The Gideon's Birth

2.5K 256 13
                                    

***

Hari ini Abraham sengaja tidak masuk sekolah. Ia mengatakan pada ayahnya bahwa ia sedang tidak enak badan akibat demam semalam. Sebenarnya, karena ia malas bertemu Jeremy. Bahkan untuk mendengar hembusan nafasnya saja sudah membuat Abraham muak. Perihal catatan milik Michele, Abraham sangat berterima kasih untuk itu. Ia sudah menitipkan tugasnya pada ayahnya tadi pagi sebelum beliau pergi. Sekarang, ia hanya harus menunggu wafflenya matang sambil tenggelam dalam dunia After Life di depan matanya. Oh iya, kalau ia tidak salah dengar, jilid terbaru dengan judul When We Were Young akan segera diterbitkan bulan depan. Wah, pastinya Abraham akan sangat sangat dengan giat menyisihkan uang sakunya untuk membeli buku tersebut nanti.

Tok tok

"Sudah matang." ibu langsung menyodorkan sepiring waffle dengan topping mix fruit di meja kamar Abraham. Ia berdeham singkat lalu merapikan rambut pendeknya. "Kau mau apa lagi?" tanyanya.

Abraham menggeleng. Hanya menggeleng tanpa menoleh sedikitpun.

"Baiklah, terserah." ujar wanita itu sebelum berbalik badan. Hendak pergi, namun langkahnya terhenti.

"Abe," panggilnya lirih. Ia menoleh dan mendapati putra kesayangannya itu tidak menggubris panggilannya. Ia lalu mendekati Abraham.

"Kau tidak sakit, kan? Dan semalam kau tidak benar-benar demam, kan?" tukasnya dingin seakan amarah menyelimutinya. Abraham melirik padanya. Ia melipat kedua tangannya di depan dada.

"Ibu benar, kan?" tanyanya lagi. Sekarang amarah tadi serasa hilang begitu saja. Ia menghela napas. "Bukumu basah, dan buku yang kau gunakan milik temanmu. Kau pasti ceroboh. Apa kau bolos karena hal itu?"

Lagi-lagi Abraham tidak menghiraukannya. Ia kembali pada kumpulan kata-kata di hadapannya.

"Abe," panggil wanita itu.

"Nak," lanjutnya. "jawab ibu."

Abraham duduk di kursinya sambil membolak-balik halaman buku itu.

"Abraham," kali ini nada wanita itu meningkat. "kau dengar?!" ia merebut buku di genggaman Abraham secara paksa.

"Katakan yang sebenarnya! Kau tidak mungkin bolos hanya karena hal sepele!" bentaknya.

Abraham masih diam menatap bukunya yang sekarang berpindah tangan.

"Kalau kau ada masalah katakan pada ibu atau ayah, jangan diam saja seakan hidupmu sudah tenang dan tidak punya beban!" bentaknya lagi. Kali ini ia segera sadar dan mengalihkan pandangannya.

"Jeremy Campbell," sahut Abraham lirih.

Lucy menoleh dengan cepat. "Apa?" ia memicingkan matanya berusaha mencerna apa yang diucapkan anaknya itu.

"Jeremy Campbell." ujar Abraham lebih kencang.

"Jeremy ... Campbell? Putra sulung Tn. Owen? Kenapa dengan dia?" Lucy mengernyitkan dahinya.

"Jeremy ... Campbell ... " ujar Abraham lagi. Kali ini ia terdengar bergumam.

"Kalian berkelahi?" terka Lucy. Ia memindahkan buku yang dibawanya ke genggaman tangan satunya dan bisa dilihat mata Abraham terus terpaku pada benda itu.

Abraham menggeleng.

"Katakan saja, Abe. Ibu tidak akan marah."

"Tidak."

"Kau yakin?"

"M-hm."

"Jangan berani bohong padaku."

Antisocial [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang