Penjarah

541 75 0
                                    

"Who the hell is Lucas Brown?" sahut Lucas dengan sisa tenaganya. Lututnya lemas kala melihat pisau bersimbah darah yang digenggam pria itu.

"He is my ... " pria itu mengangkat pisaunya.

"Abraham, don't do this." Lucas menutup matanya, merasakan air matanya baru saja jatuh.

Sejurus kemudian sesuatu mengalir keluar dari mulut Lucas. Darah. Ia membuka matanya.

" ... friend."

***

Abraham POV

"Dad, kalian tidak harus pergi."

"Ada sesuatu yang perlu kami urus, Abe. Kau ini kenapa?"

"Just ... don't."

Ayah beranjak dari tempatnya, mengabaikanku yang tidak tahu lagi harus mengatakan apa. Aku menghempas punggung ke sandaran sofa, lantas terdiam. I have a bad feeling about it, sungguh. Bukannya aku melarang ayah dan Tn. Owen pergi, hanya saja ... sudah kusebutkan alasannya tadi. Aku tak biasa begini. Itu sebabnya kularang ayah. Tapi jika sudah tidak didengar, bisa apa lagi? Aku tetaplah seorang anak walaupun sudah setua ini. Persetan. Pikiranku melayang entah ke mana, sampai aku sadar ibu berdiri di sebelahku dan mengatakan padaku agar segera tidur.

***

Pagi harinya di kantor terasa sangat sepi, tidak seperti biasanya. Rasanya longgar, tidak sepadat biasanya. Yang kujumpai pertama kali adalah dua pasang kepala orang yang super menyebalkan, Jeremy dan Larry. Ku abaikan sapaan selamat pagi mereka, lantas masuk ke ruanganku. Kucoba mencari kesibukan, namun tak ada apapun yang bisa kulakukan. Akhirnya aku hanya duduk, melipat tanganku sambil memejamkan mata. Lalu terdengar suara teriakan.

"Kenapa ini?" tanyaku pada seorang staff kala menghampiri kerumunan manusia di depan pintu toilet. Nampak Jeremy dan Larry juga di sana, dengan raut wajah tak bisa kutebak.

"Wtf is going on here?!" pekik Jeremy sembari berlari meninggalkan kerumunan tersebut. Aku menautkan alis, mencoba melihat lebih jelas apa yang ada di sana.







Author POV

Jeremy memacu langkah ke ruangannya, segera menyambar gagang telpon dan menekan nomor. Setelah terdengar jawaban dari seberang ia segera berujar.

"Deputi, ada mayat di toilet!"

"Mayat? Siapa?"

"Bibble!"

Tak lama Deputi Deph datang. Hanya selang beberapa menit setelah Jeremy menutup telponnya. Bagaimana tidak, Deputi menyetir sambil membabi buta di jalanan. Ia bahkan sengaja memasang sirine agar bisa mengemudi lebih cepat. Sesampainya di sana ia membelah kerumunan, mengamati tubuh Bibble sesaat lalu berseru.

"Hubungi Prof. Muller dan cari apakah ada korban lain! Cepat!"

Mereka berpencar sesuai tugas mereka masing-masing pagi itu. Ada yang menghubungi rumah sakit, ada yang mencari mayat lain—siapa tahu ada lagi—di sekitar kantor, dan ada yang kembali pada pekerjaan masing-masing. Deputi dan ketiga detektif lain masih di sana, merenungkan apa yang terjadi.

"Kenapa ini?" Abraham masih nampak bingung.

"Larry!" Jeremy menunjuk Larry yang berdiri tak jauh darinya. "Kemarin kalian masih di sini kan? Apa yang terjadi?!"

Larry mengedikkan bahunya. "I don't know! Aku bersama dengan Ny. Trumpson dan Tn. Luke kemarin! Mana kutahu ada apa-apa di sini!"

"Ke mana kalian kemarin?" Deputi melirik Jeremy dan Abraham bergantian.

Abraham menjawab lebih dulu. "Pergi ke rumah seseorang untuk membahas perkembangan kasusku, Deputi, tentu saja."

"A-aku juga! Dan aku pulang terlebih dulu untuk membantu ayahku membereskan dokumennya yang akan ia bawa hari ini." sahut Jeremy.

"There's someone here!!" teriakan seseorang mengejutkan mereka. Suara itu berasal dari parkiran. Abraham dan Larry berlari menuju sumber suara.

"Oh, God." desis Larry kala matanya menemukan mayat Carl di dalam mobilnya.

"Segera periksa sidik jari di mobilnya!" seru Abraham yang langsung dilaksanakan oleh staff yang ada di sana.

Bibble dan Carl sudah dibawa ke rumah sakit. Beberapa staff disertai Abraham masih memeriksa mobil Carl dan juga ruangannya. Tadi Jeremy dan staff lain sempat memeriksa ruangan Bibble, namun tak ditemukan apapun. Baru sejenak beristirahat, mereka sudah ditimpa laporan dari seorang warga yang mengatakan melihat mayat Yola dan Lucas.

"Kau yakin itu mereka?" Deputi menemui langsung warga tersebut.

"Awalnya aku ragu, Deputi, tapi setelah kuperiksa tanda pengenalnya mereka benar Detektif Trumpson dan Lucas."

Deputi memijit pangkal hidungnya, lantas mengatakan pada seorang staff agar kembali menghubungi Prof. Larry Muller.

"Tn. McGahl, kau ikut aku ke TKP." tutur Deputi pada Larry yang ada di sana.

***

Thomas, Owen, dan Bella tiba di tujuan pada siang hari. Seseorang yang akan mereka temui sudah menyiapkan kereta penjemput yang menunggu di stasiun, dan perjalanan mereka kembali berlanjut. Jarak stasiun dan tempat tujuan lumayan jauh, melewati jalan-jalan sepi dan jembatan gantung. Hal seperti ini sudah Thomas dan Owen alami sejak mereka masih menjadi detektif muda, dan mungkin ini kali terakhir mereka akan bepergian keluar kota untuk urusan pekerjaan. Atau benar-benar kali terakhir.

"Stop!" seru seseorang. "Right there!"

Dua orang pria yang aksen Inggrisnya tidak terlalu bagus menghadang mereka—mungkin bukan orang asli sana. Terjadi perdebatan antara dua pria itu dan kusir selama beberapa saat, sampai Thomas turun dan mendapati kusir tergeletak tak bernyawa.

"Siapa kalian?!" pekiknya.

"Thomas, ada apa?" Owen memanggil dari dalam kereta. Thomas alih-alih menjawab, hanya melirik Owen dengan tatapan aneh. Ia pun turun, diikuti istrinya. Dua pria tadi sudah mengacungkan pisau mereka pada Thomas, lalu sekarang pada Owen dan Bella.

"Serahkan uang kalian!" seru salah seorang pria.

"We don't have money!" sahut Owen.

"We saw your bags!"

"Nothing in there!"

"Cepat serahkan, atau kalian akan bernasib sama seperti kusir kalian ini!" pria itu menggertak.

"We don't have any money, Sir!" sahut Bella. Tiba-tiba dari belakang mereka muncul seorang pria yang langsung menarikan pisaunya di leher wanita itu.

Owen dan Thomas menoleh, terpaku pada tubuh tak bernyawa Bella.

"No," desisnya. Pria di belakang mereka tadi dengan sigap menarik lengan Owen, menahannya di belakang. Salah satu pria lain menahan tangan Thomas, satunya lagi menggeledah isi tas mereka.

"Sir, they're cops!" tutur pria si penggeledah, menunjukkan apa yang ia temukan di dompet Thomas dan Owen.

"Dari London, ya?" ujar pria yang dipanggil 'pak'—yang menahan tangan Owen. "Siapa yang mengurus kasus Jack the Ripper? Kalian?"

"Persetan denganmu." bisik Owen pada pria yang menahan tangannya. Pria itu tertawa, lantas berseru pada pria penggeledah.

"Ambil semua uangnya dan tinggalkan saja dompetnya!"

***

Sore harinya Deputi dan ketiga detektif sedang berada di rumah sakit, usai berbicara dengan Prof. Larry yang menangani mayat keempatnya. Sepanjang pemeriksaan di kantor tadi pagi hingga siang tidak membuahkan apapun. Mereka saling membisu satu sama lain, tidak menggubris Jeremy yang kerap kesal dan menggerutu sendiri. Kemudian seorang staff rumah sakit menghampiri mereka, lalu berujar.

"Saya baru saja menerima telpon dari kantor kepolisian, mereka mendapat laporan bahwa Tn. Bloodwell dan Tn. Campbell dibunuh!"

***

Antisocial [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang