WAKTU berlalu dengan begitu cepat. Tak terasa, kalender telah menunjukkan bahwa mereka berada di bulan Mei pada tahun 2019. Dan itu artinya, para siswa kelas dua belas baru saja selesai merayakan kelulusan mereka di jenjang SMA.
Astrid, Rey, Arion, Felicity dan Alvaro menjadi salah satu dari sekian banyak siswa kelas dua belas yang berpesta hari itu. Hari kelulusan tersebut rasanya begitu ceria setelah hari-hari sebelumnya terasa kelabu. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hari itu menjadi hari yang menyenangkan selain karena kemerdekaan mereka dari jenjang SMA, contohnya saja, hari itu menjadi hari perdana dimana Arion dan Felicity terlihat seperti couple di acara perpisahan. Seolah tak mau kalah, Rey juga membawa seorang gadis yang bernama Sera ke acara perpisahan itu, yang membuat satu sekolah heboh karenanya. Alvaro juga hadir dengan seorang gadis di sampingnya. Dari bahasa tubuh mereka, sepertinya keduanya sedang berada dalam tahap PDKT. Sementara Astrid tetap sendirian.
Acara itu baru saja berakhir dan kini para siswa sedang membereskan laci meja mereka karena mereka tidak akan lagi kembali ke SMA Pemhara. Sama seperti yang lain, Astrid juga ikut mengumpulkan buku-bukunya dari laci sekolah untuk dibawa pulang. Ia sebenarnya gembira melihat teman-temannya semua terlihat mulai bangkit dari keterpurukannya, terutama untuk Alvaro dan Felicity yang harus kehilangan saudara kandung mereka.
Astrid tahu, beberapa bulan ini adalah neraka bagi keduanya. Alvaro, di tengah kesibukkannya sebagai siswa kelas dua belas, harus bolak-balik menghadiri persidangan dan menjawab pertanyaan dari para wartawan yang sampai sekarang masih terus mengangkat kasus Rebecca Alessiya. Lalu Felicity, tidak hanya harus menghadapi kenyataan menyakitkan bahwa kakak kembarnya sudah tidak ada, dia juga harus menghadapi ujaran kebencian dari masyarakat Indonesia yang mencintai Echa dan seisi sekolah SMA Pemhara yang menganggap kematian Felicio dan Echa terjadi secara tak langsung karenanya. Tidak peduli polisi sudah menyatakan Felicity tidak melakukan kesalahan yang fatal dan Felicity sudah melakukan klarifikasi mengenai apa saja yang sudah ia lakukan, publik tetap menolaknya. Baik Arion, Alvaro, Rey dan Astrid, yang tahu situasi itu sudah cukup berat untuk Felicity, tidak ingin menambahkan penderitaan gadis itu dengan memusuhinya. Akhirnya keempatnya memutuskan untuk merangkul gadis itu, dan memberi kesempatan kedua untuknya.
Pasutri Suryadi, Aleksander, dan Amelia Tanuwijaya juga sudah dijatuhi hukuman yang berat beberapa bulan lalu. Keempatnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa percobaan bebas bersyarat sama sekali. Keempatnya terkena pasal berlapis karena kejahatan yang mereka lakukan lebih dari satu. Contohnya saja, pasutri Suryadi dihukum atas bisnis ilegal mereka sebelas tahun lalu—yaitu modus pengadopsian anak yang ternyata dilakukan hanya untuk memperjual-belikan mereka—lalu ada juga pemalsuan bukti pembunuhan Arnoldi Tanuwijaya sebelas tahun lalu, kasus penyogokkan, serta yang terakhir, tentu saja kasus pembunuhan Felicio dan Echa. Segala bukti bahwa mereka-lah yang membunuh keduanya sudah tersimpan aman di pihak berwajib tanpa bisa diotak-atik kembali. Amelia-pun tak luput dari pasal berlapis, karena ia dianggap telah 'menjual' anaknya sebelas tahun lalu, dan segala bukti sudah menyatakan bahwa ia-lah yang membunuh suaminya sebelas tahun lalu. Setelah diselidiki, rupanya motifnya adalah karena suaminya hendak melaporkan dirinya ke polisi. Pembunuhan itu dilakukan untuk menutup paksa mulut Arnoldi. Kesalahan-kesalahan itulah yang membuat mereka, kemungkinan besar, tidak akan lagi bisa menghirup udara segar.
Felicity dan para siswa SMA Pemhara yang membantunya sama sekali tidak dikenakan hukuman apapun. Yang mereka dapatkan adalah peringatan keras dari Kepala Sekolah serta sanksi sosial di luar. Sementara anak-anak buah pasutri Suryadi dikenakan hukuman penjara cukup lama karena terbukti sudah melakukan pencobaan pembunuhan yang berencana.
Jadi sudah sepantasnya mereka merayakan hari kelulusan dengan hati gembira, kan?
Akan tetapi, sayangnya, di saat yang lain asyik bersenang-senang, hati Astrid malah terasa sepi sekali. Ia sama sekali bukan kesepian karena teman-temannya datang ke acara wisuda ini secara berpasang-pasangan, tapi karena ada satu pasangan yang sangat ingin ia lihat di acara ini. Namun, pasangan itu tidak akan hadir sampai kapanpun.
Felicio dan Echa.
Astrid bisa membayangkan, andai keduanya masih ada, mungkin saat acara dansa yang iseng diadakan oleh para siswa angkatannya berlangsung tadi, Felicio dan Echa sudah berdansa bersama di acara itu. Mungkin Felicio si bucin akut itu akan nekat mengecup kening Echa di hadapan seluruh siswa, yang akan menimbulkan keseruan bagi siapapun yang melihatnya. Ah tidak, jangan-jangan Echa malah akan menangis terus sepanjang acara karena Felicio akan pergi dari sekolah itu, sementara Echa harus menjalani satu tahun terakhirnya di SMA Pemhara tanpa cowok itu.
Astrid tak sadar bahwa ia sudah melamun cukup lama, karena ketika ia tergugah dari lamunannya, ia mendapati kelas XII-IPA-1 itu sudah hampir kosong. Cepat-cepat Astrid melanjutkan pekerjaannya, sebelum akhirnya kegiatan bersih-bersih itu sekali lagi berhenti karena mendadak ekor matanya menangkap siluet sesosok tubuh langsing tinggi berambut coklat kopi lewat di depan jendela kelasnya.
Astrid terkejut, lalu buru-buru menolehkan kepalanya ke arah jendela.
Echa? batin gadis itu. Namun sedetik kemudian ia sadar, Echa sudah tiada. Akan tetapi, gadis tadi mirip sekali dengan Echa. Astrid cepat-cepat melangkahkan kakinya dari kelas. Tapi ia mendapati koridor itu tetap kosong.
Astrid mengangkat bahu. Merasa mungkin ia hanya salah lihat. Sepertinya ia terlalu rindu pada Echa. Mungkin sehabis acara ini ia akan berkunjung lagi ke makam keduanya, untuk menceritakan kegiatannya hari ini.
Namun, mendadak matanya kembali menangkap sebuah pemandangan. Seorang remaja laki-laki dengan jas hitam dan kemeja putih, tampak berjalan membelakangi Astrid di ujung koridor. Di sisinya, seorang gadis berambut coklat tampak bergelayut manja di lengannya. Astrid ternganga.
Pemandangan itu terlihat persis seperti... Felicio dan Echa.
Seperti dulu saat ia memperhatikan mereka bila mereka sedang menghabiskan waktu berdua.
Apa-apaan?
Dengan cepat gadis itu mengejar keduanya. Dua sosok itu masih saja berjalan sambil bergandengan tangan, terlihat apik dengan baju yang mereka pakai. Ketika keduanya berbalik, Astrid langsung tersedak kaget. Karena walaupun jarak keduanya kini sangat jauh dari Astrid, namun dua obsidiannya yang tajam bisa menangkap wajah mereka.
Dan Astrid bersumpah, dua sosok itu terlihat mirip sekali dengan Felicio dan Echa.
Pemandangan itu membuat Astrid menitikkan air matanya. Namun ia langsung menyeka air mata itu dan menggantinya dengan seulas senyum. Dalam diam ia memperhatikan dua sejoli yang terlihat sangat bahagia itu.
"Felicio, Echa..." Bibir Astrid menggumamkan nama dua sahabatnya dengan penuh haru. Bola matanya mengikuti pemandangan bagaimana kedua sejoli yang terlihat sangat bahagia itu berjalan, dan akhirnya sekali lagi hilang di belokan sekolah. Berbeda dari sebelumnya, kali ini Astrid memutuskan untuk tidak mengejar keduanya.
"Makasih ya," gumam Astrid pelan, "Makasih udah mengingatkan gue kalau kalian udah bahagia juga saat ini, jadi gue nggak perlu sedih dan merasa kesepian lagi. Karena untuk apa gue menangisi kalian kalau kalian udah bahagia, iya kan?"
Gelak tawa Felicio dan Echa-pun mulai melantun indah di kepala Astrid. Seolah ingin menegaskan bahwa, ya, Felicio dan Echa memang sudah hidup bahagia.
Dan kali ini, untuk selama-lamanya.
🎭🦋
The End
13/4/2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Décembre ✔️
Action[#1 - Echa, Feb-Mar '22] Echa punya dua kehidupan. Terkadang dia menjadi selebriti top yang bernama Rebecca Alessiya, terkadang dia menjadi gadis sekolahan biasa yang bernama Vanessa Justicia. Masyarakat mengira hidupnya menyenangkan, karena ia hidu...