasa kasihan di hatinya tapi dia masih tidak bisa mencerna bagaimana bisa mereka melakukan hal sekeji itu pada ibu kandungnya sendiri.
Selama itu juga Vano memaksa agar Celin tinggal di apartemennya, tanpa terkecuali Rupert. Dua lelaki itu menjaganya setiap hari saat dirinya terbaring di atas ranjang.
Sekarang dia sudah menginjakkan kakinya di rumah sakit dan berniat untuk menjenguk Vino. Vano dan Rupert juga ada bersamanya. Vano tidak pernah mengatakan apa apa tentang kebohongan Celin yang mengatakan Vino koma tapi sepertinya lelaki itu sudah tahu yang sebenarnya dan tidak berniat mempermasalahkan, lagipula tidak ada gunanya mengungkit hal sepele seperti itu di saat kondisi Celin belum sepenuhnya stabil.
"Hai Vin." Celin mencoba tersenyum sambil meletakkan bingkisan buah yang dibawanya. Diane juga ada di sana, duduk manis di samping Vino sambil memegang novel tebal di tangannya.
"Oh rupanya kau berhasil." Diane tersenyum menggoda saat melihat Vano yang sudah berdiri di depannya sambil terkekeh mendengar penuturan wanita itu.
"Aku tidak bisa menolak wanita cantik seperti dia." Tiga orang dewasa yang mendengarnya sama sama memutar bola matanya malas mendengar gombalan tidak bermutu Vano.
"Dan siapa si kecil yang berdiri di sana?" Vino lebih cepat mengetahui keberadaan Rupert daripada Diane. Anak itu memang bersembunyi di belakang tubuh Celin sambil sesekali mengintip.
"Hello Wie heißt Du?" Mendengar pertanyaan Diane, Rupert mulai berani berjalan maju. Mungkin selama ini anak itu masih asing dengan bahasa negara ini, karena itu mendengar Diane bertanya dengan bahasa Jerman membuatnya sedikit merasa berada di kampung halaman.
"Rupert."
"Benar kan instingku jika dia berasal dari Jerman." Diane menyombongkan dirinya saat Rupert mengerti apa yang dikatakan wanita itu. Kemudian Diane melanjutkan. "And, where's your Mutter and Veter?"
"Kami orang tuanya." Vano menjawab pertanyaan Diane yang ditujukan kepada Rupert. Setelah mengatakan itu, dirinya dan Celin mendapat tatapan tidak percaya dari dua orang di depannya.
"Oh God, luar biasa. Kau 8 hari di Jerman bersama Vano dan sudah bisa membawa pulang seorang anak yang berumur ... em ... berapa umurnya? Tiga atau empat?"
"Empat" Celin sedikit terkikik melihat Diane yang menatapnya horror.
"Yah, dengan membawa pulang anak berumur 4 tahun ke sini. Kau bahkan mendahuluiku." Diane memegang perutnya yang sudah menunjukkan tanda tanda terdapat kehidupan di sana. Melihat dari perutnya yang mulai membesar dari terakhir kali Celin lihat siapapun bisa mengetahuinya.
Celin terkekeh, dia juga tidak menyangka selama kunjungannya ke Jerman malah membawa oleh oleh dalam bentuk anak kecil tampan yang sekarang memanggilnya Mommy. Pernah Rupert menanyakan dimana neneknya, karena anak itu juga ingin bertemu dengan orang yang sudah mengasuhnya dari kecil. Celin jelas bingung ingin menjawab apa, tapi beruntung Vano menengahi mereka dan berkata "Nenek berada di tempat yang jauh. Nanti, jika Rupert besar pasti akan tahu sendiri." Setelah itu Vano mengajak Rupert membeli mainan dan menjajal aneka makanan yang belum pernah ditemui Rupert sebelumnya, membuat anak kecil itu teralihkan sejenak.
"Vin, bagaimana soal orang yang menyerangmu?"
Vino yang dari tadi mengamati Rupert, beralih ke arah Vano yang bertanya kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect CEO
RomanceDihianati dan ditinggal nikah. Dua hal yang membuat Celin terpuruk dan tidak mau mengenal lagi kata Cinta. Tetapi kemunculan sosok baru dihidupnya yang tidak bisa dicegah membuatnya merasakan semua hal yang dulu telah dirampas darinya dengan paksa. ...