Nafas mereka menderu, keringat mulai bercucuran tidak ada habisnya, Celin menyengkram sprei putih saat Vano mempercepat ritmenya, bersiap untuk pencapaian mereka yang kedua.
"Oek ... oek ... oek." Gerakan Vano terhenti tiba tiba.
"A ... aku ha ... rus pergi." Celin kehabisan nafas, cukup pening dengan pemberhentian mendadak seperti ini. Dengan sekuat tenaga wanita itu menyingkirkan tubuh besar Vano dari atasnya yang bagian bawah mereka tadinya masih menyatu sekarang sudah terlepas.
"Cel serius? Lagi?" Vano terhempas ke samping ranjang, menatap Celin tidak terima.
"Ta ... pi Zelda menangis." Suara tangisan masih menggema, membuat Vano mendesah kasar saat Celin lebih memilih untuk menemui putrinya daripada melanjutkan aksi mereka.
Vano memejamkan matanya, mencoba menghilangkan hasrat yang tadi sedikit lagi akan tersampaikan. Rasanya sangat tidak nyaman jika harus dihentikan di tengah tengah permainan seperti itu. Bahkan sampai sekarang area bawahnya masih nyeri. Untung saja putrinya yang mengganggu, jika orang lain mungkin Vano sekarang sudah mencekiknya.
Mereka sering seperti ini, berhenti di tengah tengah permainan karena tangisan Zelda yang menginterupsi. Dan Celin pasti akan memilih Zelda daripada dirinya. Vano merasa sekarang dia sudah dinomor dua-kan.
Lelaki itu mengambil boxer dari dalam lemarinya kemudian menyusul Celin ke kamar putrinya.
Vano cukup heran, yang dia tahu Celin tadi langsung berlari ke arah Zelda, tapi kenapa wanita itu sekarang sudah memakai piyama di tubuhnya?
"Van kenapa kamu diam saja di sana." Vano tersentak dan segera menuju Celin yang sedang mengganti popok putrinya. Lelaki itu memeluk Celin dari belakang sambil mengamati Zelda yang telah membuka matanya sambil memasukkan kepalan tangannya sendiri kemulutnya.
"Dari mana kamu bisa mendapatkan piyama ini?" bisik Vano yang malah membuat Celin kegelian. Hasrat lelaki itu memang sangat besar, jadi Celin cukup memaklumi jika Vano tidak terima jika tadi mereka terhenti begitu saja karena tangisan Zelda.
"Van aku sedang mengganti popok Zelda. Bisakah kamu tidak mengganggu?" Celin menyodok ringan Vano dengan siku tangannya.
Vano sangat hafal bahwa Celin tidak akan melanjutkan permainan mereka lagi, karena seperti biasa istrinya itu akan teridur setelah menyusui anaknya. Dan jadilah Vano yang akan seperti ular keket kepanasan sepanjang malam.
Celin melepaskan pelukan dan segera menuju ranjang single bed berseprai animasi Frozen sambil menggendong Zelda.
Vano memerhatikan itu dan mengembangkan senyumannya saat melihat pemandangan yang sangat indah dari anak dan istrinya. Dia tidak menyangka akan dikaruniai anak secepat ini, tapi kita tidak boleh menolak nikmat Tuhan bukan?
Celin melepas tali piyama dan segera menyodorkan payudaranya ke arah mulut Zelda yang langsung dilahap dengan rakus.
"Apa itu tidak sakit sayang?" Vano duduk di sebekah Celin, memperhatikan Zelda yang menyedot dengan cepat ingin meraup habis apapun yang berada di balik payudara Celin.
"Kamu biasanya juga melakukannya." Celin membalas ketus yang mendapat cengiran dari Vano.
"Tapi tidak serakus Zelda."Vano menidurkan tubuhnnya dengan bantalan tangannya sendiri. Laki laki itu tetap memperhatikan Celin yang masih menyusui putri mereka.
"Zelda mengambil semuanya dariku."
"Hah?" Celin menjawab tanpa melihatnya, lihat kan, dia terlalu sibuk dengan Zelda sampai menoleh saja tidak sempat.
"Zelda mengambil jam malammu dariku, Zelda mengambil perhatianmu dariku, dan yang penting dia juga mengambil aset berhargaku darimu." Celin reflek menoleh ke arah Vano.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect CEO
RomanceDihianati dan ditinggal nikah. Dua hal yang membuat Celin terpuruk dan tidak mau mengenal lagi kata Cinta. Tetapi kemunculan sosok baru dihidupnya yang tidak bisa dicegah membuatnya merasakan semua hal yang dulu telah dirampas darinya dengan paksa. ...