Vano termenung. Benarkah ini jalan yang dipilihnya? Sekali lagi dia mengingat perkataan mamanya jika Vano mau tidak mau harus menerima perjodohannya dengan Celin karena batas waktu Vano membawa pasangannya yang sudah ditentukan telah berakhir. Karena sesuai kesepakatan mereka jika Vano tidak bisa membawa pasangannya dalam 5 hari maka Vano harus menyetujui perjodohan ini, dan nyatanya Vano memang kalah.
Tapi selain itu masih ada hal yang lain yang mengusik pikirannya.
Apa dia siap kali ini untuk menata lagi kehidupannya seperti dulu?
Apa dia siap melepaskan masa lalunya?
Mungkin benar kata Diane, bahwa dia harus bisa melangkah maju, dan Vano memutuskan memulai langkahnya dari sini. Dari seorang wanita aneh yang selalu membawa bencana baginya saat mereka tidak sengaja bertemu di club malam.
Dengan meyakinkan hatinya , dia menekan bel apartemen Celin.
***
Celin melihat horror orang di depannya, pasalnya mereka sudah tidak bertemu selama 7 hari dan seharusnya Vano tidak berdiri di depan apartemennya sambil menyungging senyum miringnya.
"Kau? Kenapa ...."
"Simpan saja pertanyaanmu. Aku capek, ingin duduk." Tubuh Celin reflek terdorong saat lelaki itu dengan tidak tahu malu langsung masuk tanpa dipersilahkan oleh pemiliknya.
Celin menutup pintu apartemennya dan melihat punggung Vano dari belakang yang sekarang sedang berusaha untuk duduk dengan keadaan tangan kirinya digips. Celin baru menyadari bahwa Vano juga memakai kruk ditangan kanannya untuk menjaga keseimbangan saat berjalan.
Apalagi dengan pergelangan kaki kanannya yang diperban dan terdapat plester didahi sebelah kanan. Orang ini benar benar keadaannya belum membaik, seharusnya dia dirumah sakit saat ini.
"Vano apa yang kau lakukan? Bukannya kau harus di rumah sakit. Dan kenapa kau tersenyum seperti itu?" Intensitas suara Celin langsung berubah saat melihat senyuman Vano yang agak sedikit misterius.
"Aku baru ingat. Jika kau baru saja menyebut namaku, untuk pertama kalinya," sahut Vano sambil menekankan kata 'pertama kali' . Celin yang mendengar itu hanya melongo , dan sedetik kemudian dia sudah duduk di hadapan Vano sambil bersendekap. Sedangkan orang yang ingin dimintai penjelasan malah mengamati apartemennya dari atas sampai bawah. Oh please aku juga tahu standar apartemen kalian pasti lebih bagus dari ini.
Celin memutar bola matanya saat mengingat itu tanpa sadar bahwa Vano melihatnya.
"Aku suka apartemenmu kok. Cukup nyaman, tidak terlalu luas dan sesuai kebutuhan." Sedikit terkejut mendengar itu, tapi kemudian Celin ingat tujuannya."Sekarang jelaskan padaku. Kenapa kau ada disini?"
"Bagaimana jika aku bilang aku rindu padamu?" Celin melotot mendengar itu, seingatnya terakhir mereka bertemu hanya ada ketegangan dan perselisihan, dan apa yang terjadi sekarang?
"Aku tidak bercanda."
"Dan kau pikir aku bercanda? Harusnya kau ingat kalau kau hanya menjengukku satu kali. " Yah memang benar Celin hanya menjenguk saat awal awal Vano masuk rumah sakit saja.
Pertama, Celin tahu bahwa dia dan Vano tidak akan mempunyai hubungan apa apa karena Vano sudah melamar Diane.
Kedua, Celin tidak ingin memperparah suasana jika bertemu Vino saat menjenguk Vano lagi. Meskipun Vino juga masih terkadang mendiamkannya saat di kantor.
Ketiiga, bukannya Vano sendiri yang sudah mengusir Celin. Lelaki itu berkata tidak ingin melihatnya kan? Lalu kenapa Celin harus bersusah payah untuk menjenguknya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect CEO
RomanceDihianati dan ditinggal nikah. Dua hal yang membuat Celin terpuruk dan tidak mau mengenal lagi kata Cinta. Tetapi kemunculan sosok baru dihidupnya yang tidak bisa dicegah membuatnya merasakan semua hal yang dulu telah dirampas darinya dengan paksa. ...