Bab 31

418K 17.3K 309
                                    

"Hai, apa yang sedang kamu buat?" Vano melingkarkan tangannya ke perut Celin sambil menumpukan dagunya pada bahu wanita itu.

"Puding, mau mencoba?" Celin memfokuskan diri pada saus fla yang sedang dituangnya, sementara di belakangnya Vano sedang mengendus endus lehernya yang terekspor karena rambutnya yang diikat kuda.

"Aku ingin memakanmu saja."

"Van serius." Vano terkekeh, lelaki itu mengangkat kepalanya dan ikut melihat hasil buatan tangan Celin yang terlihat menggiurkan.

"Sepertinya aku memang lapar. Oh ya mengenai pernikahan kita ... berjanji padaku untuk tidak berteriak atau tidak protes. Jika tidak aku akan menciummu." Celin mengerutkan dahinya mendengarkan penjelasan Vano yang tak dimengerti oleh akalnya.

"Langsung saja. Kenapa memang?"

Vano mendekatkan mulutnya ke arah telinga Celin sambil berbisik lirih "Pernikahan kita satu minggu lagi."

"Apa?" Satu ciuman singkat mendarat ke bibir Celin yang terbuka, membuat wanita itu menatap Vano tajam.

"Van kau gila? Sehar ...." Lagi lagi Vano menciumnya, membuat dirinya tidak bisa menyelesaikan kata kata yang ingin dilontarkan.

"Jangan menciumku" Celin menutup mulutnya dengan kedua tangannya, membuat Vano memandang wanita itu geli.

"Sudah aku bilang bukan? Tidak ada teriakan dan tidak ada protes."

"Tapi ini tidak masuk akal, kau ..." Celin terpekik saat Vano menarik tangannya yang sedang berada dibibirnya, dan dengan cepat lelaki itu mencium bibir Celin lagi, kali ini Vano berlama lama memainkan salah satu bagian tubuh Celin yang menjadi candunya itu.

"Mommy Daddy, sampai kapan kalian akan berciuman seperti itu?" Suara serak anak kecil membuat Vano melepas pagutan mereka dan mengalihkan pandangan ke arah Rupert yang berdiri di ambang pintu sambil mengucek matanya.

Celin sedikit kikuk, ini baru pertama kalinya dia kepergok berciuman oleh anaknya sendiri dan seakan akan berasa dia ketahuan selingkuh oleh kekasihnya sendiri.

Berbeda dengan Vano, lelaki itu malah tersenyum dan berjalan ke arah Rupert. Mengangkat tubuhnya dan menggendongnya dengan pas pada tubuh kekarnya.

"Mau puding?" Vano menunjukkan puding yang telah dibuat Celin yang langsung disambut tatapan berbinar oleh Rupert.

Dengan cekatan Vano mengambil piring dan memotong dengan potongan yang cukup besar untuk anak itu.

Betapa pintarnya laki laki itu mengalihkan keadaan hanya dalam beberapa detik.

Celin menahan diri untuk tidak membahas masalah pernikahannya di depan Rupert, karena pasti dirinya tidak bisa terhindarkan dari volume yang sangat keras jika berhadapan dengan Vano yang juga kolot.

"Jadi sampai dimana kita tadi?" Vano mendekat ke arahnya dan mengukir senyum jail yang mendapat pelototan tajam Celin. Pasalnya, Rupert bisa saja mendengar apa pun yang diucapkan Vano mengingat jarak mereka yang sangat dekat.

"Terserah, aku mau mandi."

"Aku ikut."

"Jangan coba coba."

***

Sedari tadi wanita itu berusaha mengukir senyumnya, membalas setiap perkataan orang yang menghampirinya dan terkadang terkekeh bersama. Tapi siapa yang sangka jika wanita yang tidak lain adalah Celin ternyata sedang menahan amarah dan rasa kesalnya pada lelaki yang berdiri tepat di sampingnya. Lelaki yang beberapa jam yang lalu sudah sah menjadi suaminya.

My Perfect CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang