Gelas Berdarah

593 77 0
                                    

Sore itu Jeremy tengah membereskan dokumen yang membanjiri meja kerjanya. Matanya dengan teliti memeriksa setiap dokumen agar tidak salah mengelompokkannya, agar ia bisa cepat pulang juga. Langit sudah diterkam kegelapan yang mendung, semua staff juga sudah pulang. Hanya tersisa beberapa orang yang masih punya kepentingan, termasuk dirinya. Lucas si kutu buku bermata empat yang lama tak muncul di kantor itu tadi datang, menyerahkan surat izin pada Deputi. Rupanya ia meminta cuti. Jeremy jadi penasaran apa yang hendak pria itu lakukan di masa cutinya. Mengganti kacamata sepuluh sentinya dengan kacamata yang lebih tebal? Mungkin hanya dirinya dan Deputi yang tahu. Ngomong-omong pria bernama Lucas, ia jadi teringat Lucas Brown, kawannya dulu. Saat memori masa kecil mereka menyergap, Jeremy menghentikan aktivitasnya sejenak, hanya untuk membiarkan diri kalah oleh pikirannya. Ia akui dulu ia—dan teman-temannya—nakal. Kelewat nakal malah. Dulu mereka suka sekali mengganggu teman-teman mereka di kelas, terutama Abraham. Ia juga ingat betapa kejamnya Jeremy kecil yang menyiram buku After Life Abraham dulu. Jeremy tertawa. Semua kenangan itu membuat perutnya geli. Setidaknya sekarang ia dan Abraham—serta Anna—sudah berdamai. Sudah puas bernostalgia, Jeremy kembali pada sisa dokumennya di meja. Dirapikannya semua itu, lalu ia masukkan ke dalam tas jinjingnya.

"Jeremy," panggil seseorang.

Jeremy menoleh. "Oh, hai."

"Sudah mau pulang?" nampak figur Titus Jean Jr. berdiri di depan pintunya sembari menenteng tas dan mantel bulunya. Jeremy mengedikkan bahu.

"Ada yang mau kau bicarakan?" Jeremy menghampiri Titus, lantas mematikan lampu dan mengunci ruangannya.

Titus mengangguk, menunjukkan ekspresi wajah serius. "Terkait kasus Emily."

Jeremy terdiam. "Whoa, ada apa?"

"Kita bicarakan di jalan saja. Mari."

Mereka keluar dari kantor bersamaan dengan staff lain yang tersisa. Jalanan masih lumayan ramai ternyata. Mereka berjalan beriringan sambil mulai membicarakan masalah yang nampaknya serius, sesuai ekspresi wajah Titus. Sesekali Jeremy harus sedikit mendongak untuk bisa bertatap mata dengan tengkorak hidup—rekan kerjanya—ini.

"Apa lagi yang terjadi? Kasus ini sudah ditutup. Jangan menambah pusing." gerutu Jeremy.

"Aku tidak sengaja ada di sana saat Jack Timothy dibunuh." ujar Titus. Jeremy mendelik.

"Apa?!" serunya, mengecilkan volume suaranya namun penuh penekanan. Matanya menyorot Titus yang membuang muka, meminta penjelasan bak seorang jaksa di ruang sidang.

"Who tf did it? Apa kau juga melihat pembunuh Emily? Apa pembunuhnya sama?" sambung Jeremy.

"Malam itu aku sedang bertamu di rumah temanku. Lalu saat aku pulang dan lewat sana, aku lihat Jack Timothy bersama seorang pria. Aku tidak melihat dengan jelas siapa pria itu. Tapi figur tubuhnya mirip seseorang."

***

Agustus 1868

Pekarangan belakang rumah Bloodwell sedang ramai oleh kerabat penghuni rumah dan tetangga sekitar. Hari ini, sejak pukul 10 pagi tadi, diadakan pesta ulang tahun Agatha yang ketiga. Berbagai macam makanan dan minuman disajikan di sana. Banyak anak-anak berlarian sambil bercanda bersama Agatha. Di teras belakang rumah, nampak Anna sedang menggendong Irish yang terlelap ditemani Lucy. Abraham muncul dari dalam rumah, menenteng dua gelas minuman yang ia sodorkan pada ibunya.

"Pergilah bersama rekan kerjamu, Abe." ujar Lucy menunjuk rekan detektif Abraham yang nampak tengah bertukar cerita dengan Thomas dan Owen.

Abraham mengangguk. "Aku memang akan pergi ke sana."

Antisocial [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang