"Sepertinya kau memang berniat ingin mengetahui semuanya ya." Nina melihat heran Vano yang ternyata sudah berada lagi di depan Cafenya setelah terlewat satu hari dari pertemuan mereka terakhir kali.
Laki laki itu duduk disalah satu kursi dan Nina mengikuti. "Jadi bisa ceritakan padaku sekarang?" Nina mengangguk.
"Tapi tidak lama, hanya sampai Cafe ini tutup sekitar 1 jam lagi." Vano menyetujui dan Nina mulai bercerita, membongkar semua hal rumit yang selama ini disembunyikan Nana dari Vano.
"Nana sangat mencintaimu, kau harusnya tahu itu. Setelah aku menerima kabar pertunangan kalian, dia bahkan bercerita padaku bahwa semua seperti mimpi baginya. Kau adalah sesuatu yang menurutnya mustahil untuk dicapai, dia kira kau hanya memperlakukannya seperti kekasihmu yang lain, tapi ternyata kau memberinya komitmen, dan itu sudah membuat kebahagiaannya membludak." Seorang pelayan mengantar minuman ke arah mereka, membuat Nina menghentikan cerita dan mengangguk sambil tersenyum kepada pelayan yang segera pergi itu.
"Lalu kenapa dia memutuskanku?"
"Apa Nana tidak pernah bercerita bahwa dia punya kisah yang belum terselesaikan dengan mantan suaminya?" Pertanyaan Nina membuat dahi Vano berkerut, sepanjang kisah perjalanan mereka dulu, Nana tidak pernah sekalipun menyebut mantan tepat dihadapannya.
"Jadi?"
"Dulu Nana pernah menikah, hanya bertahan 1 minggu. Kemudian dia meminta cerai karena menurutnya Pablo, suaminya itu tidak bisa mengerti dirinya. Pablo terus memukuli Nana jika dia melakukan kesalahan sedikit saja, siapa yang tahan terus terusan diperlakukan seperti itu? Nana memang meminta cerai, tapi Pablo menolak. Sampai akhirnya Nana pergi, menetap di Berlin dan bertemu denganmu."
Ada perasaan geram di lubuk hati Vano. Kenapa Nana begitu bodoh? Kenapa dia tidak menceritakan semua ini kepadanya dulu? Dengan semua kekuasaannya, Vano dengan yakin bisa menyelesaikan masalah Nana dalam hitungan menit. Tapi sesuatu juga menyerang ulu hatinya, berarti di sini dia telah memacari orang yang masih mempunyai suami? Dulu saja candaan itu dilontarkan ke Vino yang telah babak belur karena mengencani istri orang, tapi sekarang malah dia yang dikejutkan bahwa kekasihnya dulu masih berstatus sebagai istri yang sah.
"Nana merasa nyaman denganmu dan ingin menjalin hubungan lebih dengan dirimu. Tapi aku juga heran apa dia tidak takut jika Pablo tiba tiba datang dan menyeretnya kembali pulang, yah secara dia masih mempunyai status sebagai istrinya."
"Apa mereka menikah karena cinta?" Vano ingin meyakinkan satu hal itu. Mungkin jika hanya perjodohan, dia masih bisa mengerti perasaan Nana tapi jika ternyata ....
"Ya." Jawaban singkat itu membuat pemikiran Vano tentang Nana buyar. Jadi benar karena cinta? Sekarang entah kenapa Vano tidak lagi melihat Nana seperti dahulu, Nana yang selalu tersenyum untuknya, Nana yang selalu ada untuknya dan Nana yang selalu menghiburnya. Bukankah sama saja jika dirinya hanya dijadikan pelampiasan oleh perasaan Nana yang telah dihancurkan oleh Pablo.
"Tidak Van, jangan berpikir seperti itu." Vano kembali menoleh ke arah Nina yang menggeleng pelan. Sepertinya wanita itu tahu apa yang sedang bersarang dipikirannya saat ini.
"Jangan pernah berpikir bahwa Nana memanfaatkanmu atau menjadikanmu tameng atau hanya sekedar pelampiasan. Tidak, tadi aku sudah bilang 'kan dia sangat mencintaimu. Aku tahu benar akan itu. Tapi kemudian berita pertunangan kalian beredar dengan sangt cepat. Siapa yang tidak mengenal dirimu? Banyak berita yang bermunculan di internet dan surat kabar mengenai hubunganmu dan Nana. Kau tahu 'kan akhirnya?"
"Pablo mengetahuinya," gumam Vano lirih bahkan seperti tidak bersuara.
"Benar. Setelah Pablo mengetahui berita itu, dia segera pergi ke Berlin. Dan menjebak Nana."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect CEO
RomanceDihianati dan ditinggal nikah. Dua hal yang membuat Celin terpuruk dan tidak mau mengenal lagi kata Cinta. Tetapi kemunculan sosok baru dihidupnya yang tidak bisa dicegah membuatnya merasakan semua hal yang dulu telah dirampas darinya dengan paksa. ...