Dedicated to Mas Pacar yang lagi positif C0v1d nun jauh di Jakarta sana </3
Dan untuk kalian-kalian yang udah gak sabar gebukkin Felicity! Yeay, happy reading!
🎭🦋
Semalam sebelumnya.
HARI sudah cukup malam ketika Arion mulai berjalan meninggalkan rumah sakit. Cowok itu masih tidak habis pikir. Siapa orang gila yang membakar ruangan Bu Gilda secara sengaja? Sekali pandang siapapun juga tahu kebakaran itu disengaja. Kalau bukan, untuk apa ada pengganjal pintu? Dan mengapa pula pintunya dikunci? Lalu, lebih anehnya lagi, Echa pergi ke sana di saat jelas-jelas Bu Gilda sedang mengajar. Bu Gilda-pun sudah ditanyai, dan Bu Gilda sendiri sudah mengklarifikasi bahwa ia sama sekali tidak memanggil Echa ke ruangannya. Terlalu banyak kejanggalan. Arion menggeleng-gelengkan kepalanya. Heran. Jadi mengapa cewek itu pergi ke sana?
Ponsel Arion berdering. Deringnya membuat segala bayangan Arion mengenai teka-teki yang merasuki kepalanya hari itu lenyap untuk sementara. Dengan cepat cowok itu mengeluarkan ponselnya, bermaksud untuk mengecek siapa yang menghubunginya malam-malam begini. Ternyata salah satu anggota OSIS.
"Halo?" tanya Arion begitu ia menempelkan ponselnya itu ke telinga.
"Bro! Udah lihat rekaman CCTV yang dikasih Kepala Sekolah?!" seru lawan bicaranya. Nada suaranya begitu bersemangat.
"Belom, kenapa?" tanya Arion, sama sekali tidak mencurigai bahwa ada sesuatu yang menggebu-gebu yang ingin disampaikan oleh temannya itu. Harap dimaklumi, otak cowok itu terlalu fokus pada kasus Echa.
"Anjrit! Bro! Berarti lo tuh tadi siang cuma forward doang tanpa nonton?!" lawan bicaranya terdengar emosi. "Kemane aje lo, pensi tinggal bentar lagi, loh! Siapa yang kemaren berlagak suruh-suruh kita ikut review tuh video padahal nggak ada yang setuju? Giliran bahannya udah dateng, malah dianggurin! Gimana sih, Bapak Negara?!"
Arion meringis mendengar kecerewetan lawan bicaranya. "Maaf. Gue sibuk ngurusin kasus tadi siang. Abis ini gue tonton, deh. Kasih tahu yang lain, besok kita bahas di rapat OSIS. Rapatnya setelah pulang sekolah, ya."
"Buset! Lo ngapain ikut ngurus? Lo temenan sama korbannya?"
"Ya, tapi gak deket banget sih sebenernya."
"Ampun!" Lawan bicaranya terdengar gemas. "Pantes, gue nunggu pemberitahuan rapat dari lo nggak dateng-dateng. Karena, gue yakin seratus persen, kalo lo udah nonton, lo pasti bakal ribut. Soalnya, Yon, ada hal yang sangat menarik dari rekaman CCTV itu."
"Oh, ya?" Arion mengedarkan pandangannya, berusaha mencari motor yang ia parkir secara tergesa-gesa tadi siang. Ketika ambulans membawa Echa pergi dari sekolah, tanpa berpikir lagi Arion langsung berlari mengambil motornya untuk menyusul. Ia bahkan mengemudikan motornya dengan kecepatan tinggi. Walau saat itu ia membonceng Felicity, ia sama sekali tidak sempat merasa senang karena terlalu panik. Dan sekarang, ia tidak ingat dimana ia memarkir motornya. Ck! Astaga, dimana sih motor gue!
"Yap. Tau apa yang gue temuin?" Lawan bicaranya berhenti sejenak. "Gue menemukan gebetan lo, ada di sana. Yap, gebetan lo yang anak kelas XII-IPA-2 itu. Dia ikut menulis semua kata-kata kasar tentang Rebecca Alessiya. Jujur, gue kaget sih, Yon. Ternyata gebetan lo hatersnya Rebecca Alessiya, ya?"
DEG!
Arion mematung seketika. Matanya mengerjap. Seketika ia kembali kehilangan konsentrasinya. Buyar sudah pikirannya untuk pulang.
"Ap-apa?" Arion tergagap, berusaha mengira dirinya salah dengar. "Gebetan gue? Nggak salah orang, lo? Felicity nggak mungkin kayak gitu!"
"Ish, nggak mungkin gue salah. Itu gebetan lo," lawan bicaranya menjawab dengan begitu enteng. "Yah, saran gue sih kalo begitu lo jangan undang Rebecca Alessiya, Yon. Masa lo malah ngundang artis yang gak disukain sama gebetan lo, sih? Gue tau lo ngefans parah sama Rebecca, tapi kalo kayak gini caranya gimana lo mau dapet hati doi? Bukannya nyenengin doi, lo malah bikin doi bete!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Décembre ✔️
Azione[#1 - Echa, Feb-Mar '22] Echa punya dua kehidupan. Terkadang dia menjadi selebriti top yang bernama Rebecca Alessiya, terkadang dia menjadi gadis sekolahan biasa yang bernama Vanessa Justicia. Masyarakat mengira hidupnya menyenangkan, karena ia hidu...